A FIELD IN ENGLAND (2013)
Ben Wheatley perlahan menjelma menjadi salah satu sutradara horor British paling menjanjikan saat ini. Setelah melakukan breakthrough lewat Kill List yang brutal dan twisted pada tahun 2009, Wheatley rutin merilis film tiap tahunnya. Hebatnya film-film sang sutradara selalu mempunyai keunikan masing-masing meski punya benang merah yang sama yaitu horor. Setelah Sightseers yang menggabungkan horor brutal dengan road trip plus komedi gelap, karya berikutnya dari Ben Wheatley adalah sebuah histrorical horror yang kental dengan unsur komedi hitam serta efek halusinogen berjudul A Field in England. Ben Wheatley pun mengemas film ini dengan pewarnaan hitam putih yang memang akhir-akhir ini kembali digemari oleh banyak sutradara semenjak kesuksesan The Artist tiga tahun yang lalu. Dengan tema sejarahnya, A Field in England akan membawa kita pada masa perang sipil di Inggris yang berlangsung pada tahun 1642 sampai 1649. Karakter utamanya adalah Whitehead (Reece Shearsmith), seorang alchemist pengecut yang melarikan diri dari atasannya, Komandan Trower (Julian Barratt). Setelah berhasil kabur, Whitehead bertemu dengan tiga orang desertir, Cutler (Ryan Pope), Friend (Richard Glover) dan Jacob (Peter Ferdinando). Mereka berempat bersama-sama meninggalkan medan pertempuran untuk menuju ale house mencari persediaan bir.
Mereka berjalan melintasi padang rumput sambil sesekali beristirahat menikmati jamur yang membuat mereka berhalusinasi. Di tengah perjalanan mereka bertemu dengan O'Neill (Michael Smiley), seorang pria yang selama ini dicari oleh Whitehead dalam misinya. Perjalanan mencari rumah penyimpanan bir itupun mulai berubah menjadi perjalanan mengerikan mencari harta karun terpendam yang penuh pengaruh halusinogen. Dengan bujet hanya $300 ribu, pengemasan hitam-putih, plot yang sedikit sureal serta dialog dengan gaya period yang kental ala Shakespeare, A Field in England memang terasa sebagai sebuah film eksperimental dari Ben Wheatley. Bukan sebuah film yang mudah dinikmati apalagi dicintai, A Field in England tidak akan semudah Sightseers maupun Kill List mencuri hati penontonnya khususnya bagi mereka yang mengharapkan sebuah straight horror. Saya sendiri butuh waktu hampir setengah jam untuk bisa terbiasa dengan gaya Wheatley disini, khususnya membiasakan dengan editing-nya yang terkadang agak melompat dan membingungkan serta dialog period-nya yang tidak akan mudah dicerna bagi mereka yang tidak terbiasa membaca literatur ala Shakespeare atau film-film period drama. Saya sendiri bukan termasuk orang yang menyukai period drama dan salah satu faktornya adalah dialog yang susah untuk saya cerna.
Pada paruh awal, kesan horornya memang belum begitu terasa. Memang filmnya sudah punya atmosfer yang akan membuat tidak betah berkat sinematografinya yang memaksimalkan dengan begitu baik pewarnaan hitam-putih yang ada, tapi tetap saja paruh awalnya yang lebih banyak diisi adegan empat pria berjanggut saling berteriak melempar kata-kata bukanlah yang saya harapkan dari A Field in England. Untungnya interaksi antara keempat karakternya cukup menarik khususnya berkat selipan-selipan komedi yang meskipun memakai period dialog setidaknya masih ada beberapa yang bisa saya cerna dan menimbulkan kelucuan. Adegan "buang air" adalah highlight pada bagian ini. Lalu memasuki pertengahan khususnya sejak kemunculan karakter O'Neill, film ini pun semakin menemukan daya tariknya termasuk aura horor yang sedari awal sudah saya tunggu-tunggu. Disinilah kehebatan Ben Wheatley dalam menyajikan momen disturbing benar-benar terasa. Cukup banyak adegan yang mengerikan, disturbing hingga shocking dan semuanya tidak harus ditampilkan secara gamblang. Sebagai contoh adalah adegan penyiksaan terhadap Whitehead oleh O'Neill yang sama sekali tidak diperlihatkan kejadiannya. Kita hanya mendengar teriakan penuh rasa sakit dan respon tiga orang lainnya mendengar suara tersebut, tapi tetap saja adegan tersebut terasa begitu disturbing dan seolah-olah saya ikut merasakan kengerian yang dirasakan ketiga karakter lainnya.
Tapi meski punya banyak adegan disturbing, A Field in England masih tetap memberikan banyak momen-momen komedi hitam yang sanggup terasa begitu lucu. Uniknya, semakin seram filmnya berjalan, komedi yang ditebarkan pun semakin lucu. Hebatnya lagi, komedi-komedi tersebut seringkali muncul tepat setelah rentetan adegan dengan nuansa kelam dan mengerikan. Karena itulah, yang terasa shocking di film ini bukan hanya momen horornya saja tapi juga komedinya, karena kita tidak akan mengira kelucuan tersebut akan muncul dengan timing yang begitu "mendadak" dan dengan cara yang tidak terduga pula. Adegan klimaksnya yang sureal dan dreamy dengan visual flashy yang juga mengingatkan saya pada gambar tes Rorschach (mirrored image) pun ditutup dengan bunyi "plop" yang kocak setelah segala ambience creepy dan atmosferik selama beberapa menit. Sebuah film yang dikemas seperti itu bisa saya pastikan merupakan film gila. Segala aspek teknis yang ada pun turut menjadi keunggulan film ini. Visualnya seperti yang sudah saya singgung sebelumnya sangatlah bagus dan unik dengan mirrored image dan freeze moment yang banyak muncul pada adegan bisu dalam film ini. Keunikan visualnya dengans empurna mencerminkan aura halusinogen yang kental mengiringi film ini. Selain visualnya yang bagus, film ini juga didukung oleh musik garapan Jim Williams yang tidak hanya bagus tapi juga turut mendukung atmosfer filmnya. Lagu-lagu folk yang ada sangat sederhana tapi begitu catchy. Salah satu lagu yang paling saya suka adalah Baloo My Boy, sebuah folk song dari Skotlandia.
Cerita dalam A Field in England pastinya akan banyak mengundang diskusi dan pertanyaan. Surealisme yang ada memang tidak mudah dicerna, menjadikan film ini tidak akan menjadi favorit semua orang karena bukan straight horror yang biasa. Film ini bukan sekedar kisah perjalanan empat orang yang teler karena jamur, tapi lebih dalam dari itu ini adalah kisah perjalanan spiritual dan kehidupan khususnya dalam karakter Whitehead. Ini adalah gambaran proses perubahan dirinya menjadi lebih kuat dan perlahan berubah dari seorang pecundang dan penakut yang melarikan diri menjadi seorang pemberani di akhir film. A Field in England juga terasa cukup religius karena berkisah tentang sebuah pertempuran antara manusia melawan setan. Sosok O'Neill yang jahat dan diceritakan mempelajari ilmu hitam adalah perlambang dari sosok setan. Keempat karakternya diceritakan melarikan diri dari perang sipil melawan sesama manusia tapi justru berakhir di sebuah pertempuran melawan setan yang lebih berat serta tidak hanya menuntut ketahanan fisik tapi juga mental dan iman. Kita pun akan diperlihatkan bahwa dalam peperangan manusia dengan setan akan ada beberapa jenis orang, yaitu orang yang terbujuk oleh setan, menjadi budak setan, tapi ada juga mereka yang dengan berani dan penuh keyakinan melawan setan itu. Akan ada begitu banyak topik serta pesan religius dalam film yang kelam ini. Disajikan cukup surealis dan berkesan dreamy,membuat A Field in England bukanlah film semua orang, tapi jika anda menyukai film-film "gila" seperti ini atau merupakan seorang Lynchian maka karya terbaru Ben Wheatley ini akan menjadi kegilaan penuh halusinogen yang menyenangkan.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Comment Page:Posting Komentar