PASSENGERS (2016)
Kejutan terbesar "Passengers" adalah saat anda mendapati film ini bukan cerebral sci-fi macam "Gravity" atau "Interstellar", tidak pula menyimpan misteri berbalut twist sebagaimana ditonjolkan oleh materi promosinya. It's simply "Titanic" in space with some nods to "Sleeping Beauty" and "The Shining". Karya terbaru sutradara Morten Tyldum ("The Imitation Game") ini mungkin takkan terdengar di ajang penghargaan seperti yang sebelumnya diprediksi, namun pentingkah itu ketika dua bintang paling panas Hollywood saat ini, Chris Pratt dan Jennifer Lawrence dipersatukan?
Pesawat Avalon terbang menuju Planet Homestead II, tempat 5.000 orang penumpangnya akan membangun peradaban baru. Mereka direncanakan berhibernasi selama 120 tahun, lalu bangun empat bulan sebelum mendarat guna mempelajari cara hidup berkoloni dipandu 238 kru Avalon. Malang bagi Jim Preston (Chris Pratt), kerusakan kapsul hibernasi membangunkannya 90 tahun lebih cepat. Jadilah Jim sendirian di luar angkasa, bermain basket dan "Dance Dance Revolution", minum-minum di bar sambil ditemani robot bartender bernama Arthur (Michael Sheen) yang mengingatkan pada tokoh Lloyd dalam "The Shining", sembari sesekali mencari cara untuk hibernasi kembali.
Luar angkasa selalu penuh misteri tanpa batas. Membayangkan terjebak seorang diri menanti ajal di sana memudahkan untuk memahami degradasi psikis yang dialami Jim. Setahun berlalu akhirnya ia mendapat teman tatkala Aurora like in "Sleeping Beauty" yang diperankan Jennifer Lawrence ikut terbangun. Saya takkan mengungkap penyebabnya, namun kejadian ini memunculkan ambiguitas moral dalam ceritanya. Here's the best part of this movie, when the romance sparks between those two while we realize that there's a human's dark side inside. Namun (creepily) sisi gelap tersebut dapat dimengerti sehingga pertanyaan kemanusian tidak hanya ditujukan pada karakter filmnya, pula bagi kita sendiri.
Serupa banyak suguhan sci-fi di luar sana, naskah garapan Jon Spaihts turut menuturkan tentang kepongahan manusia. Seperti Titanic yang dianggap tak bisa tenggelam, pihak Homestead menyatakan kapsul hibernasi tidak pernah gagal berfungsi. Pada akhirnya kita tahu bagaimana nasib kedua "mahakarya" tersebut. Spaihts menekankan bahwa kesombongan ini erat kaitannya dengan ketergantungan manusia pada mesin. Walau berjalan lurus tanpa kelokan berupa twist mengejutkan, naskah film ini nyatanya terbukti cukup kaya, menyimpan banyak layer dalam alur.
Seperti Jim, Aurora pun terguncang. Tapi berbeda dengan Jim, sulit baginya menerima, sebab mimpi besarnya sebagai penulis turut hancur. Bukan saja maksimal menyalurkan rasa frustrasi tokohnya, Jennifer Lawrence pun mampu membuat tiap kalimat terdengar natural, casual, enak diikuti. Bersama Chris Pratt yang menjadikan kerapuhan dan keputusasaan Jim terasa simpatik, keduanya membangun interaksi solid didasari barter dialog yang hidup. Bahkan kalimat cheesy macam "You die, I die!" (get the "Titanic" reference?) urung berakhir menggelikan. Mereka menyuntikkan energi, menjaga gravitasi penahan atensi penonton bahkan sewaktu paruh akhir filmnya meninggalkan paparan humanisme kompleks dan terkesan menggampangkan berkonklusi.
Third act-nya beralih menuju gelaran spectacle engan getaran serta letupan api. Keputusan itu bisa dimengerti mengingat "Passengers" sejatinya memang blockbuster hiburan. Masalahnya, Morten Tyldum kurang cakap memvisualkan kemegahan out of this world dan puncak ketegangan bombastis. Momen spacewalk yang Jim deskripsikan sebagai "the best show in town" hadir tanpa kesan berarti, begitu pula klimaksnya, walau adegan luapan air kolam renang sewaktu gravitasi menghilang jelas memikat mata. Lebih fatal yakni pilihan konklusi yang melupakan kompleksitas kisah kemanusiaan, menjustifikasi perbuatan karakternya demi memberi akhir bahagia. Ending yang baik tidak bersinonim dengan kebahagiaan, melainkan yang layak didapatkan karakternya, dan karakter dalam "Passengers" tidak layak mendapat akhir sebagaimana yang diberikan.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
4 komentar :
Comment Page:"Saya takkan mengungkap penyebabnya, namun kejadian ini memunculkan ambiguitas moral dalam ceritanya"
di tempat review tetangga malah ditulis dengan jelas siapa dan apa penyebabnya, ane sendiri belum nonton jadi gak tau bener apa salah yang ditulis..
Saya memang sebisa mungkinn menghindari spoiler sekecil apapun :)
Ya emang...kenapa endingnya sesederhana itu...seharusnya si bisa lebih kompleks..
Momen spacewalk memang harusnya bisa lebih megah sih.
Posting Komentar