THE SESSIONS (2012)
Rasyidharry
Februari 13, 2013
Ben Lewin
,
Biography
,
Helen Hunt
,
John Hawkes
,
Lumayan
,
REVIEW
,
William H. Macy
5 komentar
The Sessions adalah sebuah come-back bagi sutradara Ben Lewin setelah absen membuat film selama 18 tahun. Cerita dari film ini sendiri berdasarkan kisah nyata tentang kehidupan Mark O'Brien yang mengalami kelumpuhan nyaris total akibat terkena polio disaat berumur enam tahun. Selain itu, film ini juga didasarkan dari artikel berjudul On Seeing a Sex Surrogate yang ditulis oleh O'Brien sendiri. Sutradara Ben Lewin juga sebenarnya merupakan pengidap polio dan membuatnya harus memakai alat bantu untuk berjalan, jadi nampaknya materi dalam film ini cukup personal baginya. The Sessions dibintangi oleh John Hawkes (yang di-snub dari nominasi Best Actor Oscar) dan Helen Hunt (mendapat nominasi Best Supporting Actress). Kita akan mulai diperkenalkan pada sosok Mark O'Brien (John Hawkes) yang meskipun lumpuh dan harus hidup dengan bantuan alat bantu pernafasan tetapi dia tetap menjadi orang yang berhasil. Dia adalah lulusan terbaik di universitasnya dan juga merupakan seorang penulis puisi sekaligus jurnalis. Namun ada satu hal yang ia merasa kurang, yakni ketiadaan sosok wanita sebagai cinta sekaligus partner seks. Mark merasa tidak yakin akan kemampuan seksualnya, bahkan saat mengungkapkan cinta pada seorang gadis ia harus mengalami sakit hati.
Sampai suatu hari ia diminta untuk menulis artikel tentang kehidupan seks para disable, dan ia menemukan orang-orang yang berkekurangan sama seperti dirinya bisa mempunyai kehidupan seks yang normal. Hal itulah yang mendorong Mark menuruti saran terapisnya untuk menghubungi jasa sex surrogate. Sex surrogate adalah penyedia jasa terapi seks yang memberikan layanan untuk mengajari seseorang bagaimana berhubungan seks. Penyedia jasa tersebut bahkan bersedia untuk bersetubuh dengan orang yang menyewanya. Meski awalnya ragu, Mark akhirnya bersedia memakai jasa itu. Inilah awal pertemuan Mark dengan Cheryl (Helen Hunt), seorang sex surrogate yang tidak hanya membantu Mark dalam kehidupan seksual tapi juga memberikan Mark perasaan dan kebahagiaan yang lebih dari itu. Tentu saja dari sinopsis diatas dapat terlihat jelas bahwa The Sessions merupakan sebuah film yang cukup gamblang dalam memaparkan sisi seksualnya. Bahkan bukan tidak mungkin beberapa penonton menganggap film ini terlalu gamblang, karena berbagai momen berbau seksual disajikan tidak hanya sekilas saja tapi bahkan secara bertahap, selangkah demi selangkah, hingga akhirnya sampai pada intercourse.
Melihat adegan seks antara seorang yang lumpuh mungkin bukan hal yang bisa dinikmati oleh semua penonton. Adegan seks-nya gamblang namun tidak vulgar, dan hal itu yang bisa membuat film ini sulit untuk dinikmati karena justru imajinasi penonton yang bisa lebih liar dari apa yang tersaji di layar membuat film ini makin tidak mudah dinikmati. Tapi The Sessions bukan sekedar seks semata. Ini adalah tentang bagaimana kita berbuat baik pada sesama. Ini juga adalah sebuah kisah cinta yang romantis, tentang sebuah perjalanan seseorang dalam mencari cintanya. Seperti yang dikatakan oleh Pendeta Brendan (William H. Macy) bahwa cinta adalah sebuah perjalanan. Memang dia sepertinya akan mengatakan hal lain setelah itu yang ia batalkan, dan disitulah terasa maknanya bahwa cinta adalah sebuah perjalanan. Perjalanan misterius karena kita tidak tahu, bahkan mungkin tidak perlu tahu apa saja yang akan terjadi dan menanti kita di depan. The Sessions juga adalah kisah ironi dua manusia. Yang satu adalah Mark, dimana ia mengalami kesulitan dalam hal seksual dan cinta, sesuatu yang mungkin terasa sangat mudah bagi orang lain yang tidak punya kekurangan seperti dia. Di satu sisi, ada Cheryl yang dengan mudah menjelaskan segala hal seksual hingga berhubungan seks dengan klien tanpa ada perasaan lebih, bahkan nafsu sekalipun. Hal yang tentu tidak mudah bagi orang lain.
Bicara tema, The Sessions juga sempat menyinggung hal-hal berbau agama khususnya Katolik. Namun saya cukup menyayangkan cukup banyaknya subplot yang coba disajikan. Mark dikisahkan punya dua orang perawat setia, Rod dan Vera. Bagi saya alangkah lebih efektif jika hanya salah satu saja yang ditampilkan, sehingga hubungan Mark dan salah satu perawatnya itu akan lebih tergali dan memunculkan sebuah kisah persahabatan antara majikan dan pelayan yang lebih efektif. Saya juga menyayangkan kemunculan sosok Susan di akhir cerita. Mungkin maksud Ben Lewin adalah agar kisah ini seakurat mungkin dan tidak berbeda dengan cerita aslinya. Namun kemunculan Susan yang begitu cepat dan tiba-tiba, membuat ending kisah cinta Mark dan Cheryl terasa kurang menyentuh. Padahal momen sesi terakhir yang mereka lakukan sudah terasa mengharukan. The Sessions nampak terlalu berusaha otentik sehingga terlalu banyak kisah yang coba disajikan namun tidak semuanya berakhir maksimal. Padahal sedikit perubahan tidak akan membuat film ini terasa melenceng dari kisah aslinya.
Bicara akting pemainnya, John Hawkes sudah sepantasnya mendapat nominasi Best Actor Oscar. Karakternya yang penuh keterbatasan fisik tidak membatasi Hawkes dalam menampilkan performa luar biasa. Dia tidak bisa memanfaatkan tangan dan kakinya yang lumpuh, tapi dia sanggup memaksimalkan aktingnya lewat permainan ekspresi dan suara. Bagaimana ia mampu menggerakkan bagian badannya yang terbatas secara efektif, bagaimana ia menulis/menelepon dengan bantuan batang kayu yang dia letakkan di mulut, bagaimana ia menatap, dan bagaimana ia bicara semuanya luar biasa. Sulit membayangkan bahwa aslinya John Hawkes bukan seseorang yang mengalami kelumpuhan. Helen Hunt juga bermain baik disini. Bagaimana dengan santainya ia mengajarkan seks secara gamblang memberikan saya sudut pandang baru terhadap kemunculan adegan telanjang ataupun seks dalam sebuah film. Overall, The Sessions adalah sebuah film tentang seks, dan memang sungguh-sungguh tentang hal tersebut. Seks bukanlah bumbu melainkan topik utama yang dibahas disini. Terasa romantis, cukup lucu dengan beberapa momen komedi yang tercipta dari kekikukkan tokoh-tokohnya dalam menjalani situasi aneh, serta punya banyak nilai moral yang dibahas. Bahkan mungkin terlalu banyak sehingga justru membuat keseluruhan filmnya tidak terasa maksimal.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
5 komentar :
Comment Page:Wah, udah download film ini tapi belum ada kesempatan nonton
menarik ni kayaknya ceritanya
Lgi tayang di global tv nih set 1 pgi
keren abis puisinya
keren abis puisinya
Posting Komentar