THE IMPOSTER (2012)

2 komentar
Tentu kita sudah sering mendengar pernyataan bahwa dunia nyata tidak seperti dunia fiksi macam film yang penuh dengan hal-hal mengejutkan dan dramatisasi. Tapi pada kenyataannya kita sering menjumpai hal-hal di dunia nyata yang justru jauh lebih ajaib dan lebih mencengangkan dibandingkan dengan dunia fiksi. The Imposter karya Bart Layton ini adalah salah satunya, dimana kita akan dibawa menelusuri sebuah kasus nyata yang akan begitu mengejutkan dan seolah hanya bisa terjadi di dalam film. Ini adalah sebuah kisah layaknya sebuah film thriller penuh ketegangan dan misteri yang punya berbagai maca twist di dalamnya. Alkisah di bulan Juni 1994, seorang anak berusia  13 tahun bernama Nicholas Barclay dilaporkan menghilang secara tiba-tiba oleh keluarganya. Setelah pertengkaran yang terjadi dengan sang ibu, Nicholas keluar dari rumah dan tidak kembali lagi. Tiga tahun kemudian di Spanyol, seorang turis menemukan remaja yang diperkirakan berusia sekitar 15 tahun dalam kondisi lemah dan terlihat sangat ketakutan. Remaja tersebut kemudian diidentifikasi sebagai Nicholas Barclay yang selama tiga tahun ini mengaku telah diculik dan disiksa oleh sekelompok orang. Kisah ini sendiri pernah dibuat menjadi film dengan judul The Chameleon yang dibintangi Famke Janssen, hanya saja gagal secara komersil dan kualitas.

Kita sudah akan tahu dari awal bahwa remaja tersebut bukan Nicholas Barclay yang melainkan Frederic Bourdin. Sepanjang film kita akan mendengar pengakuan dari Bourdin sendiri dan tentunya keluarga Nicholas mulai dari ibu, kakak perempuannya hingga keluarga-keluarganya yang lain. Juga ada pernyataan dari pihak-pihak berwajib seperti FBI dan lain-lain yang ikut menyelidiki kasus tersebut. Lalu apa yang luar biasa dari kasus ini? Yang paling mencengangkan adalah bagaimana usaha Bourdin dalam meyakinkan keluarga Nicholas bahwa ia adalah Nicholas yang asli walaupun jika dilihat dari tampilan fisik,aksen hingga kepribadian, Bourdin dan Nicholas nampak begitu berbeda. Kejeniusan Bourdin dalam mengarang cerita, kecerdikannya mengatur strategi hingga berbagai macam kebetulan yang terjadi turut dipaparkan disini. Lalu bagaimana semua anggota keluarga Nicholas bisa dengan mudah percaya? Hal itu juga yang menjadi salah satu misteri terbesar disini. Nantinya ada beberapa twist yang berhasil membuat saya terkejut mengetahui kasus seperti ini benar-benar terjadi. The Imposter akan memperlihatkan bagaimana sebuah kebohongan kecil dapat berujung pada berbagai macam kebohongan lain yang bertambah besar, dan nantinya akan muncul berbagai fakta demi fakta yang begitu mengejutkan.

The Imposter juga penuh dengan ambiguitas. Mudah saja mengatakan bahwa Frederic Bourdin adalah penipu kejam yang hanya mementingkan diri sendiri, dan Bourdin sendiri memang mengaku bahwa yang ia pedulikan hanyalah dirinya sendiri. Namun latar belakang ia melakukan penipuan tersebut patut untuk ditelaah lebih lanjut. Dia (mengaku) sedari kecil tidak pernah mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari keluarganya, dan yang ia ingin dapatkan dari menjadi Nicholas adalah kasih sayang dan harapan dalam hidup. Namun benarkah itu yang ingin ia dapatkan? Setelah lebih dari 500 kali pemalsuan identitas yang telah ia lakukan? Mudah juga memberi cap bahwa keluarga Nicholas adalah orang-orang bodoh yang dengan begitu mudah mengakui bahwa Bourdin adalah Nicholas yang asli meski terdapat banyak kejanggalan. Namun bukankah mereka begitu menginginkan Nicholas kembali? Apakah sebenarnya mereka sadar bahwa Nicholas yang pulang bukanlah Nicholas yang sesungguhnya namun berusaha memalingkan wajah dari kebenaran karena begitu inginnya mereka mendapatkan Nicholas kembali dalam hidup mereka? Semuanya penuh misteri hingga sampai pada ending yang masih saja memiliki ambiguitas yang kental.
Sutradara Bart Layton sanggup mengemas The Imposter menjadi begitu menarik dan menegangkan layaknya sebuah thriller yang mencekam. Bagaimana penuturan tiap-tiap narasumber berhasil dirangkum menjadi sebuah story tellng yang begitu memikat dan mampu membuat saya tidak mengalihkan pandangan dari layar. Bagaimana Andrew Hulme selaku editor menyusun tiap-tiap adegan juga begitu efektif membangun tensi film. Beberapa adegan reka ulang juga dimasukkan disini yang membuat kita menjadi lebih mudah memahami apa yang terjadi dan tentunya lebih mudah menikmati filmnya daripada hanya mendengar pernyataan masing-masing narasumber tanpa adanya gambaran-gambaran lewat reka ulang. Mungkin The Imposter jadi terkesan bukan sebagai dokumenter murni, yang mana hal itu kemungkinan menjadi salah satu faktor mengapa film ini tidak mendapat nominasi Oscar untuk Best Documentary Feature Film. Tapi saya tidak menganggap cara ini adalah cara yang "haram", karena bagaimana The Imposter disajikan sedikit mengingatkan pada bagaimana Tron memperkenalkan efek dengan komputer dulu. Awalnya dianggap merusak esensi sinema, tapi pada akhirnya kini CGI menjadi andalan dalam membuat film. Hal itu juga yang mungkin akan terjadi pada teknik pengemasan The Imposter yang memunculkan banyak reka ulang dan berbagai macam footage bahkan footage dari film-film lain.

Dari awal sampai akhir The Imposter begitu menegangkan juga berkat scoring yang begitu mampu membangun suasana dan melengkapi kesempurnaan segi teknis film ini. Sebuah dokumenter harus mampu membuat penontonnya mengetahui tentang kasus, kejadian atau tema apapun yang diangkat. Makin banyak sudut pandang dan makin banyak fakta yang diungkap akan makin baik dokumenter tersebut setidaknya bagi saya. Bagaimana segi teknis supaya sebuah dokumenter menjadi begitu menarik karena tidak ada dramatisasi juga sangat berperan. Jika ditinjau dari berbagai sisi tersebut The Imposter mampu memenuhi semuanya dan mendapat nilai positif dari semua aspek. Mungkin lebih terasa seperti sebuah biopic yang disajikan dalam genre thriller daripada dokumenter murni, tapi seperti yang saya sebutkan diatas itu tidak masalah. The Imposter sanggup membuat saya merasa tegang, penasaran akan misterinya, ikut berpikir dan tentunya meresapi kasus yang terjadi dari berbagai sudut pandang dan makna yang terkandung. Ini bukan hanya kisah tentang seorang kriminal jago meniru, karena film ini lebih kaya dari itu. Terserah anda sendiri bagaimana menyimpulkan konklusi kasusnya, karena beberapa pertanyaan tetap menjadi misteri tidak hanya di film ini tapi juga pada kenyataannya tidak terjawab. Memang kenyataan kadang lebih mencengangkan daripada fiksi.


2 komentar :

Comment Page:
Fariz Razi mengatakan...

Woooh 5 bintaang :D btw udah nntn Man on Wire blm syid? mirip2 gini juga, produsernya sama kalo gak salah :)

Rasyidharry mengatakan...

Hehe iyanih, baru sekarang nonton dokumenter se-WTF ini.
Belum nonton tuh katanya bagus banget emang, di list kritikus juga banyak yang ngasih nomer 1