REVIEW - NOW YOU SEE ME: NOW YOU DON'T
Pada babak puncak Now You See Me: Now You Don't, protagonisnya terjebak dalam kotak kaca berisi air. Mereka lolos pasca memecahkannya dengan cincin berlian. Kemampuan CGI meniadakan kemustahilan justru membuat sulap dalam film kehilangan pesona, yang kerap jadi batu sandungan seri Now You See Me. Tapi di sini, penulis naskah yang terdiri atas empat kepala bahkan enggan repot-repot memeras otak perihal trik sulap.
Setidaknya ada satu pujian patut disematkan: Deretan trik sulapnya tak lagi terasa bak ilmu sihir alih-alih keterampilan sang seniman ilusi. Semua memungkinkan dicapai, meski beberapa memerlukan bantuan teknologi mutakhir. Sayang, sebagai gantinya kreativitas justru direnggut.
Selang 12 tahun pasca film pertama, aksi tiga pesulap muda — Charlie (Justice Smith), Bosco Leroy (Dominic Sessa), dan June McClure (Ariana Greenblatt) — jadi pemantik reuni para Horsemen setelah sekian lama. J. Daniel Atlas (Jesse Eisenberg), Merritt McKinney (Woody Harrelson), Jack Wilde (Dave Franco), dan Henley Reeves (Isla Fisher) mesti melupakan konflik yang dahulu membuat mereka terpecah belah, untuk kembali memberi pelajaran bagi orang kaya korup.
Kali ini targetnya adalah Veronika Vanderberg (Rosamund Pike), pemilik perusahaan berlian yang terlibat pencucian uang berskala internasional. Pike habis-habisan menyuplai bobot emosi lewat totalitas aktingnya, berupaya menyulap Veronika sebagai antagonis dengan kerapuhan, tapi apa daya, penokohan dalam naskahnya kekurangan magnet. Veronika tak pernah terkesan memberi cukup ancaman bagi para jagoan.
Masih soal naskah. Kali ini perihal alur yang begitu tipis, cincin berlian pun tak diperlukan untuk menghancurkannya. Selama kurang lebih 112 menit, penonton hanya dilempar dari satu destinasi ke destinasi berikutnya, berkelana mengunjungi negara demi negara, sambil sesekali diselingi set-piece selaku medium memamerkan trik sulap ala kadarnya.
Ketimbang bercerita, Now You See Me: Now You Don't lebih tertarik mengecoh ekspektasi penonton lewat twist. Bukankah pertunjukan sulap sendiri tak menganaktirikan penceritaan sebagai pendukung triknya? Kendati beberapa kelokan harus diakui ampuh memberi efek kejut, film ini tak ubahnya aksi pesulap yang langsung naik panggung lalu tanpa basa-basi melempar ilusi. Hambar.
Penggambaran para Horsemen, yang nampak seperti tamu di film mereka sendiri akibat substansi peran yang pantas dipertanyakan, juga tidak kalah hambar. Dinamika antar karakter yang dulu amat berwarna kini terasa dingin, layaknya reuni canggung empat kawan lama. Barulah ketika Lula May (Lizzy Caplan) si ahli menyamar muncul dengan sarkasmenya, warna itu perlahan menampakkan semburatnya lagi.
Prancis jadi salah satu tujuan, di mana Horsemen (plus tiga pesulap muda), bertemu Thaddeus Bradley (Morgan Freeman) di tempat persembunyian. Sebagai cara mengisi waktu luang, mereka bergantian menunjukkan trik, yang oleh Ruben Fleischer selaku sutradara, dipresentasikan lewat satu take panjang yang tampak menggelikan.
Pengarahan Fleischer memang jadi masalah kedua setelah naskah. Di tangan sutradara yang piawai mengolah gaya dan lebih punya tenaga menyusun aksi, "maraton trik" di atas, atau bahkan momen "kabur menggunakan cincin berlian", bisa saja melahirkan spektakel keren.


Tidak ada komentar :
Comment Page:Posting Komentar