MOONLIGHT (2016)

17 komentar
Selain hiburan, film dapat berguna sebagai media penyampai statement, mengangkat dan mengkritisi isu sosial-politik, propaganda, bahkan bentuk perlawanan. Meski takkan seketika mengubah dunia, film mampu membangkitkan kesadaran, menggerakkan massa yang nantinya melakukan perubahan. Namun kapasitas tersebut tak hanya membuktikan kekuatan film, bisa juga menutupinya, terlebih saat suatu karya diunggulkan lebih karena mengusung konten yang dapat digunakan bagi perlawanan ketimbang sepenuhnya berpijak pada kualitas. "Moonlight" karya Barry Jenkins selaku adaptasi stageplay "In Moonlight Black Boys Look Blue" milik Tarell Alvin McCraney adalah "korban" dari kondisi di atas. 

Jenkins yang turut menulis naskahnya membagi "Moonlight" menjadi tiga babak mewakili fase hidup tokoh utama, masing-masing diberi judul sesuai nama dan panggilannya (Little, Chiron, Black). Babak pertama menuturkan bagaimana Chiron kecil (Alex Hibbert) yang pemalu menghadapi tindakan abusive sang ibu, Paula (Naomie Harris). Chiron justru menjalin kedekatan dengan bandar narkoba bernama Juan (Mahershala Ali) beserta kekasihnya, Teresa (Janelle Monae), bersedia sesekali berbagi isi hati. Dia pun berteman baik dengan Kevin (Jaden Piner) yang selalu mendukung Chiron saat teman-teman sebaya lain mem-bully dirinya. Dalam fase kedua Chiron (Ashton Sanders) telah remaja, tetaplah korban bully, dan menemukan jati diri sebagai gay, mendapat pengalaman seksual pertama kali lewat handjob di pantai. 
"Moonlight" menuturkan kisah yang jarang mendapat sorotan dan layak diungkap, itu pasti. Secara sosial, menjadi gay tidaklah mudah, apalagi bila terjadi di kalangan kulit hitam di mana lingkungan begitu mementingkan machoisme seorang pria. Namun hilangkan unsur itu, maka film ini sekedar pengulangan keklisean queer movie yang sarat pertanyaan "who is you?" dan ketertutupan lalu mengawinkannya dengan paparan klise perjuangan kaum kulit hitam yang identik akan kemiskinan serta kehidupan keras di jalan. Tentu ketiadaan inovasi bukan soal andai diikuti penulisan solid, karakterisasi menarik, pula pengadeganan kuat sang sutradara, masalahnya "Moonlight" pun urung menyimpan kelebihan semacam itu. 

Jenkins pandai beranalogi dalam naskahnya, baik memanfaatkan baris demi baris kalimat untuk menyiratkan pesan pencarian jati diri, menjadikan dialog bermakna, tak hanya sambil lalu, hingga beberapa adegan selaku metafora (Chiron "memilih identitas" di kepalan tangan Juan, proses Juan mengajari sang bocah berenang yang ibarat pembaptisan). Namun kejelian itu tidak diikuti kekuatan mengolah karakter. Chiron adalah sosok terpinggirkan, minoritas, dan itu mendorongnya membangun self-defense berupa pribadi tertutup. Tapi itu sebatas karakterisasi textbook belaka, selebihnya banyaknya Chiron berdiam diri justru menyulitkan Jenkins membangun warna baginya, berakhir datar, tidak menarik. Juan pun serupa. Dia adalah kriminal berhati emas. Tapi kenapa? Apa yang mendorongnya sedemikian peduli pada si bocah asing? Tidak ada alasan kecuali memberi Chiron father figure. 
Daya cengkeram suatu cerita turut dipengaruhi oleh seberapa related dengan penonton, dan untuk paparan mengenai kaum minoritas perlu ditonjolkan sisi yang menghilangkan sekat perbedaan supaya menampar mereka yang menutup mata bahwa sejatinya seluruh manusia sama. Misalnya "Loving". Tidak semua orang mengalami pernikahan antar-ras tapi pasti pernah jatuh cinta. Sementara "Hidden Figures" mengetengahkan perjuangan saat seseorang dipandang remeh. Pertanyaannya, apa poin utama film ini? Chrion sangat menderita? Chiron terinspirasi jejak Juan sehingga walau dahulu membenci narkoba dan sang ibu yang addict ia memilih jalan serupa kala dewasa? Pembahasan cinta pun kurang menyengat tatkala tanpa diawali bangunan kehangatan emosi, hubungan, atau indahnya cinta, penonton disuguhi adegan handjob "dingin" selaku titik balik sekaligus highlight moment.

Memasuki babak ketiga alias 45 menit terakhir, "Moonlight" bergerak menuju keintiman hangat ketika Chiron dewasa (Trevante Rhodes) bereuni dengan Kevin (Andre Holland). Diisi obrolan kasual pada pertemuan kembali yang mengembalikan memori juga bergulir secara canggung (in good and natural way) ini barulah timbul kesubtilan rasa memikat. Keberhasilan ini dipicu chemistry solid Rhodes dan Holland yang mulus bertukar kata, berbagi rasa melalui tatapan mata. Faktanya ketiga aktor pemeran Chiron tampil bersinergi, menghadirkan kesan satu orang dengan kepribadian pula bahasa tubuh sama. Pilihan Jenkins menggunakan banyak close-up terbayar berkat Hibbert, Sanders, dan Rhodes, membuat sederet shot tersebut powerful.

Menemani ketiganya adalah konsistensi totalitas Naomie Harris mencurahkan segenap daya dan emosi menghidupkan kekacauan sesosok wanita sekaligus ibu. Sementara Mahershala Ali walau jauh dari definisi buruk, membuat saya mempertanyakan kepantasannya sebagai frontrunner kategori aktor pendukung terbaik di Oscar mendatang. He's kinda charming, but that's it. Mahershala lancar menyunggingkan senyum, tapi tidak kala menghadapi situasi kompleks seperti respon sewaktu Chiron bertanya apakah ia menjual narkoba. Akting Mahershala Ali merangkum keseluruhan "Moonlight": decent and overrated

17 komentar :

Comment Page:
Unknown mengatakan...

Waw.. overrated yaa. Hehe

Rasyidharry mengatakan...

Buat saya sejauh ini Moonlight yang paling lemah di antara nominee Best Picture 2017 (belum nonton Lion, Manchester by the Sea, Fences)

Unknown mengatakan...

Manchester By The Sea , Casey Affleck sadis!

Unknown mengatakan...

Udah ada di lapak kah?

Zulfikar Knight mengatakan...

Sedatar itukah film ini sampai-sampai hanya mendapatkan 3 stars? Ini pesaing berat La La Land lho.

Rasyidharry mengatakan...

Udah sejak lama kok :)

Rasyidharry mengatakan...

Moonlight is not a bad movie, apalagi buat yang sangat related dengan ceritanya. Tapi daripada murni kualitas, statusnya sebagai contender kuat di Oscar lebih didorong kontennya yang anti-Trump. Loving (yang juga melawan rasisme) jauh lebih bagus & pantas.

Unknown mengatakan...

Review film silence mas...ceritanya bikin sy terperangah nontonnya...hahaaa...

Unknown mengatakan...

Review film silence mas...ceritanya bikin sy terperangah nontonnya...hahaaa...

Rasyidharry mengatakan...

Nunggu di bioskop ah, sayang :)

Unknown mengatakan...

menonton moonlight mempertanyakan thats the ending?

Alvi mengatakan...

Untk yg ini terpaksa kurang sependapat gan. tnp hrus pernah mngalami kyak chiron pun sya bs memahami pendekatan yg diambil jenkins untk chiron. dan untk motivasi juan sendiri, dalam paparan dialog nya ke chiron udh jelas kok kalo juan punya pengalaman yg serupa sprti Chiron.

Rasyidharry mengatakan...

Haha jangan terpaksa ah. Tentang Juan, ya ada kalimat yang menjelaskan, tapi overall karakterisasinya terlalu "malaikat". Terlalu berusaha menunjukkan "ini lho, kriminal juga punya hati".
Satu hal pasti, Moonlight nggak akan berjaya di Oscar hehe

Zulfikar Knight mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Anonim mengatakan...

*SPOILER*


Klo boleh tahu, Juan matinya gimana ya? Gak dijelasin?

Rasyidharry mengatakan...

Memang nggak dijelaskan

Ichsan Hidayatu Robby mengatakan...

Baru selesai nonton karena penasaran kenapa sampai bisa ngalahin la la land di oscar, dan saya sangat setuju dengan mas rasyid tentang apa poin utama film ini