LONDON HAS FALLEN (2016)

12 komentar
Seriously? Apa yang bisa dilanjutkan dari Olympus Has Fallen? Film garapan Antoine Fuqua tersebut secara mengejutkan meraup keuntungan cukup besar (dua kali bujet) dan kualitasnya pun memuaskan. Tapi kembali lagi, hendak dibawa ke mana London Has Fallen? Apakah Inggris sama sekali tidak belajar dari kedunguan Gedung Putih tatkala pertahanan (katanya) tingkat tinggi mereka sanggup dibobol begitu mudah? Seperti formula sekuel pada umumnya, film ini berambisi membawa tiap aspek menuju tingkatan lebih tinggi. Jika sebelumnya "hanya" Presiden Amerika menjadi korban, kenapa kali ini tidak seluruh pemimpin dunia yang mendapat perlindungan seluruh satuan keamanan elit nomor wahid? Premisnya terdengar bodoh, begitu juga eksekusinya, tapi bukan berarti kesenangan tak bisa didapat.

Jadi bagaimana cara London Has Fallen mengumpulkan puluhan pemimpin dunia? Diceritakan Perdana Menteri Inggris meninggal dunia secara mendadak akibat serangan jantung. Pemakaman sang Perdana Menteri pun menjadi gelaran acara yang wajib didatangi oleh tiap pemimpin negara, termasuk Presidan Amerika Serikat, Benjamin Asher (Aaron Eckhart) yang masih didampingi oleh Mike Banning (Gerard Butler). Penjagaan ketat pun diberlakukan demi keberlangsungan acara, meski sudah pasti para teroris anak buah dari Aamir Barkawi (Alon Moni Aboutboul) tetap bisa menerobos masuk. Tujuan mereka adalah menciptakan kekacauan dan mengeksekusi Benjamin di hadapan seluruh penduduk dunia. 
Saya amat menantikan bagaimana London Has Fallen menjabarkan metode pihak teroris membobol keamanan yang katanya paling ketat sepanjang masa itu. Tentu saja jawaban masuk akal tidak saya dapatkan, karena film ini hanya menjawab seadanya: mereka teroris profesional bermodalkan rencana matang yang telah disusun bertahun-tahun, lalu menyelipkan penyusup ke badan intelijen negara semudah membalikkan telapak tangan karena jumlah pembenci sistem kepemimpinan dunia begitu banyak. Percayalah, bila negara-negara elit sebodoh itu, tidak butuh konspirasi sistematis ala Illuminati untuk menguasai dunia. Kebodohan alur terus berlanjut sepanjang durasi, tapi juga kepiawaian sutradara Babak Najafi mengemas aksi bombastis.

Najafi tahu, tatkala film memasuki paruh awal penuh kedamaian, penonton telah mengantisipasi gebrakan besar tatkala kekacauan akhirnya pecah. Sewaktu momen tersebut datang, Najafi sama sekali tidak mengecewakan saya. Penghantaran pace-nya cermat berkat pemahaman mengenai kapan ia harus menaik-turunkan tempo, dalam arti baik action beserta jembatan di antaranya tidak sampai terlalu panjang hingga mengendurkan intensitas. Penonton pun takkan dibuat pusing akibat fast cutting plus shaky cam berlebih yang cukup banyak menjangkiti film-film aksi dengan tujuan membangun tempo dinamis namun berujung sakit kepala. Perpindahan adegan London Has Fallen cepat tapi mudah mencerna kejadian di layar. Bahkan beberapa momen dikemas lewat long take. Meski tidak spesial, cukup membuat pengadeganan filmnya enjoyable.
Keasyikan menonton film aksi memang dipengaruhi pemaparan visualnya. Bagaimana pergerakan adegannya, bagaimana tiap desing peluru hingga ledakan digambarkan. Untuk hal ini, satu-satunya kekurangan London Has Fallen terletak pada CGI yang miskin kualitas. Dibandingkan Olympus Has Fallen, sekuelnya lebih banyak memakai efek komputer sebagai upaya membuatnya lebih bombastis. Anehnya tatkala kebutuhan CGI lebih tinggi, gelontoran bujet justru lebih rendah ($60 juta berbanding $70 juta). Alhasil banyak momen menggelikan sewaktu CGI-nya tampak buruk. Alih-alih terpukau saya malah dibuat geli.

Film ini memang bodoh. Tidak bisa didebat lagi. Namun kemampuan Babak Nafaji mengemas adegan aksi telah membuat saya memaafkan segala kebodohan tersebut. Sama seperti kepuasan melihat Gerard Butler selaku one man army. Butler jelas memiliki cukup kharisma -dan otot- guna tampil meyakinkan sebagai badass sejati menghabisi ratusan teroris sendirian. Walau pada akhirnya talenta-talenta macam Angela Bassett, Melissa Leo, Jackie Earle Haley sampai Morgan Freeman (memang apalagi senjata pria ini selain suara "Tuhan" itu?) sia-sia, saya sudah puas bersorak mendukung Butler mendefinisikan machoisme sambil sesekali terlibat banter dengan Aaron Eckhart. Tapi tolong hentikan franchise ini.....kecuali film berikutnya berjudul Universe Has Fallen saat Gerard Butler membantai ribuan alien lalu terbang ke luar angkasa guna bergabung bersama Chris Pratt dan Zoe Saldana sebagai pelindung galaksi. 

12 komentar :

Comment Page:
Unknown mengatakan...

Akhirnya direview juga london has fallen nya. Makasih ya mas

halumma mengatakan...

Saya kira dulu gerard karirnya bisa jadi kayak tom hardy,tapi ternyata belum..atau sebenarnya gerard lebih bagus jadi pengisi suara kali yak?haha..mungkin cuma perasaan saya aja..

halumma mengatakan...

Oya mas saya masih nunggu review filmnya uwe boll lho..wakakakakak

Rasyidharry mengatakan...

Nggak akan, lha pilihan film dia yang "aman" begini kok.
Uwe Boll? Fuck NO! haha

Unknown mengatakan...

Gan ga ada review film "The Black Dahlia (2006)"?

Rasyidharry mengatakan...

Wah belum ada itu

Unknown mengatakan...

Jd intinya niy film krg seru ya???

Rasyidharry mengatakan...

Justru sebaliknya, bodoh tapi seru banget

Unknown mengatakan...

saya blm menonton film ini tapi yang pendahulunya sdh.
Olympus Has Fallen terlalu bodoh di jalan cerita.banyak hal yg tdk masuk akal tapi selama bisa memacu andrenalin itu bisa di maafkan...kan poin utama yg diharapakan penonton di genre film beginian pastinya adegan action nya yg wow...
Dan itu dilakukan dgn baik di film pertama nya

Rasyidharry mengatakan...

Nah betul. London Has Fallen juga sama walaupun berasa cuma pengulangan Olympus

Unknown mengatakan...

baru nonton film London has fallen dan menurut saya lebih seru yg pertama Olympus has fallen..
Dikarenakan adegan action nya lebih banyak lebih seru dan lebih tegang yg pertama dan juga disni adegan bodoh nya terlalu banyak dibandingkan seri pertama..

GoInspiree mengatakan...

Kalau saya lebih suka olympus has fallen ,lebih seru dan tampak nyata,kalau london karna malam jadi kurang seru aja