REVIEW - WAKE UP DEAD MAN: A KNIVES OUT MYSTERY

Tidak ada komentar

Melalui Wake Up Dead Man, seri Knives Out kembali menunjukkan bagaimana whodunit modern semestinya dibuat. Misteri bertempo tinggi sarat kejutan yang kaya akan nuansa bersenang-senang lewat eksplorasi teknis bergaya, karakter penuh warna, pula penceritaan progresif yang punya sesuatu untuk diutarakan alih-alih sekadar parade kejeniusan sesosok detektif sombong. 

Kali ini takdir membawa Benoit Blanc (Daniel Craig) mengusut kasus pembunuhan di sebuah paroki pedesaan. Tapi secara berani, Rian Johnson selaku sutradara sekaligus penulis naskah baru memunculkan sang detektif selepas durasi menginjak menit ke-40. Berhiaskan cara-cara jenaka yang terkadang mengingatkan ke gaya bercanda Wes Anderson, kita lebih dulu berkenalan dengan para penghuni paroki. 

Jud Duplenticy (Josh O'Connor) adalah mantan petinju yang kini alih profesi menjadi pendeta muda. Dia baru ditugaskan sebagai asisten bagi Monsinyur Jefferson Wicks (Josh Brolin), selaku pemimpin dari paroki yang dinamai Our Lady of Perpetual Fortitude itu. Ada pula Martha Delacroix (Glenn Close), tangan kanan Monsinyur Wicks yang telah mengenalnya sejak kecil. 

Segera saja Jud menyadari berbagai keanehan di sana, termasuk perihal khotbah berapi-api sarat pesan kebencian yang tiap minggu Wicks lontarkan. Biarpun cuma segelintir jemaat tersisa, nyatanya mereka amat setia, bahkan bak mengultuskan sang monsinyur. 

Para jemaat terdiri atas sekelompok individu menarik: Nat (Jeremy Renner) si dokter yang tenggelam dalam alkohol pasca ditinggalkan istrinya, Vera (Kerry Washington) si pengacara beserta anak angkatnya, Cy (Daryl McCormack) si politikus gagal, Lee (Andrew Scott) yang novelnya tak lagi digandrungi pembaca, dan Simone (Cailee Spaeny) yang terpaksa berhenti menjadi pemain celo akibat cacat fisik. 

Setelahnya mayat ditemukan, TKP menyiratkan sebuah kejahatan mustahil, dan atas persetujuan Geraldine (Mila Kunis) selaku polisi setempat, Benoit Blanc pun turun tangan memandu penonton memungut remah-remah petunjuk dalam kereta misteri yang dibawa melaju kencang oleh Rian Johnson. Gerbong-gerbongnya tak pernah kosong, selalu diisi tanda tanya, kejutan, humor, atau momen-momen menyenangkan lain. 

Wake Up Dead Man tidak melulu tampil serius, kendati digarap dengan luar biasa serius. Pecinta whodunit akan mudah menangkap setumpuk referensi yang Johnson pakai, tidak terkecuali salah satu karya paling legendaris dari Agatha Christie yang telah mengajarkan banyak pembaca untuk mencurigai siapa saja, termasuk sang narator. 

Misteri tetap jadi bahan baku utama, namun Wake Up Dead Man menaburkan bumbu penyedap berupa olahan dinamika Benoit Blanc dan Jud Duplenticy. Sekilas keduanya mewakili kutub berlawanan. Jud selaku pendeta tentunya mengutamakan religiositas, sementara Blanc menolak eksistensi Tuhan. Pada pertemuan pertama keduanya, Johnson memperkenalkan motif visual menarik: cahaya. 

Semburat sinar surya menghangatkan paroki melalui sela-sela jendela. Selepas Blanc mengutarakan skeptismenya, cahaya itu secara subtil meredup, lalu pelan-pelan menggelap, sebelum kembali benderang seiring Jud menyampaikan sudut pandangnya perihal spiritualitas. 

Motif visual di atas diterapkan dengan lebih gamblang di klimaksnya, yang bukan sekadar ajang pamer deduksi penuh eksposisi, pula puncak dari eksplorasi naskahnya mengenai keimanan. Alhasil, selain Daniel Craig yang masih piawai menyulap presentasi hipotesis jadi monolog memikat, jajaran pelakon lain, khususnya Josh O'Connor dan Glenn Close, turut kebagian kesempatan memamerkan akting emosional mereka. 

Wake Up Dead Man bukan hendak mengadu believer dengan non-believer. Sebaliknya, misteri pembunuhan ini merupakan panggung bagi kedua sisi untuk saling melengkapi, dengan mementingkan kebaikan di atas sikap egosentrik yang hanya memedulikan perlombaan tentang "Siapa paling benar?". 

(Netflix)

Tidak ada komentar :

Comment Page: