LAGGIES (2014)
I love Keira Knightley, I love Chloe Moretz, and Sam Rockwell is a good actor. Posternya lucu, judulnya unik, dan saya amat menyukai karya Lynn Shelton sebelumnya, Your Sister's Sister. Meski Laggies bukanlah mumblecore seperti beberapa film Sheldon sebelumnya, tetap saja saya yakin gaya itu tidak akan sepenuhnya hilang. Berbagai faktor itulah yang membuat saya tertarik akan film ini. Bayangkan Knightley, Rockwell dan Moretz bertukar dialog cerdas yang menggelitik. Disini Keira Knightley berperan sebagai Megan, wanita berusia 28 tahun yang mempunyai pekerjaan tidak penting di kantor sang ayah. Saat ini dia tinggal serumah dengan pacarnya semenjak SMA, Anthony (Mark Webber). Dalam kesehariannya, Megan juga masih sering hang-out bersama tiga sahabatnya sedari SMA. Sampai pada saat menghadiri pesta pernikahan sang sahabat, Megan mendapati dua hal yang amat mengejutkan dirinya. Pertama Anthony melamarnya, dan kedua ia meihat sang ayah tengah berselingkuh.
Masih dalam keadaan terpukul, Megan yang hendak membeli minuman bertemu dengan seorang gadis SMA, Annika (Chloe Moretz) dan teman-temannya. Berawal dari permintaan Annika pada Megan untuk membelikan minuman, keduanya pun menghabiskan malam bersama, hingga akhirnya berteman dekat. Annika sendiri adalah remaja yang kesepian setelah sang ibu pergi meninggalkannya, dan sang ayah (Sam Rockwell) tidak terlalu dekat dengannya karena kesibukan sebagai pengacara. Megan yang merasa butuh waktu seminggu untuk menenangkan diri pun memilih tinggal sementara waktu bersama Annika dan sang ayah. I like this movie and honestly I wanna love it...but I can't. Formulanya biasa saja dengan plot tentang cinta segitiga dan pencarian makna hidup yang predictable. Tapi dengan arahan Lynn Sheldon, naskah (lumayan) cerdas Andrea Seigel dan akting para pemainnya, Laggies tidak berakhir seperti rom-com cheesy yang sempat populer 4-5 tahun lalu.
Adegan pembukanya yang menampilkan Keira Knightley bertingkah konyol lalu memutar-mutar papan sambil menarik sudah membuat saya tertawa dan langsung terfokus pada filmnya. Opening tersebut sudah mengunci saya, dan itu pertanda bagus. Untuk urusan memancing tawa, film ini memang jagoan. Dialognnya lucu tanpa harus menjadi bodoh, dan tingkah laku karakternya pun mengundang tawa tanpa harus tampak idiot. No offense, tapi saya bakal lebih mudah tertawa melihat sosok seperti Keira Knightley melucu dengan bertingkah konyol daripada komedian macam Melissa McCarthy. Tentu saja hal ini turut dibantu skill komedi Knightley yang cukup baik, tapi bukankah melihat aktris cantik dengan kesan anggun melucu jauh lebih menghibur? That's why everybody love Emma Stone or Jennifer Lawrence. Masih ada Sam Rockwell yang eksentrik dan selalu mencuri perhatian, tapi pusat komedi flm ini adalah Knightley. Aktris satu ini bisa berakting bagus tapi ada sisi overacting dalam yang sering mengundang kritikan dalam performanya. Untunglah sisi itu terasa sempurna jika ditransformasikan dalam penampilan komedik seperti ini.
Sayang harapan saya akan pertukaran dialog seru antara Knightley-Moretz-Rockwell tidak menjadi kenyataan. Hal ini dikarenakan karakter Annika-nya Chloe Moretz tidak mengakomodir sang aktris melakukan itu. Annika memang remaja terlalu cepat dewasa yang bandel, suatu tokoh yang amat sempurna dan sering diperankan Moretz. Tapi satu hal yang kurang adalah mulut pedas. Sedikit tersia-sia talenta Chloe Moretz saat dia harus lebih "tertata" seperti ini. Tapi begitulah karakternya, dan Moretz memberikan performa terbaik dalam batasan itu. Saya hanya berharap kegilaan yang lebih. Overall komedinya sangat berhasil, apalagi di awal pada saat film belum memasuki konflik utama. Karena itulah saya menyukai film ini, dan karena keberhasilannya menghibur itu yang membuat saya ingin mencintainya. Tapi tidak bisa karena memasuki fase konflik, porsi dramanya jauh dari kata maksimal. Formula klise amat bisa menjadi bagus jika digarap maksimal. Mulai drama percintaan, kisah ayah dan anak, sampai pesan move on with your life tidak tersampaikan dengan baik.
Khusus untuk tema yang disebut terakhir, film ini punya potensi untuk menjadi lebih dalam. Hal itu adalah sesuatu yang begitu dekat dengan kehidupan sosial hampir semua orang saat ini, disaat kita tidak sanggup berjalan maju demi kehidupan yang lebih baik karena masa lalu terus mengikat kita. Terlebih lagi, masa lalu disini bukan sekedar pacar masa lalu yang klise tapi totally kehidupan masa lalu seperti teman-teman. Tapi tidak ada yang benar-benar mengena dalam sentuhan dramanya. Bahkan pemilihan untuk bermain aman dalam konklusi membuat pesannya "salah masuk". Saya paham konklusinya coba bertutur bahwa kita harus berani mengambil keputusan sesuai dengan kata hati dan beranjak maju, tapi yang saya rasakan justru sebuah tindakan "brengsek" yang kurang berperasaan. Disitulah kegagalan fatal film ini. Tanpa kekurangan itu Laggies sudah terasa kosong dengan drama yang tidak mendalam, tapi pesan yang tidak sampai bahkan memberikan kesan yang berbanding terbalik tentu saja fatal. Itulah yang membuat saya tidak bisa mencintai film ini, meski berkat sentuhan komedi dan penampilan Keira Knightley (and her weird expression) saya mendapat hiburan menyangnkan.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Comment Page:Posting Komentar