NOSFERATU: A SYMPHONY OF HORROR (1922)

Tidak ada komentar
Inilah film disaat Vampir/Dracula belum banyak digambarkan sebagai sosok bangsawan berpakaian trendi atau pria tampan berkulit pucat pemikat hati wanita. Film Jerman garapan F. W. Murnau ini tidak hanya tercatat sebagai salah satu film pertama yang mengangkat kisah Dracula milik Bam Stoker tapi juga salah satu yang paling influential dalam perkembangan film horror. Naskah tulisan Henrik Galeen memang mengambil banyak aspek dari novel Bam Stoker, tapi karena tidak mendapat hak resmi (yang membuat istri sang novelis mengajukan tuntutan di pengadilan dan berujung pada pemusnahan hampir semua copy film ini) maka dibuatlah beberapa perubahan. Sebagai contoh nama "vampire" diubah jadi "nosferatu", dan "Count Dracula" menjadi "Count Orlok". Dirilis 93 tahun yang lalu, maka jangan heran saat mendapati Nosferatu sebagai sebuah film bisu dan bertutur hanya lewat gambar, musik, serta beberapa cue kalimat yang muncul di sela-sela adegan. Tapi mungkinkah dengan usia yang hampir satu abad film ini masih relevan untuk zaman sekarang?

Thomas Hutter (Gustav von Wangenheim) adalah pegawai real estate yang bekerja untuk Knock (Alexander Granach). Suatu hari Hutter ditugaskan untuk mendatangi seorang klien bernama Count Orlok (Max Schreck) yang tinggal di Transylvania. Dengan penuh semangat karena mendapatkan klien kaya raya, Hutter pun melakukan perjalanan jauh, meninggalkan sang istri Ellen (Greta Schroder) dalam kekhawatiran. Di tengah perjalanan sesungguhnya Hutter sudah diperingatkan untuk tidak menuju kastil Count Orlok karena disana banyak terdapat hal-hal misterius, tapi karena ketidak percayaannya akan hal gaib, Hutter terus melanjutkan perjalanan. Sesampainya disana, ia disambut oleh Count Orlok yang memang tampak misterius. Tapi perasaan takut baru mulai menyeruak dalam diri Hutter saat Count Orlok mulai menunjukkan ketertarikan akan darah. Dari situlah horror sesungguhnya dimulai saat Count Orlok mulai menyebarkan terornya.
Apakah film ini masih menakutkan? Saya jawab tidak. Jika ada yang menyebut film ini menyeramkan secara keseluruhan, maka entah dia adalah penakut luar biasa atau seseorang yang ingin pamer bahwa dia bisa menikmati film jaman dulu. Bukan hanya tidak lagi terasa menakutkan, Nosferatu: A Symphony of Horror juga sering terasa menggelikan. Tidak hanya teknologi, pengemasan narasi film masa lalu belumlah sebaik sekarang, bahkan untuk cerita sesederhana ini. Begitu banyak plot hole dan motivasi karakter yang tidak masuk akal. Tendensi penonton di era itu yang sudah tersihir oleh gambar bergerak dan tidak terlalu mempedulikan nalar mungkin jadi salah satu penyebabnya (well, bahkan di masa sekarang pun tidak jauh beda). Salah satu aspek yang membuatnya terkadang menggelikan adalah dramatisasi. Saya bisa membayangkan penonton pada masa itu bergumam "ooowh..." sambil tersenyum saat melihat romansa Hutter dan Ellen. Tapi dari kaca mata sekarang itu berlebihan. Begitu pula dengan gestur dimana semakin chaos suatu adegan, semakin berlebihan dan menggelikan gesturnya. Tapi itu memang "keharusan" dari sebauh film bisu supaya penonton bisa menangkap maksud dan feel adegan tanpa perlu dialog.

Jadi film ini tidak mengerikan dan sering menggelikan, lalu kenapa saya masih memberikan rating positif? Secara horror Nosferatu memang tidak mengerikan, tapi sebagai film menyeluruh ini adalah masterpiece. Mengatakan film ini jelek karena dua poin diatas sama saja menyebut Einstein bodoh karena tidak bisa menggunakan komputer, atau menyebut temuan telepon Graham Bell sebagai temuan ketinggalan jaman. Saya yakin jika F. W. Munrau hidup di era sekarang, ia akan sanggup membuat horror yang bahkan lebih seram dari The Conjuring sekalipun. Kepiawaian Munrau terlihat dari bagaimana dia sanggup menciptakan suatu atmosfer kuat lewat gambar. Horror yang tersaji bukan dari adegan mengagetkan atau penampakan menyeramkan berulang-ulang, tapi lewat suasana yang secara tidak sadar menghantui bawah sadar penonton. Munrau bisa membuat saya membayangkan betapa mengerikannya suasana disaat Nosferatu mengambil alih kapal hanya dengan satu adegan dan kalimat dengan intin "kapal itu telah berubah menjadi kapal kematian". Perasaan yang sama juga hadir saat Nosferatu memasuki rumah Hutter. Kita tidak melihat sosoknya, hanya bayangan creepy dengan kuku-kuku tajam menaiki tangga, membuka pintu, lalu menggerayangi Ellen. 
Bukti lain kejeniusan Munrau dalam mengemas gambar adalah penggunaan filter warna. Dengan kamera dan lighting seadanya memang bakal menyulitkan untuk mengambil gambar di kegelapan, padahal film ini mayoritas ber-setting gelap entah itu malam hari atau ruangan minim cahaya. Untuk itu Munrau menggunakan berbagai filter warna di setiap situasi berbeda. Biru untuk malam dan gelap, merah muda untuk senja dan fajar, kuning untuk siang hari/suasana terang. Selain berguna untuk membangun suasana, warna-warna ini mempermudah penonton mengetahui setting waktu. Dengan akting yang banyak mengandalkan gestur serta permainan filter, Nosferatu memang terasa seperti sebuah pementasan teater yang dijadikan film. Permainan suasana masih diperkuat dengan penampakan Count Orlok/Nosferatu yang diperankan Max Schreck. Tanpa memandang rendah aktingnya yang kuat di gestur dan ekspresi, faktor utama yang membuat sosok itu menyeramkan adalah divisi make-up. Gigi taring, telinga tajam, cakar panjang, dan mata seperti mata kucing adalah tampilan menyeramkan. Saya yakin jika pada suatu malam saya membuka jendela dan melihat sosok ini di depan mata, I'll scream like a bitch.

Diluar naskahnya yang banyak menciptakan lubang menganga, saya kagum pada bagaimana Henrik Galeem mentransformasikan sosok vampir di dunia nyata. Alih-alih menciptakan teror vampir, dia membuat suasana masyarakat yang penuh ketakutan dengan wabah penyakit misterius. Ada nuansa kuat dari kengerian wabah Black Death yang menewaskan banyak jiwa itu. Alhasil kehadiran sosok Nosferatu bukan hanya terasa sebagai dongeng horror tapi sebuah teror yang nyata di kehidupan sehari-hari. Fakta bahwa cara memusnahkan sang monster dengan distraksi dari seorang wanita juga menggambarkan dengan sempurna obsesi Count Orlok (Count Dracula) pada wanita. Memang pada kisah Dracula ada unsur lust yang begitu kuat menggerakkan karakternya. Nosferatu: A Symphony of Horror tidak hanya masterpiece dalam dunia horror yang sempurna dalam menciptakan teror berbasis suasana, tapi juga gambaran kegelapan dan iblis yang bisa segera hadir dalam diri manusia saat obsesi serta nafsu menguasai, menjadikan mereka lebih mirip binatang daripada manusia. Lihatlah Nosferatu, daripada sebagai Count Dracula yang ningrat, ia adalah hewan, ia adalah monster.

Tidak ada komentar :

Comment Page: