INSIDIOUS: THE LAST KEY (2018)
Rasyidharry
Januari 11, 2018
Adam Robitel
,
Angus Sampson
,
Cukup
,
horror
,
Joseph Bishara
,
Josh Stewart
,
Leigh Whannell
,
Lin Shaye
,
REVIEW
31 komentar
Begitu film usai, saya merasakan atmosfer berbeda dibanding tiga installment Insidious sebelumnya. Tidak ada desahan maupun tawa penanda rasa lega para penonton. Kelegaan setelah dipaksa menahan nafas menghadapi terkaman teror membabi buta. Lampu bioskop menyala, ada yang membuka handphone, mengobrol, atau segera meninggalkan ruangan. Terdengar seorang penonton berkata, "biasa aja ya?". Pernyataan itu menjelaskan perbedaan atmosfer di atas. Insidious: The Last Key memang bukan wahana roller coaster serupa pendahulunya. Mencapai seri keempat, usaha menempuh jalur baru sebenarnya wajar.
Namun wajar bukan berarti tepat. Apa yang terasa di momen penutup sejatinya mirip dengan suasana saat judul film terpampang. Dingin, datar, tanpa biola menyayat buatan Joseph Bishara yang selalu mencirikan Insidious. The Last Key ingin mencoba sesuatu yang beda dengan cara melucuti salah satu aspek ikonik franchise-nya. Untungnya, hanya salah satu. Sutradara Adam Robitel (The Taking of Deborah Logan) bagai telah lulus "James Wan's School of Jump Scares", sedangkan Leigh Whannell selaku penulis naskah sejak film pertama tentu paham di mana poros cerita seri ini terletak: Elise Rainier (Lin Shaye).
Alurnya membenamkan diri lebih jauh menyelami masa kecil Elise, ketika ia mulai menyadari bakatnya berkomunikasi dengan makhluk halus. Mengetahui itu, ayah Elise, Gerald (Josh Stewart), selalu bertindak kejam, memukuli Elise tiap kali ia berkata tengah melihat hantu. Pengalaman traumatis tersebut merupakan pangkal segala poin plot The Last Key. Whannell bukan pencerita handal. Sering keteteran menangani pendalaman cerita di antara kewajiban menyusun alur penuh misteri serta twist layaknya benang kusut. Tapi paling tidak gagasan mengenai "kebencian dan rasa bersalah sebagai musuh utama" bisa tersampaikan dengan mulus.
Lain halnya terkait cara menyulut dan mengakhiri konflik. Whannell terlampau bergantung pada kebetulan-kebetulan sampai keputusan-keputusan karakter yang mengundang tanya. Malas, juga menggampangkan. Bahkan klimaksnya ditutup menggunakan deus ex machina. Momen ini sesungguhnya berpotensi menguras emosi sekaligus terlihat badass, serupa Chapter 3 tatkala kalimat "Come on, bitch!" terlontar dari mulut Elise. Sayang, kesan dadakan ditambah pengadeganan cartoonish Robitel membuat momen tersebut berujung konyol.
Insidious: The Last Key tertolong oleh beberapa jump scare yang masih cerdik mempermainkan ekspektasi, pun tepat menempatkan gebrakan, daripada asal berisik. Beberapa adalah penerapan ulang trik lama yang sulit disangkal memang efektif membuat penonton terperanjat. Belum lagi memikatnya tata rias pembungkus tampilan para hantu kala seperti biasa, visual setan Insidious cenderung menyentuh ranah fantasi yang imajinatif. Desain KeyFace selaku antagonis utama mungkin tak sesegar Lipstick-Face Demon atau Bride in Black, pula kalah menyeramkan, tapi jelas jauh lebih kreatif ketimbang setumpuk horor generik di luar sana.
Film ini gelap. Bicara mengenai penyiksaan anak, tragedi, sampai trauma yang mengajak kita menyusuri sisi terkelam Elise. Bahkan jika pikiran nakal anda ikut terlibat, nuansa di paruh akhir film secara subtil memancarkan aura "S&M". Itu sebabnya, bumbu komedi yang mengandalkan polah konyol Specs (Leigh Whannell) dan Tucker (Angus Sampson) memancing inkonsistensi tone. Terlebih tingkat kelucuannya kurang stabil. Selipan humor keduanya di sela-sela teror merupakan pola andalan seri Insidious, dan sewaktu formula suatu franchise tidak lagi mujarab tetapi usaha menempuh jalan baru justru merusak pondasi, tiba waktunya menyelesaikan perjalanan sesegera mungkin, sebelum franchise ini terseret jauh menuju dunia gelap bersama Lipstick-Face Demon.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
31 komentar :
Comment Page:Yaa film ini biasa aja.. alurnya agak lambat menurut gw.. gw pribadi ngga ada teriak kaget sepanjang film.. Kesan horornya kurang terlalu terasa, tapi di bagian akhir cukup menikmati.. And yes, it's all about Lin Shaye
Duet Specs and Tucker sih yang gw bilang jadi penyelamat film ini.. sepanjang film selalu nunggu tingkah mereka hahaha
Seri keempat Insidious jadi "biasa" dan kurang berkesan tuh apa karena penundaan perilisannya ya, Mas ? Terus ngebikin naskahnya jadi gak terlalu kuat gitu ? Atau karena Whannel sendiri ikut main jadi konsentrasinya terpisah antara akting dan naskah ?
Selalu saya perhatikan,
saat nonton film yg tenar atau sedang hangat dibicarakan,
saat film berkhir dan lampu menyala,
selalu ada yg ngoceh "Biasa aja ya?"
Ngomongnya sengaja agak dikencengin biar di sekitarnya ikut denger.
Entah apa yg ingin dibuktikan orang2 seperti ini
@Billy Penyelamatnya si Imogen dong, cakep banget haha
@Pramudya Whannell udah biasa ikut main, dari jaman Saw sampai Insidious, jadi nggak pengaruh. Masalah pacing sutradara
@Bang Rasyid Iya juga sih Whannell juga main di Insidious 3 ya, Mas ? Tapi kalo yang Saw saya gak ngeh dia double posisi gitu.
Kalo udah gini apa franchise Insidious bakalan tetep lanjut atau udah cukup sampe seri keempat aja ?
imogen penyelamat franchise, ayo luaskan cerita ke kehidupan imogen yang punya bakat juga
hahaha(hayalan sesaat)
kalo dibandingkan emang kalah, tp tetap lebih bagus drpada horor kebanyakan
@Pramudya Whannell mah udah dari Insidious pertama. Di Saw pertama dia jadi Adam, salah satu korban Jigsaw. Selama duit ngalir ya bakal tetep lanjut. Ada gosip bakal crossover sama Sinister juga.
@Teguh Perlu bikin hashtag #TeamImogen jadi trending sepertinya haha
@Mas Rasyid Udah lama juga ya berarti Whannell kerjasama sama James Wan. Wah, nanti bakalan duel kayak Freddy vs. Jason atau gimana tuh mas ?
Bang kapan mereview film Shape of Water?
I dun really care sih.. tapi pengin eksis aja di kolom comment kayak yag lain.
Hihihihi. Sori, bang :))
Kasih Rate 3 termasuk bagus mas
Mengingat banyak netizen yang bilang jelek dan kecewa
Padahal Annabelle (2014) dikasih rate jelek oleh Mas Rasyid
Ooh pantes iklannya Insidious ini gencar banget di TV2 lokal.
Mo mendongkrak pendapatan rupanya. Soalnya hasil review pengamat dan obrolan mulut kemulut dari penonton itu ngaruh banget mendorong orang nonton ke bioskop.
@Pramudya Itungannya tetep kerja sama kok, kan Wan di Insidious selalu produser.
Well, gimananya entah. Palingan 2 arwah saling rebutan mangsa
@Jackman Ya masih layak tonton intinya. Tapi tetep kecewa. Cara ngagetinnya masih belum tergolong malas, kalau Annabelle pertama sih kancut haha
@Anonim True. Di penonton kita, iklan TV itu besar sekali dampaknya. Karena penikmat film yang mayoritas udah meninggalkan TV, mostly tetep akan nonton. Yang perlu dirangkul ya mereka-mereka ini. Jumlahnya gede banget.
Abis nonton ini, trus nonton Insidious yg pertama di tv. Jadi kerasa banget kalo yg ke-4 ini udah kehilangan rasa horrornya. Kalo yg pertama kerasa banget itu serem dan tak berdaya. Kalo yg ke-4 ini lebih kayak "The Adventure of Elise".
review maipa deapati datu museng bang?
Filmnya odi c harahap kapan nie reviewnya, nungguin review abang dulu sebelum nnton
Filmnya odi c harahap gimana ,blom mau nnton sebelum abang review
@Tri Nah itu, sebenernya kalau stand alone, The Last Key ini bagus. Tapi karena sekuelnya Insidious, yang artinya standar lebih tinggi, jadi nggak segitu memuaskan
@Anonim Niatnya malam ini nonton tapi jam penayangannya dipotong, ganti Forever Holiday in Bali dulu. Mungkin Maipa kalau jadi nonton Minggu
@Mas Rasyid Bakalan unik kalo crossover-nya 2 hantu rebutan mangsa. Pasti bakalan banyak jumpscare karena keributan 2 hantu. Patut ditunggu.
Bos bakalan review fil Darkest Hour? Kayanya performanya Gary Oldman bagus banget disini, kemaren dapet golden globe
@Rayhan Tentu, minggu depan juga udah tayang kok :)
Bang, mungkin yg ke 4 kurang horror maybe karena James Wan yg bukan sutradaranya lagi? Karena terasa perbedaan kualitas horror + ketegangan atmosfir di insidious 1-2 (James Wan)dengan insidious 3-4?
Demi pundi pundi Saya yakin akan ada sekuel lg apalagi karena ada imogen dan sekuel ini akan terhenti sampai menjadi sampah dan tidak laku lagi.
Diluar insidious dari akhir 2017 banyak film bagus2 . Udah list film ini :
1. The Disaster Artist
2. THe Shape Of The Water
3. Film Stars Dont Dine In Liverpool
4. The Killing of a sacred deer
5. Battle of the sexes
Yang mana yg harus saya tonton dulu?
@dramaaddict Jelas ada pengaruh. Wan itu natural, penerusnya coba ikutin gaya dia. Tetep beda.
@Panca Disaster Artist > Killing of sacred deer > battle of the sexes > film stars. Belum nonton shape of water
Shape of the water itu apa prekuelnya Hellboy?
Bukan dong, ini beda lagi. Hellboy malah mau reboot
Manusia ikannya persis ama si Abe temannya Hellboy.
Apa James Wan sebagai produser kagak turut campur tangan ke proses produksi film-nya?
Soalnya berbeda sm Annabelle creation, walau James Wan duduk di kursi produser dan David F Sandberg yg jadi sutradara, tapi cara sandberg membangun atmosfir dan menampilkan jumpscare justru seperti mengetahui cara kerja james wan saat menjadi sutradara, atmosfir yg seram dan jumpscare yang kreatif. James Wan banget gtu feel-nya.
Dan juga terlihat bahwa James Wan turut campur tangan dalam proses pembuatan film dan syuting Annabelle creation. Kenapa insidious 4 gak menampilkan hal serupa? Walau Wan ada di kursi produser tapi seharusnya rasa insidious tetap rasa dari tangan James Wan saat ia membangun insidious 1-2
@Tri Haha mirip sih, tapi del Toro lebih inspired by Creature from the Black Lagoon
@dramaaddict Wan kan sibuk, mesti bikin Aquaman. Fokus dia jugaa kepecah ke development beberapa spin-off Conjuring.
Tar insidious 5 ada desas desus hantunya the sacred riana :p
Nggak apa, cakep soalnya haha
Bagus kritikannya
Posting Komentar