REVIEW - EXIT 8

1 komentar

Pada tahun 2023, The Exit 8 menghadirkan fenomena di dunia game ketika mengubah konsep walking simulator menjadi pengalaman menegangkan. Mengikuti jejak judul-judul seperti I'm on Observation Duty (2018), ia pun mempopulerkan konotasi berbeda untuk kata "anomali". Exit 8 selaku adaptasi filmnya juga punya pencapaian serupa, lewat keberhasilannya menyulap permainan "ala kadarnya" jadi cerita filosofis dengan kedalaman emosi.

Garis besar kisahnya menyoroti bagaimana seorang pria tanpa nama yang dipanggil "The Lost Man" (Kazunari Ninomiya), terjebak di lorong kereta bawah tanah yang terus berulang. Setelah beberapa saat, barulah si protagonis menyadari aturan yang mesti dipenuhi guna mencapai pintu keluar Exit 8, yakni dengan menemukan anomali di tiap pengulangan. Bila ada anomali ia mesti kembali, jika tidak, perjalanan ke depan bisa diteruskan. 

Wujud anomalinya beragam. Salah satu yang paling mencekam adalah sewaktu laki-laki kantoran misterius dengan julukan "The Walking Man" (Yamato Kochi mencuatkan kesan misterius penuh ketidaknyamanan) yang selalu protagonis kita temui di tiap pengulangan, mendadak berperilaku "aneh". Pengarahan Genki Kawamura memaksimalkan nuansa atmosferik dari ruang liminal yang jadi latarnya. 

Exit 8 pun termasuk satu dari sedikit adaptasi yang mampu menangkap "rasa" dari permainannya secara sempurna. Bukan semata karena menit-menit awalnya dipresentasikan dari sudut pandang orang pertama, sebelum beralih ke format konvensional yang tetap diisi banyak take panjang. Seperti di versi game, tidak semua anomali berhasil disadari oleh si protagonis. Sebaliknya, akibat kurangnya ketelitian, sempat pula ia salah mengartikan situasi normal sebagai anomali.

Karena berkutat pada pengulangan, repetisi pun otomatis terjadi. Tapi Genki Kawamura memilih mempertahankannya, seolah menyadari bahwa kesan repetitif memang bagian dari pengalaman yang esensial dari The Exit 8. Ada satu hal menarik. Ketika menemukan keanehan yang cenderung mengancam, si protagonis tidak langsung kabur, bak dikuasai rasa penasaran akan anomalinya. Bodoh? Mungkin, tapi kebodohan serupa juga kerap dilakukan oleh pemain gimnya. Ini pun bentuk pemahaman terhadap materi aslinya.

Film ini bisa dinikmati semua kalangan, tapi penonton yang familiar dengan The Exit 8 bakal merasakan lebih banyak kekaguman sekaligus kekagetan, kala mendapati naskah buatan Genki Kawamura dan Kentaro Hirase membuat alurnya jadi jauh lebih tebal. Misal "The Lost Man" yang diberi cerita personal, saat menerima panggilan telepon berisi kabar kehamilan si mantan pacar (Nana Komatsu). 

Kazunari Ninomiya tampil mumpuni sebagai laki-laki yang terjebak dalam kebingungan menyesakkan, baik tentang lorong kereta bawah tanah yang mengurungnya, maupun bayi yang dikandung sang mantan. Pengembangan karakternya terpampang nyata di layar, yang berpuncak pada adegan "terjangan air bah" selaku momen paling menyentuh dalam filmnya. 

Situasi yang dihadapi karakternya pun bertransformasi jadi sesuatu yang lebih metaforikal dan filosofis. Bukan sebatas fenomena misterius, pula manifestasi ketersesatan jiwa individu, juga melambangkan rutinitas monoton yang perlahan menghilangkan sisi humanis seseorang, sebagaimana diperlihatkan oleh penelusuran tak terduga mengenai latar belakang karakter "The Walking Man". 

Bukan cuma memahami poin esensial materi aslinya, termasuk keberhasilan mengulangi pengalaman memainkan gimnya, film ini turut mengembangkannya, lalu membuatnya jauh lebih kaya. Saya punya sebuah pernyataan berani: Exit 8 merupakan film adaptasi game terbaik yang pernah dibuat sejauh ini. 

1 komentar :

Comment Page:
Eldwin Muhammad mengatakan...

Gak nyangka sih karakter NPC The Walking Man pun dikasih background story di filmnya.