GET ON UP (2014)
James Brown (Chadwick Boseman) berjalan di tengah lorong gelap dan dari kejauhan terdengar keriuhan penonton meneriakkan namanya. Lalu terdengar voice over yang nantinya akan kita tahu merupakan kalimat dari orang-orang yang hadir dalam hidup sang Godfather of Soul. Layaknya sebuah retrospeksi film ini dibuka. Retrospeksi yang terasa melankolis.....and then "bang!" Terdengar teriakan James Brown yang juga opening lagu Get Up Offa That Thing. Tentu akan banyak drama dan retrospeksi melankolis disini, tapi Get on Up adalah film tentang James Brown. Salah satu founding father musik funk sekaligus musisi penuh kegilaan. Jadi tidak ada cara yang lebih sempurna selain mengawali film ini dengan teriakan penuh semangat. Kemudian kita akan dibawa menilik berbagai fase kehidupan sang legenda lewat narasi yang tidak 100% linear. Ada kalanya kita dibawa ke masa muda James, lalu tiba-tiba melompat menuju era kesuksesannya. Film ini bergerak liar, sama liarnya dengan lagu serta aksing panggung James Brown itu sendiri.
Tanpa perlu menonton film ini, hampir semua orang tahu kegilaan seorang James Brown yang terus bertahan, bahkan saat sudah lanjut usia sekalipun. Bahkan sesungguhnya Get on Up tidak akan segila itu menggambarkan sosoknya. Kita tidak akan melihat James yang sudah sekarat tapi tetap memaksa naik panggung selama hampir dua jam maupun kesintingan terkenal lain. Tapi bagi penonton yang belum mengenal seperti apa James Brown, adegan pembuka saat ia menembakkan senapan hanya karena seorang wanita menggunakan kamar mandinya tanpa ijin sudah cukup menggambarkan itu. Tarik mundur ke belakang, kita bisa melihat James yang tidak takut kematian (menurutnya, ia lahir dalam kondisi mati lalu bernafas lagi), James yang tertawa saat pesawatnya diberondong peluru di tengah hutan Vietnam, James yang merasa tidak butuh orang lain, James yang merasa dirinya nomor satu dan tidak ada yang bisa menghentikan langkahnya. He's super cocky.
Teman-teman bandnya meninggalkan dia. "James Brown don't need nothing, James Brown don't need no one", begitu ungkapnya. Mudah memahami kebencian orang akan dirinya, tapi mudah juga memahami kenapa sosoknya bisa terbentuk. Eksplorasi latar belakang James Brown bekerja dengan baik disini. Kehidupan masa kecilnya berat, hampir tanpa kasih sayang. Berbagai kesulitan yang membuatnya tampak ringan saja mengambil sepatu milik orang yang gantung diri. Ditambah kekerasan yang hadir dari sang ayah, menciptakan kesan masa lalu ekstrim. Pada akhirnya tingkat ekstrim itu pula yang mempermudah saya untuk bisa memahami perkembangannya. Seorang anak hidup penuh kesendirian, tanpa pernah ada yang menyangi, bahkan saat remaja pun ia ditemani kesendirian. Jadi jangan heran jika itu membentuk sang anak menjadi sosok yang keras, selalu ingin jadi nomor satu bahkan terkesan tidak punya perasaan kepada orang terdekat sekalipun. Tapi naskah Jez Butterworth dan John-Henry Butterworth berhasil menunjukkan bahwa James Brown bukanlah monster. Dia hanya sosok yang tidak mendapat cinta sehingga tidak tahu cara menungkapkan cina. Itulah kenapa ia lebih sering kehilangan dan sendiri.
Dramanya bekerja dengan baik mengeksplorasi karakternya. Mungkin banyak tindakan gila James tidak dimunculkan disini, membuat Get on Up terasa lebih lembut dari seharusnya. Tapi apa yang dihadirkan bagi saya sudah cukup untuk menampilkan karakter James Brown. Lebih dari ini, esensi film bisa jadi bergeser. Get on Up adalah usaha untuk mengenali kedalaman James Brown, bukan eksploitasi kegilaannya. Film ini pun lebih terasa sebagai gambaran James sebagai pria dengan kesulitan hidup, bukan pria dengan talenta musik luar biasa. Fokusnya lebih kearah drama tersebut. Tapi jangan salah, bukan berarti film ini mengesampingkan sosoknya sebagai legenda funk. Dramanya tidak banyak mengeksplorasi itu, karena dengan beberapa kali adegan live concert sudah terpancar jelas aura dan kejeniusannya. Adegan konser bukan sekedar pelengkap momen musikal ataupun gimmick, tapi transfer spirit sang tokoh. Apa yang dipertunjukkan bukan serumit apa permainan alat musik atau sekeren apa komposisi lagunya, melainkan rasa yang hadir dalam setiap performance.
Justru hal itu paling penting, karena seperti itulah esensi musik yang dibuat James Brown. Bukan mengutamakan komposisi atau harmonisasi, melainkan eksploitasi rasa yang harus diteriakkan dengan jujur dan total. Dengarkan Get Up Offa That Thing atau Sex Machine dan kamu tidak akan menemukan aransemen rapih atau chorus easy listening disana, melainkan seorang pria yang meneriakkan perasaannya lewat musik. Pada salah satu adegan diperlihatkan pula bagaimana James tidak mempermasalahkan apakah sebuah instrumen terasa harmonis dengan instrumen lainnya. Dia tidak peduli. Teknis bukan nomor satu, yang penting luapan rasa. Aspek itulah yang ditampilkan dengan baik oleh sutradara Tate Taylor disini. Tentu saja untuk mencapai semua itu dibutuhkan penggambaran sempurna terhadap James Brown. Disinilah faktor paling luar biasa dari Get on Up hadir dalam diri Chadwick Boseman.
Aktingnya bukan sekedar meniru ataupun mimicking. Metode seperti itu akan terlihat konyol karena James Brown adalah karakter ikonik. Hanya meniru akan terasa kosong dan jatuh sebagai parodi. Tapi Boseman bertransformasi penuh. Dia menjadi James Brown. Contoh sempurna akting luar biasa Boseman bisa dilihat dari adegan konser. Tentu saja dia begitu baik dalam menari, dan saat harus menyanyi pun luar biasa. Tapi itu saja tidak cukup. Apabila dia tidak "menjadi", maka performa karakter James Brown dalam film ini akan terasa datar. Tapi kenyataannya tidak. Saya bisa merasakan setiap ekspresi, tarikan suara, dan gerak liarnya diatas panggung sebagai sebuah ekspresi nyata. Aura "raja panggung" terpancar kuat dari Boseman. Inilah yang disebut "mojo" dari seorang musisi. Sebuah "faktor X" yang akan membuat kehadirannya diatas panggung penuh pesona dan menghipnotis penonton bahkan meski tidak melakukan apapun. Boseman berhasil memunculkan aura tersebut, dan itu bukti kuat keberhasilan transformasinya.
Tapi jangan harapkan kesempurnaan disini. Dramanya memang berhasil membuat saya memahami, tapi tidak sampai membuat saya ikut merasakan. Saya paham kesedihan masa lalu yang membentuk sosok James Brown seperti yang kita tahu, tapi kesedihan itu gagal tersalurkan. Sebuah faktor yang amat vital, karena Get on Up adalah film dengan fokus pada karakter yang mengutamakan rasa daripada aspek apapun, dan saat rasa itu hanya berhasil dipahami tanpa ikut dirasakan oleh penonton, satu kekurangan itu amat besar dampaknya. Kekurangan lain ada pada aspek teknis yaitu make-up. Sebuah resiko besar saat sebuah biopic menampilkan kehidupan tokohnya dari muda hingga masa tua. Tantangan terbesar tentu membuat wajah aktor muda menjadi sosok yang jauh lebih tua. Transformasi Boseman menjadi James Brown tua memang agak mengganggu, tapi yang paling buruk adalah Bobby Byrd (Nelsan Ellis). Kedua sosok ini (khususnya Nelsan Ellis) lebih tampak seperti versi patung lilin karakter mereka daripada wajah tua penuh keriput. That's annoying and creepy for me. Get on Up dengan performa Chadwick Boseman dan musik-musik danceable penuh semangat milik James Brown adalah tontonan yang memacu sekaligus menyenangkan. Bagus, tapi saya berharap lebih bisa "dirangkul" lagi oleh film ini.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Comment Page:Posting Komentar