SKYSCRAPER (2018)

14 komentar
Skyscraper is one hell of a stupid movie. Bahkan bila disandingkan bersama judul-judul lain yang dibintangi Dwayne Johnson, sebutlah G.I. Joe: Retaliation, San Andreas, hingga Rampage. Saya bisa, bahkan harus mentoleransi kemampuan para karakter, yang sanggup melompat lebih jauh dari atlet lompat jauh dan punya refleks bergelantungan lebih kuat dibanding jagoan gimnastik. Semua demi terciptanya blockbuster popcorn. Tapi ketika gedung pencakar langit tertinggi di dunia yang membuat Burj Khalifa tampak bak tiang panjat pinang dapat diambil alih memakai taktik non-imajinatif sedemikian mudah, saya pun yakin toleransi terhadap kebodohan demi eskapisme ada batasnya.

Namun ini filmnya Dwayne “The Rock” Johnson, yang berkat ototnya mampu membabat habis musuh-musuhnya, sebagaimana karismanya selaku action hero membabat rasa janggal yang menyelimuti otak tiap kali kebodohan menyeruak. Johnson memerankan Will Sawyer, mantan anggota FBI yang mesti kehilangan kaki kanannya pasca sebuah misi berakhir fatal. 10 tahun berselang, setelah menikahi Sarah (Neve Campbell) dan dianugerahi dua anak, Will menjadi kepala keamanan “The Pearl”, gedung tertinggi di dunia sekaligus arkologi yang terletak di Hong Kong. Dengan status tersebut, wajar bila berasumsi sistem keamanannya kelas satu. Pun empunya gedung,  Zhao (Chin Han), berpikiran demikian.

Sampai sekelompok teroris beraksi, menguasai pusat kontrol yang berada di luar gedung secara mudah, seolah keamanannya didesain oleh seorang amatiran. Poin ini bisa dimaafkan, karena fungsinya sebagai pembuka jalan. Ini adalah kebodohan yang diperlukan. Tapi tatkala sutradara Rawson Marshall Thurber (We’re the Millers, Central Intelligence) yang merangkap penulis naskah menyuapi penonton dengan kebodohan nyaris di tiap persimpangan guna menjaga alurnya berjalan, rasanya berlebihan. Di satu titik misalnya, Zhao disudutkan oleh teroris, sementara bodyguard-nya diam-diam siap menarik pelatuk. Belum waktunya Zhao tertangkap, namun si teroris belum boleh dihabisi pula. Apa yang terjadi berikutnya membuat garuk-garuk kepala.

Blockbuster popcorn yang baik, menempatkan karakter dalam situasi di mana opsi menipis dan mereka menyelamatkan diri dengan cara-cara tak masuk akal. Sedangkan di Skyscraper, ancaman hadir akibat kebodohan karakternya sendiri. Bagi Thurber, tak masalah terlalu banyak kebodohan asal aksi bombastis dapat terus berjalan. Puncak “The Pearl” memiliki ruang berbentuk mutiara, yang menurut Zhaoe patut disebut keajaiban dunia kedelapan. Apa gunanya bagi gedung itu patut dipertanyakan, yang jelas ruangan ini ada karena Thurber ingin menciptakan klimaks berupa versi futuristik dari Enter the Dragon (1973). Sebelumnya, ia pun menampilkan “versi murah” dari momen ikonik Tom Cruise di Mission: Impossible – Ghost Protocol (2011). Bedanya, ini kental CGI.

Tapi Dywane Johnson tetap Dwayne Johnson, yang membuat segalanya terasa mungkin. Bukan berarti saya yakin ia bisa melompat dari crane besar menuju gedung pencakar langit, tetapi dalam realita film hiburan, di mana situasi tak wajar perlu diterima demi kepuasan, Johnson termasuk satu dari sedikit aktor sekarang yang membuat penonton takkan berat hati menerima hal-hal di luar nalar itu. Thurber memahami kelebihan aktornya, lalu melimpahkan setumpuk aksi bombastis untuk dilakoni. Walau visi Thurber soal “kehancuran masal yang melibatkan The Rock” belum sehebat Brad Peyton (San Andreas, Rampage), pun secara mengejutkan kuantitasnya tak terlampau padat, deretan laga over-the-top milik Skyscraper cukup menjadi obat yang ampuh menetralisir pusing akibat kebodohan filmnya.

Kelebihan utama Thurber justru bukan merajut kesan bombastis (pilihan sudut gambarnya kurang “memuja” kehancuran megah layaknya Peyton), melainkan timing. Thurber tahu kapan mesti memunculkan sebuah momen supaya menghentak, mengejutkan, bahkan menegangkan, tidak peduli seberapa jauh momen itu dari nalar. Kebodohan Skyscraper memang kerap keterlaluan, namun kombinasi Thurber-Johnson di tatanan laga nyatanya bukan bencana. Hukumnya selalu sama: ketika anda mendatangi bioskop murni mencari hiburan, lalu melihat wajah Dwayne Johnson di poster, tak perlu mengecek premis atau judul. Santap saja, dan seperti narkoba, kenikmatan sesaat niscaya anda rasakan.

14 komentar :

Comment Page:
Badminton Battlezone mengatakan...

Mungkin kita udah dibrainwash sejak jaman wwf smackdown. Sekalah apapun musuh,kalau the rock sudah datang,hal epic terjadi dan yang tak mungkin bisa menjadi mungkin. "if you smell what the rock is cookin"

Muhammad Faisal Aulia mengatakan...

Kebetulan saya nonton ini semalam bareng sama Ant-Man and Asap, jujur saja film bodoh sejujur nya adalah Ant Man, that is naskah garing, boring , pening, bikin pusing lagi. Malah saya lebih salut upaya dan lbh merasakan ketegangan di Skyscrapers. #gantisutradarantman #kembalikan Edgar Wright

Saya bukan pencari hiburan, tp honestly hiburan penuh kebodohan hanya di Ant Man. Sekian :v

Rasyidharry mengatakan...

@Badminton Oyeah, di atas ring semua kudu sembah sujud sama The Rock!

@Muhammad Oh sure. Ant-Man has to be stupid. Kalau nggak mana bisa jalan itu plot manusia semut. There's a big different between "out-of-this-world-stupid" sama "really-really-stupid". Tapi kalau Edgar Wright balik jadi sutradara, well, could be interesting. Selama mau diatur. Kalau nggak, buang aja :D

Anonim mengatakan...

Jadi ingat salman khan di film film blockbusternya xD

Maskur mengatakan...

Selalu terhibur sama si botak ini mah :)

Nas mengatakan...

G pernah minat nnton di bioskop untuk film2 yg dibintangi The Rock (kecuali franchise FF) . Aktingnya jelek, ngejokes juga terasa kaku bagi gue.

Rasyidharry mengatakan...

@nasrullah Ya emang nggak perlu akting kelas Oscar buat film-film stupid fun begini. Bisa kurang cocok malah. Dan The Rock punya karisma, star power, yang di blockbuster, sama, malah kadang lebih dibutuhkan dari akting. Well, that's part of "acting" too.

Unknown mengatakan...

Posternys seperti kurang meyakinkan

Unknown mengatakan...

Banyak hal aneh sih di jalan ceritanya dan terselamatnya karna Dwayne Johnson jadi intinya nontonnya gak usah mikirlah cukup nikmatin adegan action nya dan kita bakalan terhibur

Anonim mengatakan...

kok gka paham ya? emang apa hubungannya sama edgar wright?

Nas mengatakan...

Bagi gue sih dia boring. Untuk tim botak, masih berkarisma Bruce willis, Jason Stathan atau Johnny Sins. 😂😂

Rasyidharry mengatakan...

@nasrullah Nah beda jenis karisma itu. Statham & Willis itu gahar, kalau The Rock family guy.

Unknown mengatakan...

kalau nonton film the rock ngakak terus bawaannya masih teringat San Andreas tau ada mega tsunami bukannya kabur eh malah di terjang pakai kapal sama Rampage The Rock ngalahin buaya monster raksasa one on one wedaaan serasa nonton Chuck Norris tapi justru itu sih yg bikin filmnya The Rock iconic.

Rasyidharry mengatakan...

@Asep Haha yes, itu dia. Action hero ala-ala 80-90an yang sendirian bisa ngalahin apa pun. Di Hollywood modern cuma The Rock yang gitu. Kalau Bollywood paling Salman.