SULLY (2016)
Pada 2012, Robert Zemeckis lewat "Flight" menuturkan kisah kepahlawanan seorang pilot yang mampu secara luar biasa mendaratkan pesawatnya, menyelamatkan banyak nyawa penumpang, namun berujung jadi pesakitan tatkala proses persidangan mengungkap bahwa ia berperan menciptakan kecelakaan tersebut. Setahun kemudian, dalam "Captain Phillips" Tom Hanks memerankan sang titular character, kapten kapal yang harus berjuang menyelamatkan diri sendiri beserta awaknya dari serangan perampok Somalia. Gabungkan kedua judul itu, anda pun mendapatkan "Sully" garapan Clint Eastwood yang tetap produktif menghasilkan karya berkualitas walau usianya telah menginjak 86 tahun.
Diangkat dari autobiografi dari Chesley "Sully" Sullenberg (Tom Hanks) berjudul "Highest Duty", film dibuka oleh adegan mimpi buruk Sully ketika pesawatnya mengalami kecelakaan, menghantam gedung hingga hancur meledak tanpa sisa. Di kehidupan nyata, Sully mampu mendaratkan pesawat tersebut di sungai Hudson meski kedua mesin mengalami kerusakan total, menyelamatkan seluruh penumpang (155 orang). Merupakan keajaiban karena belum pernah ada pilot yang mampu melakukan pendaratan darurat di air dengan selamat. Seketika Sully menghiasi layar televisi, dianggap pahlawan, dielu-elukan namanya oleh seantero Amerika Serikat. Sehingga aneh saat ia justru tampak cemas, dilematis, sama sekali tak menunjukkan ekspresi bahagia.
Kecemasan itu didasari oleh penyelidikan National Transportation Safety Board (NTSB), di mana menurut berbagai data yang mereka kumpulkan, Sully masih punya cukup bahan bakar dan ketinggian untuk mendaratkan pesawatnya di bandara terdekat daripada membahayakan nyawa penumpang dengan pendaratan darurat di Hudson. Berangkat dari situ naskah tulisan Todd Komarnicki mengolah drama kemanusiaan menjadi perenungan dilematis. Dua pertanyaan yakni "Apakah Sully sudah mengambil keputusan tepat?" dan "pasca menyelamatkan ratusan nyawa adilkah bila Sully dipersalahkan?" dihadapkan bagi penonton. Pada kenyataannya, sang protagonis pun turut mempertanyakan hal-hal tersebut. Dia meyakini ketepatan kalkulasinya, tapi pemikiran "what if?" senantiasa menghantui.
Tom Hanks bak tanpa kesulitan menghidupkan kegamangan karakternya. Berhiaskan rambut plus kumis putih, ada kematangan menangani berbagai situasi baik di dalam maupun luar kokpit hasil pengalaman selama 40 tahun. Tapi di saat bersamaan kita dapat merasakan setumpuk kegundahan terpendam yang seolah bisa meledak setiap saat. Hanks hits the right tone perfectly in this low key yet absorbing performance. Bukan sebuah kejutan jika di awal tahun depan nama Tom Hanks kembali menghiasi jajaran peraih nominasi aktor terbaik Oscar untuk keenam kalinya.
Treatment naskah plus sudut pandang Clint Eastwood mengenai heroism tema yang telah puluhan tahun ia tangani memang one-sided ketika penonton diarahkan supaya mengakui kepahlawanan sang kapten. Tapi pengungkapan satu demi satu fakta menyudutkan ditambah siratan ketidakyakinan Sully kuat menjaga pemikiran kritis penonton. Saya pun dibuat mengesampingkan fakta bahwa selama 96 menit durasi, ceritanya cenderung tipis, sekedar bolak-balik antara momen kecelakaan pesawat dan setting masa kini menyoroti kebimbangan Sully menghadapi investigasi. Beberapa subplot semisal konflik Sully dan sang istri (Laura Linney) akibat kekhawatiran akan worst case scenario Sully dinyatakan bersalah, dilarang terbang, lalu mengalami kesulitan ekonomi juga flashback masa lalu tersaji dangkal, tanpa signifikansi berarti.
Eastwood masih piawai memainkan dinamika penceritaan, bertutur memakai tempo lambat sambil sesekali menghentak, memunculkan rasa sesak melalui adegan kecelakaan menegangkan. Bukan hamparan bombastis layaknya "Flight", namun setelah menghabiskan sedikit waktu mengamati kegiatan berhiaskan senyum para penumpang sebelum lepas landas, terdapat kesan mencekam bagai kita tengah menjadi saksi mata suatu tragedi (berpotensi) maut. Ketegangan memuncak saat pesawat bergetar hebat, dan para pramugari mulai berteriak "Brace, brace! Heads down, stay down!”. Such a scary situation there. Sayang, filmnya ditutup lemah akibat repetisi adegan plane crash yang sepanjang film ditampilkan berulang kali. Membuatnya terasa dragging, cukup melucuti dampak emosional suatu kisah heroik, bukan saja seorang Sully melainkan seluruh warga New York.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
5 komentar :
Comment Page:Kalo udah muncul tolong review Blair Witch sama Rings ya
bsok ntn ahh...thx broo
Pasti :)
Clint Eastwood punya cara bertutur yang khas menurut saya. Walaupun blm nonton, tapi kayanya bakalan seperti nonton Changeling nih. Semoga ada sutradara Indonesia yang bisa seperti Clint Eastwood. Age is just a number. Class is permanent. Long live Clint!
Di Indonesia emang jarang banget sutradara veteran yang masih produktif. Paling uzur mungkin Garin Nugroho (55 tahun)
Posting Komentar