ARISAN! (2003)
Salah satu hal yang paling sering menjadi alasan saya untuk menonton kembali film-film yang sudah saya tonton dulu adalah guna melihat kembali apakah film tersebut masih bagus ditonton setelah lewat bertahun-tahun. Kemudian jika film itu adalah film lokal yang mengangkat sebuah isu tertentu, menarik juga untuk melihat apakah ceritanya masih relevan pada zaman sekarang. Hal itulah yang membuat saya kali ini menonton Arisan! yang selama ini hanya saya tonton di televisi. Film ini spesial karena banyak hal. Pertama jelas karena tema gay dalam naskah karya Joko Anwar ini sangat jarang muncul dalam perfilman Indonesia. Kedua adalah karena Arisan! masuk dalam jajaran film-film yang dianggap berperan besar dalam membangkitkan gairah perfilman tanah air bersama Ada Apa dengan Cinta dan Petualangan Sherina. Pada akhirnya berkat ketiga film ini jugalah Festival Film Indonesia kembali diadakan setelah vakum selama 12 tahun. Dalam FFI 2004 itulah Arisan! berhasil mendapatkan penghargaan sebagai Film Terbaik mengalahkan AADC dan Pasir Berbisik. Tidak hanya itu, ketiga pemainnya yakni Tora Sudiro, Surya Saputra dan Rachel Maryam juga masing-masing berhasil meraih piala kala itu. Film ini berhasil menjadi film terbaik diantara rangkaian film-film berkualitas yang kini sudah layak disebut legendaris tersebut. Jadi apakah Arisan! masih bagus dan yang paling penting masih relevan jika ditonton lebih dari satu dekade kemudian?
Filmnya bercerita tentang persahabatan antara Sakti (Tora Sudiro) dan Meimei (Cut Mini Theo) yang juga bekerja bersama di sebuah perusahaan interior design. Keduanya sendiri sama-sama punya permasalahan pribadi yang selalu menghantui pikiran mereka. Sakti adalah seorang gay yang merasa terganggu dengan orientasi seksualnya itu dan mencoba "sembuh" dengan rutin mendatangi seorang psikiater (Jajang C. Noer). Sakti sendiri menyembunyikan fakta itu dari Meimei dan ibunya sendiri karena takut akan mengecewakan mereka. Sakti juga ingin "sembuh" karena sebagai orang Batak ia merasa wajib melanjutkan garis keturunannya. Sedankan Meimei harus menghadapi kenyataan bahwa pernikahannya dengan Ical (Nico Siahaan) sudah tidak lagi hangat karena ketidak mampuan Meimei memberikan keturunan. Suatu hari Meimei memutuskan untuk ikut dalam sebuah arisan yang diikuti oleh seorang lagi sahabatnya, Andien (Aida Nurmala). Dari orang-orang yang tergabung dalam arisan itulah kita akan melihat kisah tentang mereka yang menganut pola hidup hedonisme dan memuja kemewahan. Kemudian masuklah Nino (Surya Saputra) dalam kehidupan keduanya. Nino sendiri adalah seorang gay yang awalnya hanya merupakan klien dari Sakti tapi beranjut menjalin romansa dengannya. Dari sinilah segala konfliknya semakin berkaitan dan bertambah rumit. Belum lagi berbagai sindiran dan sentilan akan isu sosial yang ditebarkan dalam filmnya lewat berbagai cara.
Bagi saya Arisan! merangkum filmnya sebagai sebuah cerminan mengenai kehidupan di Jakarta. Sebelum sampai pada kisah yang lebih spesifik, film ini sudah terasa menarik saat opening credit-nya dikemas dengan begitu menarik sekaligus memberikan gambaran umum bagaimana Jakarta saat itu mulai dari keramaian jalannya dan apa-apa saja yang ada disana. Dari situ saja film ini sudah terasa menarik, apalagi saat sudah mulai masuk lebih dalam secara perlahan pada cerminan-cerminan berikutnya yang disajikan dengan cukup cerdas. Ada banyak sindiran baik yang tersaji secara langsung maupun tersirat. Saya sendiri paling suka disaat dialognya memberikan sindiran pada berbagai macam hal secara cukup gamblang dan lugas tapi mungkin akan terlewatkan oleh banyak penonton karena hadir hanya sebagai obrolan santai bahkan "tidak penting" dalam kegiatan sehari-hari. Kemudian kisahnya pun mulai menyoroti arisan. Jadi kenapa arisan yang dipilih? Bukannya masih banyak hal lain yang banyak dilakukan oleh para hedonis seperti pesta atau clubing? Bagi saya karena kedua hal itu dilakukan untuk bersenang-senang dan pada akhirnya mereka memang bersenang-senang. Sedangkan arisan pada akhirnya seringkali digunakan justru untuk pamer barang-barang mewah dan kekayaan seperti yang muncul dalam film ini. Seolah semua itu jadi perlambang kepalsuan yang mengiringi mereka para pemuja kehidupan hedonisme.
Arisan! memberikan sindiran yang menggelikan dan mengena bagi mereka para sosialita. Ada banyak sindiran yang muncul dan lagi-lagi mayoritas muncul lewat dialognya yang cerdas. Tentu saja ada beberapa perbuatan mereka yang disindir disini seperti contohnya alasan mereka yang bisa dibilang bodoh saat memutuskan membeli barang "mewah" dengan harga mahal. Mereka membeli bukan karena mempertimbangkan kualtias tapi karena barang tersebut dipakai oleh para selebritis bahkan meski kualtiasnya biasa saja. Selain itu ada berbagai hal tentang alasan-alasan bodoh mereka lainnya yang mendasari perbuatan mereka. Selain itu Arisan! juga membahas hal-hal yang lebih "umum" seperti cinta, perselingkuhan, persahabatan, pengkhianatan serta konflik dan rahasia yang tersimpan diantara mereka. Namun tema-tema yang lebih umum itu berhasil menjadi pondasi yang begitu kuat sehingga filmnya yang berjalan lebih dari dua jam ini (127 menit) tidak pernah terasa membosankan. Semuanya tersaji dengan begitu kuat. Kisah cintanya terasa romantis meski dibumbui tema gay. Tapi toh semua kisah cinta sama saja, tidak peduli gay atau straight jika dikemas dengan baik semuanya bisa terasa romantis. Kisah persahabatannya pun bisa terasa menyenangkan ditonton. Menyenangkan karena sentuhan komedi yang diselipkan terasa efektif. Komedinya terasa cerdas, tidak konyol tapi ampuh untuk setidaknya memancing senyum.
Tidak hanya naskah Joko Anwar yang brilian serta pengarahan Nia Dinata yang cermat saja yang membuat filmnya berjalan begitu menarik. Akting bagus para pemainnya juga turut berkontribusi maksimal disini. Tora Sudiro memberikan akting terbaiknya sebagai seorang gay tanpa harus menjadi banci namun kita bisa merasakan ada sedikit kesan feminin pada sosok Sakti di film ini. Ini adalah masa dimana Tora Sudiro masih digadang-gadang sebagai salah satu aktor berbakat Indonesia yang bahkan hampir menyaingi Lukman Sardi kala itu. Ya, sebelum ia berkenalan dengan Rako Prijanto dan jatuh kedalam film-film komedi bodoh sang sutradara sebut saja Krazy Crazy Krezy, D'Bijis sampai yang terbaru Perempuan2 Liar. Cut Mini sebagai seorang wanita yang nampak kokoh di tengah timbunan masalahnya pun tampil baik, sama halnya dengan Surya Saputra dimana ketiga aktor diatas sanggup menjalin chemistry yang begitu kuat satu sama lain. Sedangkan Rachel Maryam mengemban tugas sebagai soso komedik yang bagi saya sukses memancing tawa dan terasa menghibur. Dari Rachel Maryam juga muncul quote favorit saya yang sukses membuat tertawa ngakak dalam film ini. Quote tersebut muncul saat karakter Lita mengaku ia menemukan majalah gay milik Sakti. Bunyi dialognya keduanya kira-kira seperti ini:
"Aku juga sempat liat-liat koleksi majalah abang, kutengoklah majalah yang itu."
"Majalah yang mana?"
"Yang itu lah bang, yang tak ada perempuannya lah"
Kalimat terakhir yang sebenarnya sederhana itu sukses membuat tawa saya lepas. Dan masih ada dialog lain dari Lita yang begitu lucu. Arisan! pun diakhiri dengan sebuah adegan yang diawali obrolan bertiga antara Sakti, Meimei dan Andien dimana obrolan tersebut dikemas dengan sangat keren, lucu dan terasa sebagai sebuah penutup yang positif, sama seperti niat Joko Anwar dalam membuat cerita ini, yakni menangkap kehidupan gay tidak dengan negatif namun dengan positif serta penuh harap. Pesan tentang be yourself pun sangat terasa dan berhasil mengena di ending tersebut. Pada akhirnya Arisan! sukses menjadi sebuah sentian sosial yang begitu mengena serta sanggup mengangkat tema yang cukup sensitif tanpa harus terasa terlalu serius ataupun menggurui. Sayangnya saya cukup terganggu dengan artikulasi dialog dalam film ini yang seringkali kurang jelas, dimana hal tersebut terjadi cukup sering dan mengganggu kenikmatan saya menonton film ini. Overall filmnya punya konflik kehidpuan yang rumit dan kompleks namun disajikan secara ringan bahkan lucu seperti tagline-nya, "A happy picture about unhappy people!" Dan jika membahas kembali pertanyaan saya diawal postingan mengenai apakah film ini masih relevan, jawabannya adalah masih, sangat masih. Semua sindiran tentang sosialita, homoseksual, perselingkuhan dan lain-lain masih dan akan selalu relevan. Bahkan sindiran tentang Wakil Presiden pun masih relevan (Ups!)
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
1 komentar :
Comment Page:keren bener lah ini film
Posting Komentar