ANNABELLE (2014)
Beberapa hari lalu saya datang ke dua bioskop yang ada di Yogyakarta dengan niatan menonton film-film seperti The Equalizer, A Walk Among Tombstone, The Maze Runner sampai Tabula Rasa yang sempat tertunda ditonton karena uang yang belum ada. Tapi begitu sampai, kedua bioskop tersebut didominasi oleh Annabelle dan film-film yang hendak saya tonton sudah menghilang dari peredaran. Tentu saja saya merasa kesal karena sejatinya saya tidak berniat menonton Annabelle, karena saya tahu film horror yang begitu diminati ini dibuat hanya dengan niatan cari duit dan tidak terlalu memperhatikan kualitas. Jangankan menyamai The Conjuring, untuk mendekati kualitas masterpiece James Wan itu saja saya pesimis. Jadilah saya batalkan niat menonton dan beralih membeli CD Ultraviolence-nya Lana Del Rey. Sampai hari ini akhirnya saya kembali ke bioskop dengan niatan menonton Strawberry Surprise yang lagi-lagi gagal karena tanpa pemberitahuan, studio tempat diputarnya film tersebut sedang direnovasi. Karena saya datang berdua bersama pacar, mau tidak mau kita menonton film dengan jam pemutaran terdekat yang tidak lain adalah Annabelle.
Saya merasa bagaikan ditarik oleh kutukan boneka Annabelle kepada takdir tak terhindarkan menonton film ini. Setelah menonton saya pun percaya pada kekuatan boneka terukut itu yang bisa memberikan teror dan mimpi buruk. Sebuah teror dan mimpi buruk tak tertahankan berupa 98 menit tontonan buruk yang terasa berjalan tiga jam. Seperti karakter dalam filmnya, sayapun dipaksa memberikan persembahan berupa uang tujuh puluh ribu rupiah untuk membayar tiket yang terbuang sia-sia. Hebatnya lagi, sihir boneka Annabelle tidak hanya menyerang saya tapi juga ribuan orang lain di seluruh Indonesia yang rela mengantri begitu panjang bahkan bisa dihipnotis sehingga membuat mereka merasa bahwa filmnya menakutkan. Bersama dengan para penonton lainnya saya dibuat berteriak-teriak menonton film ini. Berteriak tidak kuat menahan siksaan buruknya film disaat pacar saya sibuk menikmati begitu menggemaskannya sosok bayi dalam film ini. Filmnya sendiri membuat dia pusing dan selalu marah-marah saat si bayi tidak muncul di layar. Saya yakin pasti ada yang salah dengan sebuah film horror saat seorang perempuan yang bisa kaget dan ketakutan setengah mati meihat kucing malah gagal dibuat takut oleh film itu.
Saya tidak menuliskan sinopsis kali ini karena takut spoiler, sebabnya film ini punya banyak kejutan baik dari plot maupun kualitasnya. Tapi salah satu kejutan terbesar adalah pada saat film berjudul Annabelle ternyata tidak banyak menampilkan sang titular character beraksi. Sepanjang film Annabelle hanya duduk, tersenyum, duduk sambil tersenyum, duduk sambil tersenyum menghadap penonton, atau dalam suatu adegan yang cukup konyol ia melayang. Sang boneka tidak melakukan apapun disini yang membuat saya berpikir bahwa sesungguhnya Annabelle itu tidak jahat. Dia hanyalah boneka malang terbuang yang mencari perhatian, tapi ironisnya dianggap pengganggu dan coba dimusnahkan hanya karena tampangnya yang jelek. Benar sekali, dibalik tampak luarnya sebagai sebuah horror jelek, film ini sebenarnya adalah drama tentang mereka yang terpinggirkan hanya karena tidak memiliki wajah rupawan. Mereka bahkan salah dimengerti karena tidak mampu berkomunikasi dengan baik. Sungguh kejutan bahwa Annabelle ternyata adalah drama arthouse. Bersiaplah melihat judul film ini dalam jajaran nominasi Best Picture Oscar tahun depan.
Saya cukup yakin bahwa John Leonetti selaku sutradara merasa boneka yang bisa bergerak dan membunuh adalah konsep yang konyol dan hanya bisa berhasil jika ditambahi bumbu komedi macam Chucky. Tapi masalahnya pihak studio tidak menginginkan sebuah film yang "sadar diri". Mereka ingin membuat The Conjuring 2.0 yang artinya film itu harus horror serius, seram, dan penuh jump scare. Masalahnya konsep Annabelle itu sudah konyol, ditambah lagi berbagai jump scare-nya jauh dari kata seram dan mengagetkan. Leonetti berusaha keras menyontek formula James Wan dengan mencoba membangun atmosfer rumah creepy, iringan musik menyayat, dan kemunculan hantu yang benar-benar mengagetkan. Masalahnya ia tidak tahu timing yang tepat, sehingga penonton sudah bisa bersiap-siap untuk dikageti. Banyak adegan kejutan yang konyol dan membuat saya bertanya-tanya apa yang dilakukan Nightcrawler dari X-Men di film ini. Tapi untungnya masih ada beberapa ketegangan dan kekagetan disini, semisal adegan di lift atau adegan "evolusi" Annabelle kecil yang masuk ke pintu kemana saja dan berubah menjadi Annabelle dewasa. Adegan yang disebut terakhir sebenarnya agak konyol tapi timing-nya cocok dan "sangat James Wan" sehingga cukup efektif.
Satu lagi hiburan adalah aktris utamanya yang entah disengaja atau tidak juga bernama Annabelle. Bukan karena aktingnya bagus tapi karena tampangnya yang cantik. Saking cantiknya, setelah melahirkan dia masih tetap cantik bahkan tubuhnya masih tetap seksi. Sekali lagi Annabelle adalah film dimana sang boneka tidak melakukan apapun, bahkan untuk menguatkan kesan itu, momen terakhir filmnya yang berjalan hampir satu menit hanya memperlihatkan Annabelle duduk diam. Mungkin memang benar dia hanya sosok malang haus perhatian yang salah dimengerti. Selain Annabelle ada juga film Jessabelle yang nampaknya tidak akan lebih baik. Saya sekarang masih menunggu spin-off lain dari berbagai negara seperti versi Indonesia dengan judul Sitibelle, versi Korea dengan judul Yoonabelle, sampai versi Jepangnya yang berjudul Aoibelle atau Ozawabelle. Terakhir saya ingin meminta maaf bagi para pembaca yang berharap mendapat review serius seperti biasanya dan malah mendapatkan curahatan tidak jelas dari saya. Sebagai catatan Annabelle bukanlah film terburuk yang pernah saya tonton Kenapa saya menuliskan review-nya seperti ini? Saya tidak tahu. Mungkin saya lelah.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
4 komentar :
Comment Page:Haha separah itukah?
Separah itulah haha
Dan parahnya ni film nangkring lama di bioskop, dan lets be cops malah tidak tayang di bebrpa bioskop
Sungguh malang boneka ini
Posting Komentar