CAPTAIN AMERICA: THE WINTER SOLDIER (2014)
Fase kedua dari Marvel Cinematic Universe tidaklah terlalu memuaskan bagi saya. Iron Man 3 (review) memang cukup menghibur dan saya termasuk orang yang pro terhadap twist The Mandarin, tapi filmnya "mengkhianati" ekspektasi saya yang berdasarkan materi promosi yang ada berharap sebuah tontonan yang punya tone kelam. Lebih kelam dari Iron Man 2 memang, tapi Marvel nampaknya masih terlalu takut untuk mengorbankan talenta komedi Robert Downey Jr. untuk membuat film yang lebih gelap. Sedangkan Thor: The Dark World (review) juga sama saja. Menjanjikan kisah yang lebih kelam dengan kata "Dark" di judulnya, film ini malah lebih banyak memberikan sajian komedi. Memang komedinya menghibur dan sosok Loki mencuri perhatian, tapi saya mengharapkan yang lebih apalagi pasca The Avengers. Lalu datanglah Captain America: The Winter Soldier yang dijanjikan bakal lebih serius serta punya tone yang mirip dengan espionage thriller. Marvel pun menjanjikan bahwa film ini akan menjadi penghantar menuju The Avengers: Age of Ultron yang akan rilis tahun depan. Saya sendiri sudah meragukan janji-janji Marvel itu, apalagi melihat duo sutradara Anthony dan Joe Russo yang berada di belakang Captain America: The Winter Soldier. Keduanya baru menyutradarai dua film dimana keduanya adalah film komedi. Tapi dari materi promosi termasuk trailer-nya, film ini memang terasa berbeda dibanding rilisan Marvel lainnya. Benarkah hasil akhirnya seperti itu?
Ber-setting dua tahun pasca pertempuran di The Avengers, film ini membawa kita melihat kehidupan Steve Rogers (Chris Evans) sang Captain America yang kini bekerja sebagai salah satu agen S.H.I.E.L.D bersama Natasha Romanoff a.k.a Black Widow (Scarlett Johansson) yang menjalankan misi-misi dari sang pimpinan, Nick Fury (Samuel L. Jakcson). Diluar pekerjaannya sebagai agen, kehidupan Steve tidaklah terlalu menyenangkan karena di masa modern ini bisa dibilang ia hidup sendirian tanpa teman-temannya semasa Perang Dunia II yang telah tewas. Hanya Peggy Carter (Hayeley Atwell) sang mantan kekasih yang masih hidup, itupun dalam kondisi yang sudah tua renta dan sakit-sakitan. Dalam kondisi itulah Steve harus menghadapi berbagai macam konspirasi yang berada di dalam tubuh S.H.I.E.L.D. Tidak hanya itu, kali ini muncul musuh baru, yaitu sosok misterius bernama Winter Soldier yang punya kekuatan fisik seimbang dengan Captain America.
Mengejutkan. Kata itulah yang paling tepat menggambarkan The Winter Soldier di mata saya. Ada semangat espionage thriller yang kuat disini, sama seperti yang dijanjikan oleh Marvel selama ini. Tidak ada monster super atau alien disini, yang ada justru sebuah kisah konspirasi politik tingat tinggi yang terasa sangat membumi jika dibandingkan rilisan Marvel lainnya. Memang ada cukup banyak unsur sci-fi berkaitan dengan gadget serta teknologi yang digunakan, tapi semua itu masih sesuai dengan tone yang coba dibangun. Pada beberapa bagian, aksi Captain America malah mengingatkan saya pada aksi Jason Bourne maupun Ethan Hunt hanya saja dengan skala yang lebih besar, perlatan yang lebih canggih, serta tentunya lebih eksplosif. Ambil Jason Bourne, pakaikan dia kostum, berikan teknologi yang lebih canggih serta bumbui lebih banyak ledakan maka jadilah film ini. Anthony dan Joe Russo tahu benar apa kelebihan Captain America untuk kemudian memaksimalkannya. Sang kapten tidak bisa terbang dan tidak punya peralatan canggih seperti Iron Man. Dia juga tidak punya senjata sakti dan berkekuatan dewa layaknya Thor. Tapi dia punya kemampuan fisik diatas rata-rata manusia serta terlatih dalam medan perang yang membuat sosoknya sangat pas dijadikan seperti para agen rahasia yang menyelinap diam-diam ke sarang musuh untuk bertarung dengan tangan kosong sambil sesekali melemparkan tamengnya. Lihat adegan aksi pembuka di atas kapal atau pertempuran di dalam lift, keduanya tidak akan anda temukan di film-film Marvel lainnya yang lebih bombastis.
Saya pun akhirnya mendapat yang saya inginkan, yakni film Marvel yang lebih kelam dan serius. Masih ada beberapa humor yang berhasil memancing tawa, tapi overall porsinya masih tidak terlalu banyak. Tentu saja ini merupakan keputusan tepat jika melihat kisahnya yang berfokus pada konspirasi dan politik. Jelas kisah macam itu tidak akan sesuai jika diselipkan humor-humor ala Tony Stark. Lagipula sosok Steve Rogers memang tidak seperti Tony Stark yang doyan berceloteh ataupun Thor yang dari kekakuannya bisa menimbulkan kelucuan. Saya mengapresiasi pilihan Marvel yang tidak terlalu melebihkan kekunoan Steve Rogers di masa modern. Bisa saja untuk menambah dosis komedi kita diperlihatkan Steve yang kebingungan mengakses internet atau hapenya, tapi tentu saja itu akan terasa pointless, sama seperti adegan klimaks Thor: The Dark World saat Thor dan Malekith menabrak puncak gedung lalu merosot layaknya film-film animasi. Sang kapten pun dibuat sangat manusiawi disini. Hal itu cukup terlihat dari kegundahannya menghadapi kesepian yang ia alami. Sisi manusia Capt. juga terlihat saat beraksi dimana dia tidak beraksi sendiri menghadapi musuh yang banyak dalam kekacauan yang besar itu. Dia mendapat bantuan dari banyak orang mulai Black Widow, Nick Fury, Maria Hill, sampai sosok baru yang keren bernama Falcon. Hebatnya, semua karakter itu diberi kesempatan untuk unjuk gigi dengan cukup maksimal tapi tidak sampai mengambil spotlight dari Captain America.
Bicara soal karakter pendamping, Black Widow dan Falcon paling mencuri perhatian. ScarJo tidak hanya (lagi-lagi) memancarkan aura sensual yang begitu kuat tapi juga membuktikan bahwa Marvel punya sosok female superhero yang begitu badass dan layak dibuatkan film sendiri. Sedangkan Falcon yang terbang di angkasa sukses menjadi karakter yang begitu keren lewat aksi-aksinya. Anthony Mackie dan ScarJo pun sama-sama berhasil dalam membangun adegan yang menarik saat harus berinteraksi dengan Chris Evans. Chemistry mereka bertiga memang terasa begitu enak ditonton. Sedangkan untuk Winter Soldier sendiri berada di bawah ekspektasi saya. Banyak yang menyebut bahwa villain yang satu ini sukses menjadi yang terbaik kedua dalam MCU setelah Loki. Melihat trailer dan latar belakang karakternya yang kompleks saya sempat yakin itu akan terjadi, tapi sayangnya tidak. Sosoknya memang keren dan misterius, tapi kurang tergali. Dengan latar belakang sekompleks itu, seharusnya Winter Soldier mendapat lebih banyak eksplorasi. Hubungannya dengan Captain America pun terasa kurang dalam jika melihat seperti apa kedekatan yang mereka jalin dahulu. Tapi sesungguhnya Sebastian Stan dan Winter Soldier yang ia perankan punya potensi yang sangat banyak untuk digali dan saya rasa itu akan terjadi mengingat Stan masih punya sisa kontrak tujuh film lagi dengan Marvel.
Dengan banyaknya peran S.H.I.E.L.D dan para agennya disini, The Winter Soldier memang pantas disebut sebagai The Avengers 1.5 apalagi jika melihat dampak yang diberikan film ini pada universe Marvel secara keseluruhan. Konklusi yang disajikan mengenai S.H.I.E.L.D jelas akan sangat berpengaruh pada dunia Marvel termasuk untuk Age of Ultron tahun depan. Tapi yang membuat saya begitu kagum dan menjadi bukti rencana jangka panjang Marvel adalah film ini turut memberikan pijakan bagi ekspansi yang lebih besar dan rumit dalam cerita film-film berikutnya. Jika di luar angkasa kita tahu bahwa Thanos berada di balik segala kejahatan, maka disini kita melihat bahwa Bumi juga punya Thanos-nya sendiri dalam diri HYDRA. Hal itu juga makin dipertegas dengan mid-credit scene film ini dengan kemunculan seorang calon mastermind dari berbagai kejahatan yang akan muncul di Bumi ke depannya. Jika bicara tentang mid-credit scene-nya, bagi yang belum tahu dua sosok "si kembar" yang dikurung adalah Quicksilver dan Scarlet Witch. Dala komiknya, mereka adalah anak dari Magneto, tapi karena masalah copyright dalam MCU mereka bukanlah sosok mutan melainkan seperti yang disebut di adegan itu yakni "keajaiban" yang berasa dari sebuah percobaan. Saya sendiri sangat menyukai kemunculan pertama Scarlet Witch di adegan tersebut yang benar-benar memberikan kesan creepy. Sedangkan Quicksilver tampaknya akan lebih keren daripada Quikcsilver yang akan muncul di X-Men: Days of Future Past nanti.
Hal tersebut membuat saya memaafkan fakta bahwa film ini terasa kurang mengeksplorasi dampak dari insiden The Avengers. Memang beberapa nama seperti Tony Stark maupun Bruce Banner (Hulk) disebut dan menjadi easter eggs disini, tapi butuh dari sekedar hal tersebut untuk membuat film ini terasa berkaitan dengan The Avengers. Tapi bicara easter egg saya justru paling dibuat kaget (dalam artian positif) saat nama Stephen Strange disebutkan. Stephen Strange sendiri adalah identitas asli dari Doctor Strange, seorang superhero ahli ilmu sihir yang kemungkinan besar bakal menjadi bagian phase three dari MCU. Pada akhirnya saya merasa begitu puas dengan Captain America: The Winter Soldier berkat kemasan espionage thriller-nya yang seru dan menegangkan lengkap dengan naskah yang cukup berbobot dan sanggup memberikan beberapa kejutan dalam ceritanya. Kisahnya pun mengandung banyak aspek termasuk pertanyaan tentang esensi dari sebuah perdamaian dunia serta bagaimana cara terbaik untuk mewujudkan perdamaian tersebut. Anthony dan Joe Russo juga diluar dugaan sukses menghadirkan adegan aksi yang cukup memukau disini dengan menggabungkan teknik espionage thriller dengan ledakan bombastis khas film blockbuster. Pertarungan hand-to-hand yang ada seru dengan koreografi yang baik, sedangkan aksi di udara yang menampilkan Falcon juga berhasil mencuri perhatian. Sayang klimaksnya yang terlalu banyak ledakan menghilangkan unsur espionage yang sudah sejak awal dibangun. Tapi hal tersebut tidak sampai merusak film ini dan Captain America: The Winter Soldier sementara masih menjadi film terbaik di phase 2 dari MCU.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Comment Page:Posting Komentar