LASJKAR DI TAPAL BATAS (2016)
“Saya membuat film berdasarkan mood. Cukup 50 persen mood saya menyukai proposal yang diajukan. Baru saya akan memproduksinya," begitu ungkap Letsman Tendy selaku produser eksekutif "Lasjkar di Tapal Batas". Dari kalimat tersebut bisa disimpulkan, jika ada usulan bagus mengenai produksi sebuah film namun mood Letsman buruk, proposal akan ditolak. Sebaliknya, sebusuk apapun proposal apabila hatinya tengah gembira Letsman bakal setuju. Jangan tanya cara mengukur presentase mood karena saya pun dibuat garuk-garuk kepala. Intinya tidak ada pertimbangan dari segi kualitas, yang mana menjawab pertanyaan saya akan kemunculan film dengan production value setara produk keisengan anak SMA ini di bioskop.
"Lasjkar di Tapal Batas" tidak mencoba "aneh-aneh" dalam merangkai cerita. Premisnya sederhana, yaitu tentang pemuda bernama Tidjan (Gorz Kurniawan) yang menyimpan kebencian terhadap penjajahan Belanda. Sempat beberapa kali nekat melakukan perlawanan bersama para sahabatnya, Tidjan akhirnya ditawari bergabung menjadi anggota Lasjkar. Ada pula kisah percintaan Tidjan dengan Nonon (Tere Gunawan) yang senantiasa mengkhawatirkan keselamatan sang kekasih di medan perang. Paparan klise kisah peperangan berbumbu romansa yang apabila digarap maksimal berpotensi besar menghasilkan drama emosional.
Tapi penggarapan Bayu Prayogo sutradara merangkap penulis naskah dan produser amat kacau. Naskah acak-acakan dapat terselamatkan oleh kemampuan sutradara bernarasi lewat visual. Masalahnya, Bayu bagai asal memvisualisasikan rangkaian deskripsi pada naskah tanpa peduli akan flow saat masing-masing scene disatukan. Teknis penyuntingan pun sama sekali tak menolong, karena Dimas W. selaku editor sama asalnya menyatukan adegan. Perpindahan scene penuh lompatan kasar, seolah sang editor sekedar memasang satu per satu adegan di Windows Movie Maker. Click-drag-click-drag-insert music-render, and voila! Jadilah film panjang.
Semakin menyakitkan saat mendapati mayoritas kualitas gambar luar biasa buruk, entah pecah, tidak fokus, seperti video dokumentasi acara sekolah yang direkam menggunakan kamera digital murahan oleh siswa yang belum berpengalaman dengan tata kamera. Masih berpendapat film ini tidak asal jadi? Lihat bagaimana aktor-aktor lokal dipaksa memerankan prajurit Belanda berbalut seragam ala kadarnya. Ditambah koreografi baku tembak menggelikan, saya merasa sedang menonton orang bermain perang-perangan di halaman belakang ketimbang film layar lebar. Jangan harap jajaran cast punya akting mumpuni. Dalam satu adegan, orasi seorang tokoh lebih terdengar bak tangisan pria cengeng putus cinta daripada semangat membara prajurit.
Memang benar film Indonesia tentang perang di masa penjajahan masih jarang. Ditambah upaya menyampaikan kisah perjuangan yang kurang diketahui masyarakat awam, ada niat baik di balik pembuatan "Lasjkar di Tapal Batas". Tapi bukan berarti penonton yang notabene membayar tiket harus memaafkan kekurangan film hanya karena intensi baik pemuatnya. Beberapa waktu lalu mencuat perbincangan mengenai perlunya "seleksi" guna memutuskan kelayakan sebuah film tayang di bioskop. Bukan masalah bagus atau jelek mengingat selera tiap orang berbeda, tapi akal sehat siapapun pasti setuju bahwa sajian asal jadi macam "Lasjkar di Tapal Batas" tak semestinya meneror layar lebar kita.
Ticket Sponsored by: Bookmyshow ID
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
27 komentar :
Comment Page:Wah..
Baru aja planning hari ini mau nonton setelah kemaren nonton film restorasi "3 Dara"..
Liat trailernya aja gak kuat ..
Liat trailernya nongol sebelum '3 Srikandi' *tetiba muntah*
Memang kayak main perang-perangan, keliatan banget cari untung doang melihat tanggal rilis yang berdekatan dengan hari kemerdekaan
Perlu ada quality control deh sebelum film masuk bioskop, karena banyak penonton yang akhirnya trauma nonton film lokal
Wow..masi ad nilainy setengah bintang.. Mas review yg film 3 dara hasil restorasi dunks
Rasakan sensasinya!
Ah tapi nggak bakal untung kok hehe
Yap, film jelek nggak masalah, yang penting layak dipertontonkan di bioskop.
Sayangnya banyak yang dapet setengah
Tunggu ya, baru kelar nonton....and I love it!
Habis lihat trailernya jadi mikir "kok film kayak gini bisa masuk bioskop"
Satu lagi calon untuk film terburuk Indonesia 2017
mas review film winter in tokyo ya...saya penasaran dpt rating berapa tuh film
kalo gak salah baca,syuting film ini di tahun 2013
3 tahun dan hasilnya....
disaat film lokal mengalami kemajuan, ada beberapa film yang merusak citra
pada akhirnya membuat trauma untuk nonton film indonesia ke bioskop
saya selalu menyempatkan membaca review kang rasyid dulu sebelum ke bioskop, terimakasih kang rasyid yang budiman , sudah menyelamatkan saya dari trauma trauma seperti ini.
di Jogja ada tayang Lights Out ngga kang?, saya dijakarta tayang dan cuman hari ini
karna dapet voucher dari bookmyshow jadi saya nonton dan diusahakan dibuat reviewnya juga.
tujuan utama reviewer mengeluarkan perasaan terhadap satu film dan untuk menyelamatkan para penonton yang budiman, hahaha
jadi penasaran juga sama film 3dara
Kalau menurut saya justru karena perkembangan film Indonesia yang sedang bagus tahun ini,makanya membuat para filmmaker Indonesia semakin bersemangat memproduksi film.. Yahh tapi sayangnya ada yg tidak memperhatikan kualitas (asal-asalan) dari film yg dibuat,sehingga muncullah film film seperti ini..
Memang ada perasaan kesal kalo ada 'film busuk' yang bisa masuk bioskop,tapi disisi lain menunjukkan juga kalo bioskop ngga 'pilih kasih' sama film lokal.. Film lokal sama film luar negeri sama-sama bisa masuk bioskop kokk.. Nah tinggal balik lagi ke kita sebagai penonton mau nonton yg manaa.. Penonton Indonesia juga sekarang udah makin bijak utk memilih film yang tepat.. Kalo ada seleksi takutnya ada indikasi pihak bioskop 'pilih kasih' sama film Hollywood dan film lokal berbudget besar.. Biarkan penonton yg memilih,toh kalo jelek pasti sedikit yg nonton,kalo sedikit yg nonton pasti bakal cepet out dari bioskop.. Darimana tahu film mana yg bagus dan jelek? Nahh itu tugas dari Bang Rasyid.. Dia akan menuntun kita ke 'jalan kebenaran' :)
Oh, absolutely :)
Wah sorry, sepertinya bakal melewatkan itu
Dan udah lulus sensor dari akhir 2015 :)
Duh budiman, hehe makasih ya
Lights Out tayang kok, cuma hari ini maksudnya preview midnite, reguler mulai rabu besok.
Yak, poinnya adalah curahan perasaan, bukan sentimen negatif atau "kepentingan" lain :)
Sebenernya obrolan "seleksi film" itu muncul karena sudah banyak masyarakat kita antipati pada film lokal karena jadi korban film busuk macam ini. Faktanya, pemberian jatah layar buat film sampah ikut mengurangi jatah buat film-film lain yang lebih berkualitas. Dengan adanya seleksi, mau nggak mau filmmaker/produser harus ningkatin kualitas karya mereka kalau mau filmnya diputar. Tapi lagi-lagi ini sekedar obrolan, bukan wacana yang bakal dihadirkan dalam waktu dekat :)
Yah, buat beberapa orang, review bisa kasih gambaran kualitas, tapi sayangnya di Indonesia kultur "film critic" belum sekuat di luar khususnya Hollywood.
Just pray for the best for Indonesian cinema! :D
Okk bang, saya melupakan poin kalau masih banyak film lokal yg ngga dapet jatah masuk bioskop padahal berkualitas,seperti film "Siti" atau film-film lokal yg ikut festival di luar negeri.. Intinya sih supaya industri perfilman Indonesia bisa lebih baik.. Tahun ini perkembangannya bagus,jangan sampai mundur lagi..
Betul! Sudah berjalan ke arah yang benar :)
barangkali berkenan saya sudah review Lights Out kang
http://galeriyudha.com/2016/08/14/review-lights-out-2016-keep-the-lights-on/
wah kenapa di lewati mas...
Lagi susah atur waktu, dan kayaknya filmnya so-so. Bagus enggak, jelek banget pun nggak haha
Tapi kalau sempet pasti nonton
liat trailernya kayak si produser pengen coba bikin film horror erotis ecek ecek tapi gara gara mood diganti projeknya jadi film perang XD
Btw coba dong bang review film so-bad-it's-good kayak film ini https://letterboxd.com/film/fateful-findings/
Posting Komentar