REVIEW - QODRAT 2

Tidak ada komentar

Mengapa superhero lokal tidak bisa bersinar seterang Hollywood di layar lebar? Saya rasa ini persoalan kultural. Ketimbang figur jagoan dengan kostum spandeks, topeng, dan jubah, masyarakat Indonesia lebih mengandalkan religiusitas untuk menolong mereka. Lalu datanglah Qodrat, ustaz merangkap pahlawan super yang kekuatannya bukan bersasal dari radiasi kosmik atau serum khusus, melainkan dari doa dan iman.

Unsur superhero dalam Qodrat 2 memang lebih kental dibanding film pertama, di mana kandungan jumpscare makin dikurangi, sedangkan kuantitas baku hantam diperbanyak. Karakter Qodrat (Vino G. Bastian) sendiri bukan lagi individu yang rapuh. Bukannya raut sendu, justru senyum penuh keyakinan yang sering ia pamerkan sebelum beradu jurus dengan lawan. Kepercayaan dirinya telah kembali. 

Misi Qodrat kali ini adalah mencari sang istri, Azizah (Acha Septriasa), yang tak diketahui keberadaannya sejak tragedi yang menewaskan putra mereka, Alif. Qodrat 2 diawali oleh adegan yang mengulangi pembukaan film pertama, tapi dari sudut pandang Azizah. Ketika Qodrat tengah berjibaku merukiah Alif, di kamar seberang, Azizah pun mengalami peristiwa traumatik yang membuatnya merasa begitu berdosa. 

Momen di atas meneruskan catatan positif Charles Gozali perihal melahirkan adegan pembuka yang efektif mengikat atensi penonton dalam film horor buatannya. Dari situlah kisahnya mulai bercabang. Qodrat mencari Azizah, sementara Azizah    yang mengira sang suami telah tewas    bekerja di sebuah pabrik yang ditengarai menumbalkan para buruhnya.

Memberikan peran seorang individu dengan luka batin menganga kepada Acha adalah keputusan tepat. Di sebuah adegan long take, Azizah terlihat kesulitan menjalankan salat tobat. Mulutnya tak kuasa menyelesaikan bacaan ayat suci walaupun sudah ia ulang berkali-kali. Acha melakoninya dengan luar biasa. Seolah tiap kali menyebut nama Allah, ada rasa sesak yang tiba-tiba mencekiknya. 

Charles sendiri nampak sangat memercayai pemain-pemainnya. Bukan cuma terkait teknis kamera (selain long take, close-up juga jamak dipakai untuk menangkap raut wajah para pemain), pula penggunaan musik garapan Aria Prayogi, yang diperdengarkan hanya saat benar-benar diperlukan. Charles berani mengolah kesunyian. 

Jika membicarakan penceritaan, novelty yang dibawa film pertamanya tentu tak lagi terasa. Apalagi dibanding tiga tahun lalu, jumlah horor religi tanah air sudah semakin menjamur. Tapi di luar itu, alur Qodrat 2 (khususnya di babak kedua) memang seperti kekurangan tenaga. Minim misteri yang dapat terus mengikat perhatian penonton, pula urgensi. Kita tahu Qodrat akan menang dengan gampang di mayoritas pertarungan, bahkan saat ia ditangkap oleh Safih (Septian Dwi Cahyo) si bos pabrik. 

Setidaknya naskah yang Charles Gozali tulis bersama Gea Rexy dan Asaf Antariksa menawarkan kreativitas dalam bentuk lain, yakni modus operandi antagonisnya dalam menebar teror. Tengok bagaimana para tumbal menemui ajal mereka, atau medium yang dipakai untuk membuat Sukardi (Donny Alamsyah) kerasukan, yang berujung pada pergulatan di dalam truk sebagaimana trailernya perlihatkan. Sangat kreatif!

Pengarahan aksi Charles masih sekuat biasanya. Lincah, bertenaga, lengkap dengan koreografi yang senantiasa membuat si jagoan terlihat keren di depan kamera. Sebagai cara menegaskan kepercayaan diri Qodrat yang telah kembali, elemen humor beberapa kali disematkan di tengah baku hantamnya. Di sisi berlawanan, Zhadhug tidak se-intimidatif Assuala, namun efek praktikal yang dipakai untuk menghidupkan sosok bertanduknya patut diberi pujian tinggi. 

Kemudian semuanya bermuara di sebuah pemandangan di babak ketiga, yang kembali membuktikan kesungguhan orang-orang di balik franchise ini dalam menangani elemen agama di horor religi. Kalau Qodrat pertama berhasil menggali makna menyentuh dari kalimat Inna Lillahi wa inna ilayhi raji'un, sekuelnya mengajak penonton untuk mengingat lagi esensi salat selaku tiang agama. 

Tatkala banyak horor religi Indonesia seolah melihat salat sebagai ritual keagamaan sepele, Qodrat 2 enggan memandang sebelah mata kesakralannya. Ketika film superhero Hollywood membentangkan jurang antara pahlawan dan manusia biasa yang mereka tolong, Qodrat 2 tidak mengeksklusifkan kekuatan super sang ustaz. Semua bisa memilikinya selama bersedia menguatkan iman. 

Tidak ada komentar :

Comment Page: OldestLatest