V/H/S: VIRAL (2014)
Seri V/H/S sebenarnya tidak pernah benar-benar menjadi tontonan
horror yang bagus. Layaknya film-film antologi pada umumnya, selalu ada segmen
yang bagus tapi pasti ada juga yang buruk. Sepanjang eksistensi dua filmnya,
tentu saja segmen terbaik adalah Safe
Haven garapan duo Gareth Evans dan Timo Tjahjanto dalam V/H/S/2.
Satu-satunya alasan kenapa saya tetap setia menonton franchise buatan Bloody
Disguisting ini adalah karena berbagai ide-ide unik yang berani
dimunculkan dalam tiap segmennya. Memang merupakan hal yang cukup sulit untuk
bisa melebihi film sebelunya, khususnya karena keberadaan segmen Gareth Evans
dan Timo Tjahjanto. Hal itu nampaknya juga disadari oleh para pembuatnya,
terbukti dengan terjadinya sedikit perubahan konsep dalam V/H/S: Viral. Jika
dalam dua film pertama segmen penghubung selalu menampilkan sekumpulan orang
yang menonton rekaman vhs mengerikan yang berujung pada kejadian mengerikan
pula, maka dalam Viral konsep
itu sedikit dirombak.
Segmen
penghubungnya yang berjudul Vicious Circles menampilkan
kejar-kejaran antara polisi dengan mobil penjual es krim. Anehnya selalu
terjadi hal mengerikan yang selalu berujung kematian dalam setiap tempat yang
dilewati oleh mobil es krim tersebut. Sayangnya meski memberikan pendekatan
yang berbeda, segmen penghubung masih jadi aspek terlemah dalam film ini, sama
seperti dua film sebelummnya. Bahkan yang lebih parah, sebagai sebuah
penghubung, Vicious Circles kurang baik dalam menyatukan
ketiga segmen yang lain sebagai satu kesatuan koheren. Seperti biasa segmen
penyatu ini selalu berhasi menghadirkan pertanyaan demi pertanyaan tanpa pernah
sukses menyajikan jawaban yang memuaskan. Konklusi yang dihadirkan dala Viral amat
dipaksakan, bahkan jauh melebihi film-film sebelumnya. Ambisi untuk jadi berbeda
dan lebih besar dengan mengangkat tema goes viral tanpa adanya
naskah yang kompeten membuatnya terasa amat konyol dan membingungkan.
Membingungkan bukan karena plot yang dasarnya rumit, tapi karena pengemasan
yang kacau. Lagi-lagi "penyakit" film horor bertema gaib yang
menjadikan hal mistis sebagai escapism untuk tidak
menghadirkan penjelasan rasional.
Kemudian membicarakan segmen lain pun, Viral yang hanya punya tiga segmen jelas kalah dibandingkan
V/H/S/2. Segmen pertama adalah Dante the
Great, bercerita
tentang pesulap bernama Dante yang mendapat kekuatan dari jubah ajaib yang ia
dapatkan. Tapi demi mempertahankan kekuatan tersebut, ia harus rutin memberikan
persembahan bagi sesosok makhluk misterius. Sebagai sebuah pembuka, segmen ini
cukup menyenangkan dengan konsep dasar yang unik. Tentu saja eksekusi ceritanya
penuh hal-hal cheesy,
termasuk klimaks yang menampilkan pertarungan dua pesulap untuk memperebutkan
jubah ajaib. Dengan pengemasan yang menggabungkan format dokumenter berisikan interview, found footage dan gaya
standard justru membuat segmen ini kurang berhasil memberikan
ketegangan. Atmosfer horro hampir tidak terasa dan lebih cocok disebut
thriller/fantasy daripada murni horror. Untung saja temponya cepat dan berjalan
stabil hingga tidak pernah membosankan. Sayang segmen ini ditutup dengan ending yang memaksakan twist dan
kejutan.
Segmen kedua, Parallel
Monsters adalah yang terbaik dengan cerita tentang sebuah eksperimen
untuk membuka pintu menuju alternate
universe. Lagi-lagi sebuah segmen dengan konsep unik dan cerita yang bodoh
tapi penuh kesenangan luar biasa. Bedanya dengan segmen pertama adalah, yang
kedua ini lebih kental unsur horror lewat pembangunan atmosfer yang lumayan dan
selipan misteri menarik. Berkebalikan dengan Dante the Great, saya
amat menyukai twist dari Parallel Monsters ini, dengan sebuah
klimas yang juga gila dan mengingatkan pada film-film eksploitasi kelas B dari
Jepang macam Machine
Girl dan Tokyo
Gore Police. Kegilaan bodoh semacam inilah yang saya harapan dari V/H/S.
Disaat para pembuatnya sadar bahwa mereka tidak akan berhasil menyuguhkan
tontonan pintar, maka sekalian saja dibuat sesuatu yang punya kebodohan tingkat
maksimum. Sayang, setelah kesenangan itu saya justru disuguhi segmen penutup
sekaligus terburuk berjudul Bonestorm. Sebenarnya
segmen ini sudah menyadari kebodohannya dan dikemas sesederhana mungkin tanpa
adanya cerita. Kisah para skateboarder yang
terperangkap di tengah komunitas pemuja setan hanya perantara untuk sebuah
adegan perkelahian massal yang (maunya) brutal.
Usaha untuk menghasilkan kekacauan memang berhasil, sayang
kekacauan itu berkonotasi negatif. Kebrutalan tidak dihadirkan secara vulgar
sehingga membuat pertempuran yang ada hanya terasa kacau, berantakan tanpa ada
kegilaan menyenangkan. Penggarapan dari sang sutradara kacau, begitu pula
editingnya yang membuat kepala benar-benar pusing. Sama pusing dan annoying-nya dengan editing yang dilakukan mayoritas durasi film ini. Bonestorm adalah usaha sok keren dan sok brutal yang
justru berakhir benar-benar kacau, menjadi segmen penutup yang mengecewakan.
Kekecewaan di akhir makin ditambah dengan konklusi menyeluruh yang juga
mengecewakan dari Viral. Saya
kecewa dengan V/H/S: Viral itu pasti, tapi sesungguhnya seri ketiga ini masih menjadi
tontonan yang memberikan hiburan menyenangkan. Pada akhirnya saya pun akan
tetap menyempatkan diri menonton andaikan Bloody
Disguisting terus membuat sekuel demi sekuel di masa mendatang.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Comment Page:Posting Komentar