THE MIMIC (2017)

19 komentar
Ada kalanya suatu cerita membutuhkan kemasan film panjang demi mewadahi eksplorasi menyeluruh. Sebaliknya, ada yang lebih efektif bila dipresentasikan dalam bentuk film pendek. The Mimic, selaku film horor Korea Selatan pertama yang mengumpulkan sejuta penonton sejak Killer Toon (2003) termasuk jenis kedua. Kita dibawa melihat usaha sutradara sekaligus penulis naskah, Huh Jung, memanjangkan paksa jalinan kisah ketika kombinasi beberapa poin-poin alur sejatinya sudah cukup, tanpa perlu penambahan tuturan maupun karakter yang berakhir hambar lalu terbuang percuma.

Ambil contoh momen pembuka kala sepasang pria dan wanita membunuh, kemudian menyembunyikan mayat seorang wanita (sepertinya kekasih si pria) dalam gua di gunung Jang yang membangkitkan iblis berkemampuan meniru suara manusia. Berikutnya, tokoh-tokoh itu tidak penting lagi peranannya. Huh Jung memberi mereka problematika tanpa mengangkatnya lagi, menjadikannya tak berguna. Pun siapa penyegel sang iblis urung dipaparkan lebih lanjut. Karakter yang tampil sekilas semata untuk membantu eksposisi cerita (detektif dan wanita buta) serta poin plot yang dibiarkan tertinggal hingga memancing lubang alur banyak bertebaran di The Mimic.
Konflik utamanya sederhana. Pasangan suami istri, Hee-yeon (Yum Jung-ah) dan Min-ho (Park Hyuk-kwon) masih bergulat dengan tragedi hilangnya putera mereka. Hee-yeon khususnya, belum sanggup merelakan dan (merasa) melihat kehadiran sang putera. Sampai keduanya menemukan gadis cilik misterius di tengah hutan, yang rupanya mengawali teror iblis yang terinspirasi dari legenda daerah Harimau Jangsan. Sumber dari mitologi setempat, ditambah sentuhan drama ibu-anak tentunya merupakan modal memadahi, yang sayangnya, tersia-sia akibat Huh Jung kurang cakap bernarasi.

Berniat merangkai horor artistik berujung senjata makan tuan. Huh Jung sibuk memasukkan momen-momen metaforikal seperti "memancing mangsa" lewat penampakan lampu LED pengusir nyamuk sampai "mendaki menuju cahaya" di klimaks yang tak terasa pintar karena terlampau literal. Dia pun lebih gemar menggulirkan tempo lambat berisi keseharian ketimbang mengurusi mitologi menarik seputar Harimau Jangsan. Alhasil pertanyaan-pertanyaan  kalau tidak boleh disebut lubang  terlupakan, entah kehabisan waktu atau kesengajaan demi menyandang status horor "elegan" atau "cerdas" yang menyimpan rapat-rapat jawaban atas misteri. 
Menjadi kontradiktif sewaktu di tengah usaha tampak pintar, keklisean akut justru menghiasi, sebutlah Hee-yeon yang mengejar puteranya di jalan hanya untuk mendapatinya menghilang, adegan menabrak hewan, paranormal yang menyuruh protagonis pergi dengan petuah ambigu nan aneh yang pastinya tidak bakal berhasil. Keklisean serupa menghalangi dampak emosi porsi dramanya kala Huh Jung lagi-lagi mengandalkan cara standar macam halusinasi atau teriakan frustrasi Hee-yeon sebagai gambaran goncangan psikis. Itu belum jadi pendalaman yang cukup guna menjustifikasi pilihan karakternya di akhir, apalagi memancing simpati. Setidaknya Yum Jung-ah mencurahkan segala daya upaya meluapkan emosi. 

Penyelamat terbesar yang membuat The Mimic terangkat derajatnya dari horor medioker jadi suguhan layak tonton adalah jump scare. Huh Jung cerdik menggabungkan hentakan mengejutkan berbasis timing sempurna dan musik penusuk telinga dengan sederet gambar-gambar beserta tata suara creepy. Hasilnya mengagetkan pula mengerikan, prestasi yang tidak semua jump scare berhasil capai. Bahkan false alarm sampai kejutan beruntun pun efeknya maksimal. Puncaknya saat dukun pemuja Harimau Jangsan menampakkan diri, merealisasikan mimpi buruk di layar lebar. Ambil sebagian klimaks dan secuil latar belakang, The Mimic akan menghasilkan film pendek berdurasi 20 menit yang luar biasa.

19 komentar :

Comment Page:
Teguh Yudha Gumelar mengatakan...

gue nunggu review film ibu yang datang kembali , hehehe

Rasyidharry mengatakan...

Baru mau nonton ini :D

Akbar Pradhana mengatakan...

Sip lah. Ditunggu reviewnya bang rasyid! Besok mau nonton. Tapi takut filmnya jelek.

Akbar Pradhana mengatakan...

Maksudku review pengabdi setan

Eko Prasetyo mengatakan...

ibu menunggu review mu dek rasyid

Teguh Yudha Gumelar mengatakan...

4dx bukan kang nontonnya ? penasaran sama sensai 4dx nya apakah bagus atau ngga

Teguh Yudha Gumelar mengatakan...

ampuni aku ibu

Rasyidharry mengatakan...

Nggak, akhir bulan :D

Rasyidharry mengatakan...

Bagus kok. Review malam nanti paling :)

Rasyidharry mengatakan...

Bangke ini siapa haha

hilpans mengatakan...

Bung review skaligus dunk tg pengabdi setan tahun 1980 dan 2017, dalalm satu review atau dalam dua review juga gak apa apa deh

nouvaleka mengatakan...

Yang 1980 kan udah direview ama bang rasyid.

Teguh Yudha Gumelar mengatakan...

hahaha
gue udah book tiket sih ntar sabtu buat 4dx, ntar gue share pengalaman deh
tapi filmnya bagus kan?
kira kira bagus juga kalo format 4dx

Teguh Yudha Gumelar mengatakan...

kang rasyid kan udah nonton nih, jd phobia denger lonceng ga?

hilpans mengatakan...

Oh iy sudah ad dink..ok deh..brusan saya liat lg d search.ny..sip..mantap deh nih pengabdi setan..dtunggu deh bung rasyid

Rasyidharry mengatakan...

Phobia lihat wig gara-gara cameo Joko haha

Rasyidharry mengatakan...

Sip, sedang diselesaikan :)

Teguh Yudha Gumelar mengatakan...

lah muncul cameo lagi dia
goblok
kenapa kita ngobrolin pengabdi setan di lapak film lain
bener bener hype nya tinggi banget nuh pengabdi setan

AntiAge mengatakan...

Baru nonton, banyak lubangnya emang, itu yg bunuh cewe diawal akhirnya gimana? Suaminya ilang gimana? Soalnya pas dia mecahin kaca bilangnya jatuh dari lubang atas
Btw saya nonton film ini bukannya takut malah mewek haru biru wkwk