BARTON FINK (1991)

Tidak ada komentar
Film ini ditulis naskahnya oleh Coen Brothers pada tahun 1989 saat mereka tengah mengalami kebuntuan membuat Miller's Crossing (review). Meski terlihat hanya seperti sebuah "pelarian" dari kejenuhan yang mereka alami, nyatanya Barton Fink justru menjadi salah satu film tersukses dari mereka dengan berhasil mendapatkan tiga piala pada Cannes Film Festival 1991. Ketiga piala tersebut adalah Palme d'Or (film terbaik), aktor terbaik untuk John Turturo, serta sutradara terbaik. Sedangkan di ajang Oscar, film ini mendapat tiga nominasi yaitu Best Supporting Actor bagi Michael Lerner, Best Art Direction dan Best Costume Design meski akhirnya tidak meraih satupun kemenangan. Cerita dari Barton Fink sendiri bagaikan sebuah cerminan atau mungkin curhatan dari Joel dan Ethan Coen, karena cerita utama film ini adalah tentang seorang penulis naskah yang mengalami writer's block dalam proses penulisan naskah film pertamanya. Tentunya dikemas dengan gaya Coen Brothers yang absurd, akan banyak keanehan disini yang membuat sulit untuk menentukan genre sesungguhnya dari film ini.

Barton Fink (John Turturo) adalah penulis naskah broadway yang sukses di New York. Pada tahun 1941 dia mencapai puncak kesuksesan karirnya dan mendapat tawaran dari Capitol Pictures yang dipimpin Jack Lipnick (Michael Learner) untuk menulis naskah bagi mereka. Meski mendapat iming-iming bayaran besar dan popularitas, Barton tidak langsung menerima tawaran itu karena kekhawatiran bahwa ia akan terpisah dari aspek "The Common Man" yang selama ini menjadi fokusnya saat menulis naskah pementasan. Meski pada akhirnya menerima tawaran tersebut, Barton tetap sebisa mungkin menjauh dari segala kemewahan Hollywood salah satunya dengan tinggal di sebuah hotel kumuh. Disanalah Barton memulai proses penulisan naskah film pertamanya, sebuah B-Movie tentang seorang pegulat. Tidak adanya pengalaman menulis naskah film khususnya film bertemakan gulat membuat Barton mengalami writer's block dan tidak kunjung berhasil memulai tulisannya. Hal-hal yang bisa menghibur Barton adalah pertemuannya dengan beberapa orang, seperti Charlie (John Goodman) seorang salesman yang tinggal di kamar sebelah. Barton juga menyimpan perasaan pada Audrey (Judy Taylor), sekretaris sekaligus kekasih W.P. Mayhew (John Mahoney) seorang penulis yang diidolakan Barton.
Meski Coen Brothers menyebut film mereka ini sebagai buddy movie sebenarnya banyak unsur genre lain yang terasa disini. Ada unsur drama yang muncul dari berbagai konflik seputraran writer's block yang dialami Barton, ada komedi hitam, ada noir, bahkan ada juga kesan horor yang begitu terasa berkat setting hotelnya yang creepy. Hal inilah yang saya sukai dari Coen Brothers, mereka tidak pernah berusaha mengotakkan film dalam suatu genre, mereka hanya berusaha membuat film terbaik seperti yang mereka inginkan. Mereka sadar bahwa dengan memasukkan aspek dari berbagai genre dalam adegan tertentu bisa lebih menguatkan rasa dari suatu film, dan Barton Fink jadi salah satu contoh sempurna. Seperti biasa Coen juga memasukkan banyak tema disini, yang pada akhirnya justru menjadi pisau bermata dua. Filmnya jadi terasa kaya dan tidak monoton, tapi tidak jarang kehilangan fokus. Untungnya Barton Fink punya tema utama yang dikemas dengan kuat, sehingga meski terkadang tidak fokus, tetap ada satu tema utama yang terasa maksimal. Tema itu tentu saja adalah penulis yang bergulat dengan kebuntuan. Bagi penonton termasuk saya yang pernah merasakan hal itu, Coen Brothers bagaikan tahu benar isi pikiran saya dan mentransfernya dalam film ini.
Apa yang terjadi saat seorang penulis mengalami kebuntuan? Dia akan mudah terdistraksi oleh hal apapun, dia akan mengalami tekanan, stres, dan pikirannya bakal melayang ke hal-hal lain dengan begitu liar, sama seperti yang dialami Barton. Meski berada di kamar yang "terpencil" ada banyak hal yang selalu mengganggunya dari menulis, seperti suara-suara, wallpaper yang terkelupas, nyamuk yang berisik, dan masih banyak lagi. Apa yang bisa menghibur penulis dalam kondsi itu (selain tulisannya terselesaikan)? Salah satunya adalah pembicaraan menyenangkan dengan orang yang memahami dirinya dan punya cara pandang yang sama dengan dia. Satu-satunya penghiburan Barton adalah kesempatan berbicara dengan Charles dan pertemuannya dengan Audrey. Konflik lain yang dialami Barton dan masih cocok jika dilihat dengan kaca mata zaman sekarang adalah bagaimana ia harus mengalami gesekan idealisme dengan para produser. Barton punya idealisme kuat untuk menulis cerita yang "indah" dan menggambarkan sesuatu yang realis, terjadi pada kehidupan sehari-hari tapi para produser sebaliknya, mereka tidak ingin film yang "berat" dan "dalam", mereka hanya mengharapkan film gulat yang menyuguhkan aksi, aksi dan aksi diatas ring. Ada kritikan tentang industri perfilman disini, tidak hanya bagi produser tapi secara terirat bagi penonton yang seolah "anti" terhadap film yang menyuguhkan cerita realis, sederhana, dan bisa ditemui dalam hidup sehari-hari.

Barton Fink juga dipenuhi banyak simbolisme dan kesan sureal kuat yang membuatnya terkesan seperti film David Lynch dengan sentuhan black comedy. Beberapa simbol yang paling nyata adalah nyamuk dan lukisan wanita di pantai. Sosok nyamuk tidak pernah muncul dan hanya terdengar suaranya. Bicara soal suara, hal itu memang merupakan salah satu aspek terkuat dalam film ini. Coen Brothers benar-benar berfokus untuk menghadirkan suara-suara seperti bel, nyamuk, pintu dan masih banyak lagi seolah memberikan gambaran tentang kondisi pikiran seorang penulis naskah. Nyamuk si penghisap darah merupakan gangguan, bahkan bencana bagi Barton. Sedangkan gambar wanita di pantai yang "direalisasikan" pada ending adalah gambaran hal kecil yang menggaet atensi dan memberikan kepuasan dalam hatinya. Ending-nya sendiri seolah merupakan suatu penghiburan dan kebahagiaan yang dirasakan Barton Fink diantara semua permasalahan dan stres yang ia rasakan. Sederhana tapi indah. Ditambah dengan akting bagus John Turturo dalam era sebelum ia terjerumus sebagai aktor Transformers dan John Goodman yang mampu membuat saya ikut merasakan kenyamanan dari hadirnya seorang teman makin menguatkan kualitas Barton Fink yang mungkin tidak luar biasa tapi jelas memuaskan.

Tidak ada komentar :

Comment Page: