THE FINAL GIRLS (2015)

2 komentar
Setelah mimpi buruk buruk memuakkan bernama Paranormal Activity: The Ghost Dimension, saya merasa butuh penyegaran. Pilihan pun jatuh pada meta slasher comedy garapan sutradara Todd Strauss-Schulson ini. Sajian meta-horor sendiri sudah bukan hal baru saat ini. The Cabin in the Woods telah memberikan standar tinggi. Bahkan untuk slasher sendiri sudah ada Scream. Seperti karya Wes Craven tersebut, The Final Girls bermain-main dengan "aturan" yang dimiliki slasher movie seperti "mereka yang berhubungan seks akan mati" serta kehadiran "Final Girl", seorang protagonis wanita yang di akhir film mampu bertahan hidup guna menghabisi nyawa sang pembunuh. Bedanya dengan dua contoh judul yang saya sebut di atas adalah, film ini banyak memasukkan unsur komedi. Rasanya seperti menonton campuran antara Scream dengan Scary Movie (the good one).

Film dibuka dengan cuplikan trailer film slasher 80-an berjudul Camp Bloodbath. Kita akan segera menyadari bahwa film tersebut memberikan referensi kepada Friday the 13th lewat pembunuh bertopeng dengan senjata parang besar layaknya Jason serta berkumandangnya scoring ikonik karya Harry Manfredini (it's "kikiki mamama" not "chichichi chachacha" okay?) Film yang berkembang sebagai cult classic itu turut membesarkan nama Amanda Cartwright (Malin Akerman) yang berperan sebagai Nancy disana. Namun Amanda membenci hal tersebut, karena status scream queen tak pernah bisa ia lepaskan dan membuatnya sering dipandang sebelah mata sebagai aktris. Hidup bersama sang puteri, Max (Taissa Farmiga), Amanda pun mulai mengalami kesulitan ekonomi. Hingga suatu malam mobil yang dikendarai mereka berdua mengalami kecelakaan. Amanda tewas, dan meninggalkan Max sendiri dalam kesedihan.

Tiga tahun berselang, Max terpaksa harus menghadiri pemutaran Camp Bloodbath tepat di hari peringatan meninggalnya sang ibu karena paksaan Duncan (Thomas Middleditch). Tentu tidak mudah bagi Max harus menyaksikan wajah mendiang sang ibu di layar. Apalagi peran Amanda di film tersebut mengharuskannya berhubungan seks sebelum tewas dibunuh oleh Billy Murphy, sang pembunu bertopeng. Di tengah pemutaran terjadi kebakaran. Max dan teman-temannya berusaha lari melewati layar bioskop, dan dari situlah awal kejadian aneh dimulai. Dari situlah The Final Girls tancap gas sebagai sajian meta-spoof-slasher-comedy. Sebelum menonton saya tidak mengetahui detail alurnya, sehingga saya tidak menduga bakal diberikan kejutan "ajaib" oleh Todd Strauss-Schulson. Sebuah momen WTF yang membuat saya memunculkan senyum lebar karena terpukau, sekaligus terikat oleh filmnya.
Naskah yang ditulis M.A. Fortin dan Joshua John Miller tidaklah cerdas. Disamping "transisi gila" tadi, keseluruhan idenya jauh dari original. Filmnya masih bermain di ranah meta lewat aturan slasher dengan memberikan olok-olok terhadapnya. Bahkan aturan main yang diterapkan pun beberapa kali tidak konsisten serta dipaksakan. Diawal nampak dunia film dalam film yang dipakai layaknya loop yang terus berputar. Tapi kemudian berubah menjadi satu timeline lurus. Contoh lain adalah penggunaan flashback sebagai cara untuk kabur dari Billy yang terasa out of nowhere. Dengan cara itu filmnya mencoba tampil absurd, tapi disaat bersamaan justru mengurangi kecerdasan aspek meta-nya. Namun setting yang digunakan memang seperti mimpi indah bagi penonton khususnya penggemar slasher. Perasaan saya sama seperti Duncan yang bagai berada di alam mimpi indah meski berada di tengah kengerian horor.
Komedi yang disajikan pun turut menjadi penyegar di tengah sedikit cacat pada kisah "daur ulangnya." Kritisi pada film slasher lewat olok-oloknya berhasil membuat saya tertawa, khususnya berkat karakter Tina (Angela Trimbur), si gadis bodoh yang hanya memikirkan seks, seks dan seks. Memang over-the-top sekaligus tolol, tapi masih dalam taraf menyenangkan. Tidak seperti kebanyakan parodi horor dewasa ini macam sekuel-sekuel Scary Movie atau A Haunted House yang hanya sekedar bodoh tanpa kelucuan. Tapi sesungguhnya kelucuan ini sudah bisa diprediksi. Satu aspek mengejutkan yang dimiliki film ini adalah kehadiran drama hangat lewat perpaduan kisah ibu-anak dengan cerita keberanian seseorang untuk merubah takdir hidupnya.

Meski berstatus meta sekalipun, saya tidak mengira The Final Girls bakal memiliki banyak heartfelt moment. Ternyata twist terbesar film ini bukan terletak pada ceritanya melainkan pada bagaimana karakternya disajikan. Saat hampir semua slasher tidak pernah memanusiakan sosok remaja protagonisnya, film ini memberikan karakter yang akan membuat penonton peduli pada mereka. Max, Nancy, bahkan seorang Vicki (Nina Dobrev) sekalipun terasa berarti di mata saya. Beberapa adegan kematian bukan sekedar body count, tapi meninggakan kesan. Terasa abstrak saat sebuah slasher nyaris membuat penontonnya terharu, tapi begitulah yang terjadi pada saya. Pada adegan menjelang klimaks saat terjadi dialog antara Nancy dan Max, Strauss-Schulson berhasil memunculkan nuansa kasih sayang yang hangat. Saya tersentuh melihat tatapan haru Malin Akerman pada adegan itu. 

Cukup disayangkan saat alih-alih R, film ini justru memiliki rating PG-13, yang berarti kesadisan, darah, dan seks benar-benar diminimalisir. Termasuk kekurangan, karena bagaimana mungkin meta terhadap slasher yang identik dengan "bloods and boobs" bisa maksimal tanpa kedua hal itu? The Final Girls juga bukanlah meta yang cerdas saat para penulis naskahnya nampak menemui kebuntuan ide serta kreatifitas untuk mengembangkan kisahnya. Tapi secara keseluruhan, ini tetaplah sajian menyenangkan berkat komedi efektif serta (unexpectedly) heartfelt drama berisikan karakter-karakter yang terasa berarti. Wanita yang seringkali hanya jadi objek seksual dalam slasher diangkat derajatnya oleh film ini. 

Pada masa dimana jumlah film sudah tak terhitung lagi seperti sekarang, originalitas secara total memang sulit didapat. Namun disaat bersamaan hal itu bukan lagi syarat utama, karena cukup dengan memberikan sedikit twist pada ide paling usang sekalipun, film berkualitas akan mampu tersaji. The Final Girls menyembuhkan frustrasi dan amarah yang saya alami gara-gara Paranormal Activity sore tadi.

2 komentar :

Comment Page:
Unknown mengatakan...

nonton dmn mas?

Rasyidharry mengatakan...

di lapak donlot udah banyak kok