ONE FINE DAY (2017)

11 komentar
Bertaburan bintang idola kaum remaja, mengusung tumbuhnya asmara di setting luar negeri, wajar apabila banyak pihak skeptis akan produksi teranyar Screenplay Films ini. Terlebih Asep Kusdinar juga Tisa TS masing-masing tetap ada di kursi sutradara dan penulis naskah. Tidak bisa disalahkan. Itulah formula kemenangan yang menghasilkan dua film dengan jumlah penonton di atas sejuta. Andai berubah pun sifatnya takkan ekstrim dan tiba-tiba. Namun ketika beberapa bulan lalu Promise "hanya" meraih sekitar 655 ribu penonton, terendah dibanding film Screenplay lain, sedikit modifikasi rasanya perlu, dan One Fine Day melakukan itu.

Kini giliran Barcelona menjadi panggung sewaktu Mahesa (Jefri Nichol), musisi amatir sekaligus penipu ulung pemeras uang wanita-wanita yang dipacarinya, bertemu Alana (Michelle Ziudith). Mudah bagi Alana menyukai Mahesa yang hangat nan romantis mengingat sikap posesif sang kekasih, Danu (Maxime Bouttier) yang sampai mengirim bodyguard untuk mengawalnya ke mana saja. Berikutnya bisa ditebak, One Fine Day berkutat pada cinta segitiga, tepatnya pertarungan Danu si kaya yang sombong melawan Mahesa yang apa adanya tapi penuh kebebasan. Sesederhana itu.
"Sederhana" sesungguhnya kurang pas disematkan bagi karya Screenplay, pun One Fine Day yang diisi jalan-jalan mengelilingi Barcelona. Namun ketimbang judul-judul sebelumnya, film ini tak lagi disusun oleh barisan kutipan "romantis". Sesekali kalimat bernada puitis terucap tapi dalam kadar normal. Meski harus diakui, jalinan asmaranya tetap bergulir dangkal di mana kebahagiaan identik dengan montage jalan-jalan ditemani lagu Te Amo Mi Amor sambil memaksakan Alana (si pencari kebahagiaan) tertawa menanggapi apapun tingkah Mahesa (si pemberi kebahagiaan). 

Setidaknya dibandingkan Promise atau dwilogi London Love Story, glamoritas berupa mengendarai mobil mewah di luar negeri atau berkencan di restoran mahal bukan pondasi. Didorong pemanfaatan tepat setting di mana kemeriahan kultur serta musik menghadirkan tarian kegembiraan, kedua tokoh utama tampak murni mencari cinta. Kali ini setting luar negeri bukan sekedar memfasilitasi hedonisme karakternya, melainkan usaha mereka mengejar kebahagiaan. Hal ini didukung pula oleh sosok Mahesa yang dari luar tak sesempurna protagonis pria lain milik Screenplay. 
Jefri Nichol jelas piawai melakoni peran bad boy, walau resiko typecast perlu ia perhatikan demi daya tahan karirnya. Satu detail yang agak mengganggu adalah ketika Nichol beberapa kali bermain gitar tanpa memindahkan kunci. Sementara Michelle Ziudith dengan tangisannya niscaya bakal mudah membuat penonton remaja ikut berurai air mata. Walau cukup disayangkan, penokohan Alana yang cenderung pasif kurang memberinya kesempatan unjuk gigi keahlian mencuri perhatian sebagai gadis bersemangat. Padahal barter sindiran antara Ziudith dan Nichol bakal memberi nyawa lebih untuk percikan asmara filmnya.

Kembali menyoal penyederhanaan, memilih tidak lagi memaksakan keberadaan rahasia atau twist "besar" yang senantiasa jadi "penyakit" Screenplay jelas nilai tambah dalam One Fine Day. Pergerakan alur pun berakhir lebih lancar, tanpa terbebani pengungkapan kejutan tak masuk akal selaku konklusi. Lupakan keraguan sembari menyadari tujuan serta target pasar filmnya, maka anda akan menemukan One Fine Day sebagai rilisan terbaik Screenplay Films sejauh ini.

11 komentar :

Comment Page:
Anonim mengatakan...

Alhamdulillah... ada juga film screnplay yang tidak dibantai sama kak rashid... :)

Panca mengatakan...

Review yg cukup untuk rilisan Screenplay , tapi sepertinya saya tidak tergoda untuk beli tiket film ini.. ya karena rasa skeptis sudah sangat besar untuk screenplay..haha..

Jadi kira2 Lebih baik nonton ini atau mereka yg tak terlihat mas??

Ulik mengatakan...

Jangan2 karena ada jefrinya ini ....

Rasyidharry mengatakan...

@Anonim haha nggak semua kok, London Love Story masih sedikit enjoy

@Panca Sona Ya kalau memang udah nggak suka sama pola Screenplay, mending Mereka Yang Tak Terlihat aja

@yazuli al amin Yang jelas Jefri jauh lebih bisa dilihat daripada Dimas Anggara apalagi Boy Williams

Unknown mengatakan...

Bang gk pa2 gitu style rambut di poster sma di film'y beda?

Oh iya Mahesa tiba2 dah baikkan sama tmen2'y itu kan gk diceritain gmna, emang gk pa2 gk ngaruh gitu sma film'y.

Trus kan kata'y Alana kuliah kok gk diceritain dia lgi kuliah atw bljr gitu apa lgi libur?

Pas bagian mkn pisang aduh itu remeh dibibir'y bkin salpok haha knpa gk cut dlu gitu atw dielapin sama Alana haha...

Trus pas Alana digendong paksa sama danu Alana kyak lagi ketawa gitu apa geli atw gimna yaah haha...

Danu klo ngomong gk jelas bgt atw pendengaran sya aja yg bermasalah haha...

Trus pas di cafe Alana ikutan nyanyi kok bisa tau ya lgu itu?

Kata'y pak Abdi mau blik ke Indo tpi kok gk, apa boong doang?

Maaf bang bnyak pertanyaan'y soal'y kepo bgt btw makasih review'y😁

Unknown mengatakan...

Oh iya kyak'y ada blooper deh pas adegan mau beli es krim, di kacamata'y Alana keliatan kru'y lgi ngeshoot gitu haha di sana kan gk ada siapa2 selain Alana sama Mahesa.

wins mengatakan...

Nunggu Merah Putih Memanggil...

Rasyidharry mengatakan...

@Mochamad Fauzi Clementi Sebenernya ya masalah, tapi karena Jefri Nichol tetep ganteng bisa dimaafkan haha. Soal Alana yang bisa ikutan nyanyi, well, karena saat itu lagunya udah mulai viral, dan dia beberapa kali udah denger jadi wajar. Kalau kuliah Alana dsb, yah gitulah film Screenplay, detail penokohan nggak pernah dijelasin. Kalau Pak Abdi ya emang nggak perlu diperlihatkan sih kepulangannya.

Yap, blooper itu, kelihatan kameraman :)

@wins Merah Putih Memanggil keburu ilang kemarin, nggak sempat

Unknown mengatakan...

Haha dsar org ganteng mh bebas...
Ooh gitu yaah mksih banyak dah dibales😁

dim mukti mengatakan...

Jangan jangan ntar di Surat Cinta Untuk Starla pake Amanda Rawles lagi buat jadi orang ketiga nih...

Rasyidharry mengatakan...

@Mochamad Fauzi Clementi Jefri Nichol mah bebas haha. Welcome :)

@Dimas Catur Bukan mustahil. Sekedar extended cameo juga bisa