PERAHU KERTAS 2 (2012)
Hanya berjarak sekitar dua bulan dari Perahu Kertas, film keduanya ikut dirilis. Sebuah langkah yang cukup unik merilis sekuel hanya berjarak dua bulan dari film pertamanya. Kasus dimana sebuah adaptasi novel dibagi menjadi dua film memang beberapa kali terjadi seperti pada Harry Potter and the Deathly Hallows ataupun The Twilight Saga: Breaking Dawn. Namun dari kedua adaptasi tersebut, jarak film pertama dan keduanya ada lebih dari setengah tahun. Sudah yakin dengan hasil syutingnya ataukah karena mengejar momentum (kejar setoran) saya tidak tahu pasti alasan film garapan Hanung ini dirilis sangat berdekatan. Yang pasti, film pertamanya memberikan kesan yang positif bagi saya. Perahu Kertas membuktikan bahwa perfilman Indonesia masih sanggup membuat drama romantis dengan pangsa pasar remaja yang berkualitas dan punya sisi kesederhanaan dan keindahan disaat bersamaan. Setelah film pertamanya diakhiri dengan ending yang membuat penonton (yang suka pada filmnya) makin penasaran dengan lanjutan ceritanya, maka film keduanya ini langsung melanjutkan momen tersebut.
Setelah beberapa lama tidak bertemu, Kugy (Maudy Ayunda) dan Keenan (Adipati Dolken) akhirnya kembali berjumpa di pesta pernikahan Eko (Fauzan Smith) dan Noni (Sylvia Fully) . Disitulah mereka kembali mengingat perasaan yang pernah dan masih mereka rasakan kepada satu sama lain. Saat itu status keduanya sudah sama-sama mempunyai pacar dimana Kugy sudah pacaran dengan bosnya, Remi (Reza Rahadian). Keenan sendiri berpacaran dengan gadis yang ia temui di Bali, Luhde (Elyzia Mulachela). Pertemuan tersebut kembali membuat keduanya dekat dan menghabiskan waktu bersama. Bahkan keduanya kembali berpartner dimana Kugy menulis cerita dongeng anak-anak sedangkan Keenan menjadi ilustratornya. Tapi perasaan yang mereka rasakan harus terhalang oleh keadaan dimana mereka berdua sudah sama-sama mempunyai pacar. Jadi apakah film keduanya ini bisa menjadi penutup yang lebih baik dari film pertamanya? Sayangnya bagi saya tidak.
Berbeda dengan film pertamanya, segala konflik dan alur cerita di Perahu Kertas 2 sangatlah tertebak. Tidak ada kejutan kecil yang menyenangkan seperti yang sempat muncul di film pertamanya. Semuanya berjalan kearah yang sangat mudah ditebak dan merubah kesederhanaan yang ada di film pertamanya menjadi terasa makin klise. Cara Hanung untuk menuturkan berbagai momennya juga tidak sebaik film pertama. Film kedua ini bagaikan sebuah gabungan adegan demi adegan yang diedit secara terburu-buru hngga kurang berhasil membuat penontonnya terikat secara emosional dengan filmnya. Lihat saja adegan dimana Kugy mengunjungi lagi Sakola Alit tempat ia mengajar dulu. Itu seharusnya menjadi adegan yang begitu emosional dan berpotensi menguras air mata penonton, tapi yang terlihat seperti hanyalah sebuah adegan asal tempel yang dimasukkan dalam film atas nama keharusan karena adegan itu menjadi salah satu adegan penting di novelnya. Hal yang sama terasa di beberapa adegan lain yang menjadikan beberapa momen kurang jelas kontinuitas dan hubungannya dengan adegan-adegan berikutnya.
Dikuranginya porsi duo Noni dan Eko (khususnya Eko) dalam film kedua ini juga berdampak cukup besar. Eko di film pertama selalu berhasil menyegarkan suasana dengan celetukan-celetukan lucunya, dan begitu porsinya dikurangi dengan amat sangat drastis, terasa ada kekurangan yang membuat filmnya sedikit kering. Memang suasana film jadi sedikit lebih dewasa tapi menjadi kurang berwarna dengan tidak adanya candaan-candaan dari Eko. Hal itu bisa dibuktikan saat karakter Eko keluar (hanya sekali ia benar-benar diberi kesempatan berceloteh) dan momen tersebut mampu membuat saya dan penonton lain tertawa. Karakter Kugy disini makin dewasa dan saya justru menjadi kehilangan sosoknya di film pertama yang aneh dan menggemaskan. Simpati yang saya rasakan pada tokoh-tokohnya menjadi berkurang dan itu membuat filmnya tidak semantap film pertama. Tidak ada lagi perasaan senang dan romantis yang menggebu, tidak ada lagi gelak tawa yang saya keluarkan, dan nyaris tidak ada pula momen menyentuh yang sanggup membuat saya merinding. Perahu Kertas 2 pada akhirnya terasa nyaris kering.
Untung film ini masih setia memperlihatkan sinematografi yang cukup indah walaupun keindahannya tetap terasa menurun dibanding film pertama. Gambar-gambar yang masih lumayan indah dan romantis bisa ditemui. Sayang tetap saja keindahan itu tidak se-variatif film pertamanya. Musik-musik sederhana yang romantis juga masih terdengar indah disini. Hanya saja karena sudah pernah menjumpai hal itu di film pertamanya, kesan yang muncul tidak lagi se-wah itu. Tapi secara keseluruhan Perahu Kertas 2 tidaklah buruk dan masih cukup enak dinikmati meski jelas tidak se-memorable film pertamanya. Masih ada beberapa adegan yang mengena meski sebenarnya masih sangat bisa dimaksimalkan lagi. Ending ceritanya sendiri terkesan buru-buru dan pemecahan konfliknya sangat klise. Terasa tiba-tiba saya sudah dibawa ke akhir cerita. Mungkin Hanung tidak ingin bertele-tele dalam mengakhiri filmnya, tapi bagi saya tetap terasa terburu-buru. Untungnya scene terakhir itu ditampilkan dengan cukup indah dan diiringi baris dialog yang menyentuh tapi sederhana dan tentunya iringin lagu Perahu Kertas yang keren itu. Andaikan film keduanya ini dirilis tidak secepat ini mungkin Hanung masih punya kesempatan memperbaiki beberapa kekurangan tersebut. Tapi overall dwilogi Perahu Kertas adalah sebuah suguhan yang cukup memuaskan bagi para pencari tontonan drama romantis yang ringan tapi berkualitas.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Comment Page:Posting Komentar