SKAKMAT (2015)

2 komentar
Tahun ini Ody C Harahap telah menyutradarai "Kapan Kawin?" sedangkan Salman Aristo menulis naskah untuk "Mencari Hilal". Kedua film tersebut layak dimasukkan dalam daftar film Indonesia terbaik 2015. Hal itulah yang membuat kolaborasi mereka dalam "Skakmat" cukup mengundang rasa penasaran. Belum lagi ditambah jajaran pemain yang tengah menjadi "hot property" perfilman tanah air, sebut saja Donny Alamsyah, Tanta Ginting, Hannah Al Rashid, hingga Cecep Arif Rahman. Filmnya sendiri bercerita tentang Jamal (Tanta Ginting), seorang tukang ojek berpenampilan unik (setelan rapih dan poni panjang) yang bermimpi membuka tempat cucian motor tapi selalu terhimpit masalah hutang. Banyak yang menganggap Jamal hanya bisa bicara tapi tak pernah bertindak. Karena itu ia dianggap pecundang baik oleh sang ibu, ataupun ayah dari kekasihnya, Mirna (Andi Anissa Lasyah). 

Sampai datanglah kesempatan bagi Jamal mendapat uang besar dalam waktu yang amat singkat. Kesempatan itu berasal dari pekerjaan yang ditawarkan Ivan (Fadi Iskandar) untuk mengantarkan Dito (Donny Alamsyah) kepada Bos Tanah Tinggi (Cecep Arif Rahman), seorang bos mafia yang bergerak di bisnis heroin. Dito sendiri awalnya adalah kurir Bos Tanah Tinggi, sebelum akhirnya memberontak karena suatu sebab. Meski sempat menolak, iming-iming 100 juta membuat Jamal akhirnya menerima pekerjaan tersebut. Namun baik Jamal dan Dito tak mengetahui bahwa pemilik tempat karaoke, prostitusi, dan bandar judi bernama Mami Tuti (Hannah Al Rashid) yang telah lama dendam pada Dito turut mengincar nyawanya. Jadilah Jamal dan Dito terlibat kejar-kejaran dengan dua gembong mafia tersebut. Kelompok milik Tanah Tinggi berisikan laki-laki sangar, sedangkan anak buah Mami Tuti banyak diisi wanita-wanita gila. 
Sejatinya "Skakmat" memiliki formula "from zero to hero" biasa, atau yang dianalogikan dalam film ini sebagai "pion yang sanggup melangkah sampai ke ujung papan lalu berubah menjadi ster". Nampaknya itu usaha Salman Aristo untuk membuat pesan dalam ceritanya tak terdengar klise. Menilik naskahnya, terdapat banyak lubang yang membuat saya mempertanyakan berbagai motivasi karakternya, seperti "kenapa Ivan harus mempekerjakan Jalal jika ia memang berniat menjual Dito pada Mami Tuti?" dan beberapa hal lain. Saya menyebut "beberapa hal lain" karena memang terdapat plot hole lain yang meninggalkan kejanggalan, tapi pada akhirnya banyak pula yang terlupakan setelah saya memahami bagaimana Ody C Harahap dan Salman Aristo ingin mengemas filmnya. Keanehan bersifat "asal" memang sengaja dihadirkan. Asal gila, asal jalan, asal hajar, dan hal asal lain yang mengingatkan pada semangat absurditas yang diusung banyak film Jepang bertemakan mafia. Hal itu juga nampak dari bagaimana chaotic-nya film ini. Beberapa kekacauan sayangnya berakhir tak terkontrol dan berantakan, seperti perkelahian massal dalam bus misalnya.

"Skakmat" memang diniatkan sebagai sajian aneh seenaknya, for the sake of comedy. Lihat kaki tangan Mami Tuti. Siapa tak tertawa menyaksikan para wanita berpakaian seksi nan "meriah" ala penyanyi dangdut mengendarai motor besar plus brutal dalam berkelahi. Tidak segan mereka menghajar musuh dengan balok kayu, bahkan meski wajah sudah berdarah-darah. Atau tengok klimaks perkelahian antara Dito, Mami Tuti dan Tanah Tinggi yang tiba-tiba dihentikan karena salah satu dari mereka terkena serangan di bagian vital. Absurditas seperti ini tidak jarang hadir dalam perfilman Indonesia. Tapi cara bertutur Ody C Harahap membuatnya tak cuma memancing tawa, namun juga menjauhkannya dari kesan murahan. Itu bisa terjadi karena filmnya well-madeMeski bertutur dengan tidak serius, tiap aspek khususnya action digarap secara sungguh-sungguh. Timing diemparkannya komedi juga diperhatikan seksama. Lagi-lagi walaupun leluconnya asal, kapan dan bagaimana itu dimunculkan tidaklah asal-asalan. Pada mayoritas bagian (tetap ada yang miss), Ody tahu kapan harus serius dan kapan bisa melucu seenaknya. Bahkan pada saat serius pun filmnya (surprisingly) bisa brutal dan berdarah-darah.  
Para pemain pun berhasil menjalankan tugas mereka dengan baik. Bentuk komedi yang terdapat dalam "Skakmat" berasal dari dua hal, yakni dialog (kebanyakan berkonten "lendir") dan fisik. Jajaran cast utamanya sanggup melakoni adegan komedik sesuai dengan karakter masing-masing. Tanta Ginting sebagai Jamal memang bertindak selaku karakter utama, tapi Donny Alamsyah dan Hannah Al Rashid jadi pencuri perhatian. Dito yang ia diperankan Donny adalah tipikal sosok tangguh tapi bukan berarti tak memberikan tawa. Donny Alamsyah sanggup menggabungkan sisi "tough guy" dengan kebodohan dalam melakoni adegan aksi yang oleh Ody dikemas ala film-film Jackie Chan. Sama halnya dengan Hannah. Dalam tiap kesadisan Mami Tuti, ia berikan pula gelak tawa pada penonton seperti saat tiba-tiba dia kenakan rompi pelampung di tengah pertarungan. Cecep Arif Rahman? Well, selama karakternya tak berdialog, tatapan keji dan kehebatan silatnya selalu mempesona.

"Skakmat" adalah tontonan buddy comedy yang menyenangkan. Saya sangat menyukai klimaksnya yang memenuhi hakikatnya sebagai puncak sebuah film. Baik pengarahan Ody C Harahap maupun performa para aktor membuat perkelahian tiga orang (plus satu) tersebut tak henti memberikan hiburan penuh keseruan aksi sekaligus tawa komedi. Terdapat banyak kejanggalan sebagai akibat plot hole dan selera humor aneh serta kekacauan yang dominan mungkin terlalu absurd bagi sebagian orang, tapi bagi yang bisa menerima atau mengerti intensi dari cara bertutur filmnya, "Skakmat" akan berujung pada kesenangan. 

2 komentar :

Comment Page:
Unknown mengatakan...

Tanta Ginting main banyak film bagus sepertinya. Film pendeknya sama Raihaanun juga menarik banget. Sinopsis dan Jalan Cerita Film

Rasyidharry mengatakan...

Yap, tahun 2015 ini peran-perannya memuaskan