KILLERS (2014)

3 komentar
Cukup lama juga semenjak Mo Brothers membuat saya terkagum-kagum lewat kegilaan dan kebrutalan yang mereka tampilkan dalam Rumah Dara empat tahun lalu. Lewat film tersebut, mereka membuktikan bahwa Indonesia juga bisa membuat film bergenre slasher yang tidak hanya bagus tapi juga cukup inovatif dan brutal. Jauh lebih brutal dan gila dari mayoritas slasher yang dibuat oleh Hollywood. Selama jeda empat tahun ini juga salah satu dari Mo Brothers yakni Timo Tjahjanto sudah dua kali membuat karya gila lewat film pendek yang tergabung dalam The ABC's of Death dan V/H/S 2. Bersama The Raid 2: Berandal, Killers juga menjadi official selection dalam Sundance Film Festival 2014 dan bersama film karya Gareth Evans itu juga menjadi dua film Indonesia yang paling saya tunggu tahun ini. Dibuat dengan kerjasama antara Indonesi dan Jepang, Killers tidak hanya diisi oleh aktor-aktor lokal seperti Oka Antara, Luna Maya, Ray Sahetapy dan Epy Kusnandar tapi juga menampilkan para pemain dari Jepang seperti Kazuki Kitamura (Kill Bill: Volume 1), Rin Takanashi (Like Someone in Love, my favorite movie from last year) sampai Denden (Ju-On, Like Someone in Love). Apakah ekspektasi tinggi yang saya pasang akan bisa terpenuhi oleh film ini?

Kisahnya berlokasi di dua tempat yakni Tokyo dan Jakarta dimana Killers akan secara bergantian mengajak kita mengikuti dua kisah tersebut. Di Tokyo ada Nomura Shuhei (Kazuki Kitamura), seorang eksekutif muda tampan yang bisa dengan mudah memikat wanita. Namun dibalik semua itu ia menyimpan rahasia gelap yang mengerikan. Nomura gemar membunuh orang-orang termasuk para wanita. Tidak hanya itu, proses pembunuhan yang ia lakukan juga direkam untuk kemudian dia upload ke internet. Dari situlah kegiatan membunuhnya itu diketahui oleh Bayu (Oka Antara), seorang jurnalis muda ambisius yang selama ini sanagt terobsesi untuk membongkar kebusukan seorang politikus bernama Dharma (Ray Sahetapy) yang selalu berhasil lolos dari jerat hukum. Suatu hari karena sebuah peristiwa tak terduga, Bayu "tepaksa" melakukan pembunuhan pertamanya. Pada saat itulah Bayu teringat akan aksi Nomura dan memutuskan merekam hal tersebut dan dia unggah ke internet. Tidak butuh waktu lama bagi Nomura untuk menemukan Bayu dan semenjak saat itu keduanya mulai saling berkomunikasi baik itu lewat chat maupun saling "pamer" video pembunuhan yang mereka lakukan.

Pertama buang dulu jauh-jauh ekspektasi anda bahwa Killers akan menjadi sebuah sajian slasher penuh kebrutalan dan berjalan secepat Rumah Dara karena film ini murni sebuah psychological thriller yang lebih mengeksplorasi kedalaman diri karakternya. Memang masih ada berbagai adegan brutal, sadis dan penuh darah yang akan membuat penonton ngilu, tapi secara jumlah maupun banyaknya darah yang tumpah jelas masih lebih sedikit jika dibandingkan Rumah Dara. Bahkan dengan durasinya yang berjalan hampir 140 menit inipun Killers masih punya tempo yang berjalan cukup lambat dan terkadang terasa sunyi. Hanya beberapa kali saja film ini memiliki letupan-letupan yang sekalinya muncul menghasilkan bukan sekedar letupan kecil namun besar, bahkan "ledakan". Mungkin butuh kesabaran ekstra mengikuti film bertempo lambat dan berdurasi panjang seperti ini, apalagi jika anda sudah berekspektasi bahwa Killers akan menjadi sebuah slasher yang main "asal tebas". Meski masih mengumbar banyak adegan sadis, tujuan utama dari Killersi bukan hanya itu, tapi mengeksplorasi secara lebih mendalam mengenai sisi psikologis para serial killer seperti latar belakang mereka kenapa melakukan pembunuhan dan bagaimana mereka memandang kehidupan ini. Saya yang hanya berharap mendapat suguhan sadis nyatanya dikejutkan oleh Killers yang tampil dengan bobot cerita yang lebih mendalam dari harapan saya.
Killers memang mengungkap bagaimana kedalaman diri Nomura dan Bayu, seperti alasan yang mendorong mereka melakukan berbagai aksi pembunuhan dan mengunggahnya ke internet. Film ini menunjukkan bagaimana dalam diri setiap orang, siapapun itu tidak terkecuali selalu ada sebuah kegelapan yang sering kali tidak disadari dan bisa kapanpun muncul ke permukaan. Seperti tagline yang ada, film memperlihatkan dengan jelas bahwa inside us lives a killer. Baik itu lewat adegan yang nyata maupun dialog tersiratnya, Killers memperlihatkan dengan jelas apa yang melatar belakangi perbuatan dua karakter utamanya itu. Tapi tidak hanya itu, film ini juga membandingkan kedua sosok serial killer-nya yang memang punya latar belakang yang berbeda yang pada akhirnya berpengaruh berbeda pula pada sisi gelap yang muncul. Nomura jelas punya masa lalu kelam serta trauma mendalam dan ia pun selalu menjalani hidupnya dengan kesendirian. Hal itu juga yang akhirnya membentuk Nomura sebagai monster pembunuh gila yang mendapat kepuasan dengan menyebar luaskan aksi pembunuhannya serta punya cara pandang yang gila pula tentang kehidupan dan kematian. Bagi Nomura satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah adalah membunuh atau dibunuh. Sedangkan Bayu berbeda. Dia punya keluarga yang ia sayangi meski kini tengah dilanda masalah. Dan yang mendorongnya membunuh pada awalnya adalah keterpaksaan yang kemudian akibat rasa benci pada pihak lain serta masalah keluarga yang ia alami mendorong Bayu melakukan pembunuhan berikutnya.

Namun Bayu pun tidak asal membunuh orang seperti Nomura. Orang-orang yang ia bunuh bisa dibilang cukup punya "alasan" untuk dibunuh dan baginya masih ada orang tidak bersalah yang tidak layak dibunuh. Bayu pun mengunggah video pembunuhan miliknya lebih karena "terinspirasi" akibat tidak tahu harus berbuat apa dan berusaha mencari jawaban atas sisi gelapnya yang tiba-tiba muncul. Berbeda dengan Nomura, Bayu masih punya alasan untuk tidak sepenuhnya menyerah pada monster dalam dirinya. Ya, Killers mungkin bukan sebuah thriller psikolgis terdalam yang pernah ada, tapi kedalaman kisahnya khususnya yang tersaji secara tersirat cukup memuaskan. Film ini membuat saya ngeri bukan saja karena adegan sadisnya tapi kepada efek-efek psikologis yang muncul termasuk membuat saya membayangkan betapa mengerikannya after effect yang bisa terjadi setelah ending-nya. Pada akhirnya Killers terasa seperti perpaduan antara psyhcological thriller, slasher dan torture porn. Bahkan adegan eksekusi yang dilakukan Nomura dan Bayu cukup mengingatkan saya pada sedikit atmosfer yang dimiliki serial televisi Dexter. Killers pun dengan gilanya berhasil mempermainkan emosi saya lewat beberapa adegan yang cukup shocking secara emosional maupun grafik. 

Mo Brothers juga dengan begitu baik mengemas tensi filmnya. Meski berjalan lambat tapi Killers tidak pernah kehilangan daya tariknya, khususnya berkat perpindahan kisah antara Jepang-Indonesia yang berjalan begitu rapih dan membuat temponya terasa dinamis. Bahkan beberapa kali adegan silih berganti dengan cepat antara Nomura dan Bayu yang menciptakan ketegangan. Bahkan ditengah berbagai kegilaan dan ketegangannya, Killers masih sempat menyelipkan unsur komedi hitam yang berhasil membuat saya tertawa. Sebagai contoh sebuah adegan saat Nomura didatangi dua orang polisi dan harus berurusan dengan korbannya yang "bandel". Atau adegan saat Bayu merespon segala kegilaan Nomura dengan kalimat "mau ngapain lagi sih lo?" Saya juga suka bagaimana Mo Brothers mengemas berbagai adegannya dengan begitu cerdas. Ada tiga adegan favorit saya, pertama adalah adegan baku tembak dalam mobil, kedua saat Nomura dan Bayu bersamaan melakukan pembunuhan, ketiga adalah rentetan momen mulai saat keduanya pertama bertemu hingga klimaks menegangkan nan gila diatas gedung. Belum lagi ditambah dengan iringan scoring keren karya Fajar Yuskemal dan Aria Prayogi yang sukes membuat tiap adegannya terasa emosional seperti apapun tipikal musiknya. Akting bagus para pemainnya mulai dari Kazuki Kitamura dengan tatapan gilanya, Oka Antara dengan pergulatan psikologinya, Rin Takanashi dengan kepolosannya sampai Ray Sahetapy dengan aura jahatnya yang selalu intimidatif juga makin memperkuat film ini. Killers adalah sebuah thriller yang tidak hanya sadis dan penuh darah tapi juga diisi dengan penelusuran gila tentang pikiran dua orang serial killer dalam memandang hidup mereka dan dunia. Terasa lamban memang, tapi ada kepuasan mendalam setelah berhasil mengikuti kisahnya.

3 komentar :

Comment Page:
Anonim mengatakan...

Film yang seru

Unknown mengatakan...

Film terbaik Mo Brothers sejauh ini. Headshot seru tapi gaksebagus ini

Anonim mengatakan...

Masih ingat nonton film ini di Bioskop sendirian di Hari Sabtu. awalnya belasan orang yang masuk studio, ditengah penonton pun berkurang. kemungkinan gak tahan liat darah dan adegan membunuhnya. masih ingat adegan oka di perkosa di taksi. memang bagus ini film. salut.