THE AVENGERS (2012)
Penantian sekitar empat tahun tersebut akhirnya usai. Tentu semua orang mulai dari para pecinta komik hingga penyuka film biasa seperti saya ini begitu terkejut saat di credit-scene film Iron Man muncul Nick Fury yang berkata mengenai Avengers Initiative. Saat itulah proyek super ambisius dari Marvel untuk menggabungkan apra superhero dalam satu film dimulai. Saya sendiri cukup antusias menantikan The Avengers meskipun rasa pesimistis cukup menghantui pada awalnya. Menggabungkan banyak superhero artinya akan ada banyak tokoh yang muncul dan mereka harus mendapat porsi yang seimbang, dan itu jelas bukan hal yang mudah. Saat kursi sutradara jatuh kepada Joss Whedon saya masih tidak terlalu optimis walaupun dia adalah kreator Buffy: The Vampire Slayer sekaligus pecinta komik dan sempat menjadi penulis beberapa jilid komik X-Men. Okelah saya yakin dia akan bisa memuaskan pecinta komik yang menonton filmnya tapi apa dia mampu memuaskan penonton yang bukan para pecinta komik? Tapi optimisme saya mulai membumbung saat film yang naskahnya ditulis oleh Whedon, Cabin in the Woods mendapat pujian luar biasa. Okelah itu film horror tapi setidaknya itu cukup membuktikan kapasitas Whedon sebagai penulis naskah yang handal. Apalagi saat review bagi The Avengers mayoritas positif dimana untuk Rotten Tomatoes film ini mencapai angka 93%. Jadi apakah penantian panjang tersebut akan terbayar?
Dasar ceritanya biasa saja dan tidaklah rumit, yaitu mengenai usaha Loki (Tom Hiddlestone) yang masih menyimpan ambisi sebagai raja untuk menebar kekacauan di Bumi dan membuat umat manusia tunduk padanya. Untuk itulah dia berusaha menguasai kekuatan tanpa batas yang terdapat di Tesseract yang sebelumnya kita sebagai senjata yang dipakai oleh Hydra di Captain America: The First Avenger. Benda itu sendiri sekarang dimiliki oleh S.H.I.E.L.D dan sedang diteliti oleh Erik Selvig (Stellan Skarsgard) dibawah pengawasan Nick Fury (Samuel L. Jackson). Setelah Loki berhasil merebut Tesseract, Bumi terancam kehancuran karena Loki ternyata berniat mendatangkan "pasukan" untuk menyerang Bumi. Saat kekuatan yang ada dirasa sudah tidak mampu menandingi Loki, maka proyek Avengers yang sempat terhenti kembali dilakukan dimana para superhero yang rasanya tidak perlu lagi saya sebut satu persatu mulai dikumpulkan. Tapi ternyata yang harus mereka hadapi bukan hanya niat jahat dari Loki dan ribuan pasukannya namun juga benturan ego dari masing-masing superhero tersebut.
Cerita dalam The Avengers jelas mencirikan film-film musim panas yang ringan dan tidak sulit dicerna. Tapi naskah Joss Whedon menjadikan kisah yang ringan itu tidaklah basi dan tetap berbobot. Saya sendiri adalah satu dari banyak orang yang menganggap The Dark Knight itu film superhero terbaik sepanjang masa. Tapi saya sendiri tidak memungkiri bahwa film Nolan tersebut lebih kental nuansa crime dan sengaja dibuat lebih realistis sehingga unsur komikalnya tidak terlalu kental, dan saya rasa para pecinta komik butuh sebuah film adaptasi komik yang tidak hanya berkualitas namun juga ringan dan memilik unsur komik yang kental. Selama ini film-film Marvel (hanya yang termasuk dalam Marvel Cinematic Universe) selalu bernuansa seperti itu dalam artian ringan, mudah dicerna, tidak gelap tapi tetap berbobot. Dan The Avengers memang adalah puncaknya. Joss Whedon benar-benar tahu apa yang diharapkan oleh semua golongan penontonnya. Akhirnya jadilah film ini menjadi film dengan suasana yang ringan, tidak gelap, punya adegan aksi yang heboh dan efek yang memanjakan mata, dialog-dialog yang ringan dan banyak selipan humor namun tidak berkesan murahan, dan yang paling penting adalah film ini tidak asal menebar ledakan layaknya film-film Michael Bay tapi juga punya hati.
Jujur saat film dibuka saya benar-benar merasakan kurang greget. The Avengers dibuka dengan membosankan sampai pada akhirnya Loki muncul dan tensi perlahan naik. Kemudian selama kira-kira satu jam lebih Joss Whedon diluar dugaan berani menampilkan apa yang seringkali dilupakan oleh para pembuat film blockbuster, apalagi kalau bukan penggalian konflik antara karakternya. Tiap karakter disini sudah digali latar belakangnya lewat film mereka masing-masing, jadi yang sekarang ditampilkan adalah konflik mengenai penyatuan ego disaat mereka harus menjadi sebuah tim. Masing-masing dari mereka punya ego dan kepentingan pribadi yang mereka perjuangkan. Selama lebih dari setengah durasi kita akan ditunjukkan pada konflik-konflik tersebut sehingga saat pada akhirnya para superhero ini mulai menanggalkan ego pribadi dan bersatu sebagai tim, kepuasan yang dirasakan penonton jauh lebih besar. Coba bayangkan jika Whedon malas menampilkan konflik tersebut dan memilih pendekatan instan dengan langsung menggabungkan para superhero tanpa konflik antar personal dan mereka sudah langsung kompak terjun ke medan perang. Pastinya akan terasa hambar.
Tapi konflik tersebut sekali lagi tidak akan berjalan baik jika masing-masing tokoh tidak punya karakterisasi yang kuat. Tony Stark jelas sebagai orang dengan ego super besar, seenaknya sendiri dan tentunya seorang "pelawak" dalam tim. Sedangkan Steve Rogers sang Captain America mampu menunjukkan dia pantas sebagai seorang pemimpin dan meruntuhkan keraguan saya mengenai apakah Rogers dalam hal ini Chris Evans mampu menampilkan karisma yang bisa membuatnya terlihat layak menjadi pemimpin. Karena yang selama ini saya khawatirkan adalah apabila Downey Jr. dengan karakter Tony Stark-nya yang akan paling banyak "nampang". Thor dengan gaya dewa-nya itu tidak kalah khas dan untungnya disini dia tidak terlihat sebodoh di filmnya sendiri. Black Widow dan Hawkeye meruntuhkan keraguan saya mengenai "apa gunanya dua manusia biasa bergabung dalam sekumpulan superhero?" Mereka bergantian menunjukkan kehebatannya, khususnya Black Widow sebagai ahli interogasi. Tapi bintang utama adalah Mark Rufallo sebagai Hulk. Pendekatannya akan karakter Bruce Banner beda dari Edward Norton dan Eric Bana. Disini Banner lebih dewasa dan mulai bisa mengontrol monster dalam dirinya. Dan saat dia sudah menjadi Hulk dan bertempur, spotlight mengarah kepadanya. Hulk adalah bintang dalam klimaks film ini. Begitu brutal, keren dan ganas. Namun jangan lupakan karakter minor macam Agen Coulson yang selalu bisa mencuri perhatian dan Maria Hill dengan kecantikannya yang luar biasa itu.
Salah satu hal yang banyak dikritisi dari film ini adalah mengenai humornya. Memang ada begitu banyak selipan humor disini. Tapi toh hal itu tidak membuat The Avengers jadi terlihat konyol dan bagaikan sekumpulan badut. Humornya sering muncul dari celetukan-celetukan yang momentumnya pas. Kelucuan yang ditampilkan dengan adegan non-verbal juga pas. Tapi memang harus diakui ada beberapa yang miss tapi itu tidak menganggu. Bagi saya tingkat humor dalam film ini tepat berada di perbatasan serius/konyol, dalam artian jika ditambah lagi akan menjadi konyol dan tidak serius, tapi untungnya dosisnya pas sehingga tidak sampai terjerumus kesana. Toh humor-humornya bekerja dengan baik sehingga selain openingnya tidak ada lagi momen membosankan dalam hampir dua setengah jam film ini. Sedangkan hal lain yang dikiritisi yaitu mengenai Loki yang dianggap kurang mengancam sebagai super villain tidak keliru tapi juga tidak sepenuhnya benar. Loki memang lebih kearah penjahat yang mengancam dengan taktik psikologis. Tapi jelas dia masih terlihat lemah dan kurang mengancam. Bandingkan dengan The Joker yang juga memakai psikologis tapi aksinya juga mengancam. Saya harap Thanos akan lebih "berbahaya" lagi di sekuel The Avengers.
Justru yang paling saya sesalkan adalah mengenai set-pieces aksinya yang masih kurang epic. Untuk ukuran film aksi biasa, adegan klimaks di The Avengers memang sudah cukup, tapi untuk ukuran film yang ditunggu selama empat tahun klimaks yang ditawarkan masih terasa kurang epic dan kurang menegangkan. Saya berharap klimaksnya menguras emosi tapi sekali lagi mungkin dikarenakan ancaman yang kurang dari villain yang ada membuat momen tersebut kurang greget. Saya butuh suasana dimana Bumi benar-benar terancam dan tanpa harapan lalau Avengers datang dengan begitu heroik dan menyelamatkan dunia. Tapi toh saya masih berpikir bahwa momen itu sudah masuk rencana jangka panjang Marvel yang bukan mustahil muncul di sekuel-sekuel The Avengers. Pada akhirnya selamat bagi para pecinta komik seluruh dunia. Mimpi kalian semua berhasil diwujudkan dengan indah dalam film ini oleh Joss Whedon. Tak usah pedulikan jika ada review negatif untuk film ini. Tontonlah, ini dia film yang kalian tunggu-tunggu. Untuk yang bukan pecinta komik tetap tonton film ini dan nikmati saja kesenangan yang bertebaran sepanjang hampir dua setengah jam durasinya yang tidak akan terasa lama. Tidak se-epic harapan saya tapi masih tetap hiburan yang sangat memuaskan. Mungkin bukan film yang akan masuk top-10 saya di akhir tahun nanti tapi dilihat dari panjangnya review yang saya tulis ini sudah jelas bahwa The Avengers akan jadi film yang akan paling banyak saya bicarakan sepanjang tahun.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
5 komentar :
Comment Page:waduh..... kira2 filmnya berapa menit ya?
Sekitar 140an menit. Emang agak lama tapi fun kok :)
Waowwwww kerenn reviewnya!!Saya belom lihat film ini,dan makin semangat dengan review diatas.Sebenernya ekspetasi saya terhadap The Avengers termasuk buruk,menurut saya film ini hanya menjual tokoh2 superhero yang digabung menjadi 1 disebuah film,tapi kalo lihat reviewnya dan skor dari IMDB...ceritanya ngga dangkal2 juga dan ada bumbu humornya
Oya,mau nanya?ada info tentang bioskop IMAX di Gandaria city ngga ya?bedanya apa dengan bioskop biasa?worth it-kah?Thanks
Hoho makasih makasih :D
Iya awalnya juga ngira gitu tapi Joss Whedon ternyata mau "repot" masukin konflik antar karakternya.
Waduh kalo soal IMAX kurang tau soalnya di Jogja. Tapi kalo misal IMAX disana sama kayak yg di taman mini mungkin worth it, soalnya pengalaman nonton disana nggak pake 3D juga gambarnya berasa nyata, apalagi kalo 3D (mungkin, hehe)
Posting Komentar