SOLO: A STAR WARS STORY (2018)
Rasyidharry
Mei 24, 2018
Alden Ehrenreich
,
Cukup
,
Donald Glover
,
Emilia Clarke
,
John Williams
,
Jonathan Kasdan
,
Joonas Suotamo
,
Lawrence Kasdan
,
Paul Bettany
,
Phoebe Waller-Bridge
,
REVIEW
,
Ron Howard
,
Science-Fiction
,
Woody Harrelson
8 komentar
Kalau anda ingin tahu mengapa Han begitu apatis khususnya di
paruh awal A New Hope (1977), film
ini akan memberi jawaban. Kalau anda ingin tahu bagaimana hubungan Han dan
Lando bermula, dan mengapa Lando tega berkhianat di The Empire Strikes Back (1980), film ini akan memberi jawaban. Pun film
ini menguatkan teori bahwa Han semestinya menembak Greedo terlebih dahulu dalam
konforntasi keduanya di Tatooine. Pertanyan-pertanyaan di atas sebenarnya tak
memerlukan jawaban dan lebih baik ditinggalkan sebagai bagian mitologi tanpa
batas. Tapi kalau—seperti saya—anda ingin
mengunjungi berbagai planet serta makhluk baru nan unik juga petualangan
mendebarkan kaya imajinasi, Solo: A Star
Wars Story kemungkinan takkan memuaskan, meski mengingat kendala
produksinya, filmnya urung menjadi sampah sudah pantas disyukuri.
Bahkan corak warna filmnya pun cenderung pucat, beberapa kali
malah ditambah pencahayaan minim. “Galaksi nun jauh di sana” tak pernah terlihat
selesu ini. Nuansa familiar baru terpancar sewaktu kita mampir ke markas Dryden
Vos (Paul Bettany) yang mewah, penuh alien, sampai penyanyi dengan mikrofon
futuristik dan gaun emas. Toh semua itu cuma sejenak. Sebab seperti tertulis di
narasi awal, Solo bertempat di masa
kegelapan. Han (Alden Ehrenreich) pun berasal dari sebuah tempat kumuh di
Planet Corellia, bekerja sebagai pencuri sambil berharap mampu mengumpulkan
uang demi memperoleh kehidupan yang lebih baik bersama cintanya, Qi’ra (Emilia
Clarke). Untunglah di zaman kelam ini, filmnya masih ingat untuk menyelipkan
romansa. Space opera tanpa romansa ibarat
komedi nihil lelucon.
Solo sendiri tampak sebagai film kaya
ambisi. Bukan cuma space opera, unsur
heist dan western, atau bisa kite sebut “space
western” turut diselipkan. Dan sebagaimana formula heist, kita bisa menemukan adegan judi (permainannya disebut sabacc),
yang juga berperan selaku perkenalan bagi Lando Calrissian yang diperankan Donald
Glover a.k.a. Childish Gambino dengan flamboyan. Namun sebagai heist, Solo bukanlah heist yang baik. Aksi Han bersama Tobias
Beckett (Woody Harrelson) dan gengnya menjalankan beberapa misi perampokan
tidak dikemas secara bergaya oleh sutradara Ron Howard (A Beautiful Mind, The Da Vinci Code, Rush), tidak pula tersusun
atas rencana taktis. Pun tanpa cukup gaya dalam kemasan baku tembak, Solo juga urung menjadi western yang baik.
Skenario garapan Lawrence Kasdan (The Empire Strikes Back, Return of the Jedi,
The Force Awakens) dan puteranya, Jonathan Kasdan (In the Land of Women), cukup kokoh menyusun penokohan. Seluruh protagonis
kita awalnya tampak sebagai individu egosentris maupun berbahaya, sebelum
akhirnya, meski sekelumit, terungkap bahwa mereka merupakan sosok dengan hati
yang memiliki orang-orang untuk dicintai: Lando dan droid miliknya, L3-37 yang amat mencuri perhatian berkat pembawaan
jenaka Phoebe Waller-Bridge, percikan romansa Tobias dan Val (Thandie Newton),
Chewbacca (Joonas Suotamo) dengan keluarganya, dan percintaan Han-Qi’ra.
Walau akhirnya mereka tetap kriminal sekaligus penyintas di suatu masa sulit,
masa di mana petualangan luar angkasa megah jarang bertempat.
Sekalinya terjadi, sesungguhnya Ron Howard dibantu
sinematografi garapan Bradford Young (Arrival)
sanggup mengkreasi gambar epic
tatkala Han dan kawan-kawan berhadapan dengan salah satu monster terbesar di franchise Star Wars sejauh ini. Ketika akhirnya lagu tema gubahan John
Williams kembali berkumandang, Solo
pun sepenuhnya menjadi space opera
yang dicintai jutaan penonton meski hanya untuk beberapa menit. Sisa adegan
kejar-kejarannya tak sebegitu mempesona pun kurang mengeksplorasi kemampuan
plus kegilaan Han selaku pilot (kecuali adegan “The Maw”). Menariknya,
momen aksi jarak dekat justru tergarap apik, khususnya saling tebas antara Qi’ra
dan Dryden. Sebagai alumnus Game of Thrones yang tentunya familiar
dengan pertarungan pedang, tak mengherankan Clarke mampu melakoninya dengan
meyakinkan.
Bagi penggemar, deretan easter
eggs serta cameo jelas jadi
hiburan tersendiri. Dan bagi penggemar, atau penonton yang tidak sama sekali
asing dengan Star Wars, tentu bisa
menebak beberapa hal yang akan terjadi: kemunculan Lando, pertemuan Han dengan
Chewie, maupun nasib romansa Han dengan Qi’ra. Tapi Solo berhasil mementahkan ekspektasi ketika merangkum hal-hal terduga
itu melalui jalan tidak terduga. Tapi bagi sebagian besar penggemar, pertanyaan
terpenting adalah, “apakah Alden tampil baik?”. Dia punya pesona. Belum sekuat
Harrison Ford, tapi bisa dimaklumi mengingat Han di sini belum sematang versi
Ford. Masalahnya, Han versi Alden bukan karakter paling keren (Lando) atau
paling badass (Tobias). Ditambah kurang
efektifnya penggarapan Howard dan pembawaan Alden terhadap momen one-liner, makin tenggelamlah sang tokoh
ikonik di filmnya sendiri.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
8 komentar :
Comment Page:ngerasa ada bagian yg di cut nggak?
Settingnya kebanyakan ditempat yg kumuh dan gelap y..
Kalau yg bkn penggemar star wars,sepertinya film ini gampang dilupakan!menurutku rogue one msh lbh menghibur.
kukira bakal di review bagus, saya urung nonton saja lah
Ga ada dogfight pake millenium falcon nya ya bro?
@Syahrul Masih terhitung positif kan itu. Not bad lah.
@Aan Ada battle pake Falcon. Adegan terbaik sepanjang film. Tapi cuma sekali.
Ga ngeduga si kalo ending nya bakal kelam gitu (untuk ukuran star wars) dan ada kesan nge gantung juga buat sekuel, mungkin itu yang buat ngerasa film ini kurang bagus
Ukuran kelam, Rogue One sebenernya lebih kelam, lha matek semua jagoannya. Tapi di kebanyakan bagian, Solo ini beneran nggak kayak space opera yang mestinya imajinatif.
Kok sy merasa pembawaan si alden ini mirip sekali sama ryan gosling atau tom hardy tenang dan kalem dtmbh pita suara yang ngebass sgt cocok untuk memerankan film2 drama crime atau psychological atau sejenisnya, kayak ada yg kurang dgn han versi alden kurang tengil atau kurang nyengir aja mngkin ansel elgort atau joe kerry agak pas jdi han muda maybe
Posting Komentar