ALAS PATI (2018)
Rasyidharry
Mei 22, 2018
Aviv Elham
,
horror
,
Indonesian Film
,
Jeff Smith
,
Jelek
,
Jose Purnomo
,
Naomi Paulinda
,
Nikita Willy
,
REVIEW
,
Ricky Lionardi
,
Roy Sungkono
,
Steffi Zamora
23 komentar
“What??? Seriously?!
“. Kalau anda menonton Alas Pati,
niscaya kalimat tanya tersebut bakal mengendap di otak. Salah satu karakternya
mengucapkan itu beberapa kali sebelum tewas. Pun respon itu juga yang sering
saya lontarkan sepanjang film. Saya teringat beberapa tahun lalu, semasa SMP,
kala tengah menyaksikan pertunjukan musik di pinggir pantai. Suara ombak dan
angin berlomba dengan distorsi gitar yang menggedor lewat amplifier. Nada yang dimainkan tak jelas, tapi pastinya gitar
rombeng itu dimainkan dalam volume tertinggi. Seusai penampilan, saya mempertanyakan
pengaturan suara tersebut, yang dijawab dengan lantang, “rock is loud, bro!”. Mungkin jika anda tanyakan pada Jose Purnomo (Jailangkung, Gasing Tengkorak), ia pun
akan menjawab “horror is loud, bro!”.
Dibantu musik gubahan Ricky Lionardi (Danur 2: Maddah, Bayi Gaib: Bayi Tumbal Bayi Mati), Jose menyerbu
telinga penonton dengan musik sekencang mungkin, dalam adegan sebanyak mungkin.
Termasuk di setiap false alarm yang
kerap terjadi karena karakternya sering salah lihat, mana kaki hantu mana kaki
manusia, mana rambut kuntilanak mana rambut mahasiswi. Bahkan sewaktu terornya berwujud
kebisingan statis dari alat pendeteksi suara pun, musik tetap diputar
sekeras-kerasnya. Seiring waktu saya pun mulai kebal dengan jump scare yang ditawarkan Alas Pati. Saya mulai mati rasa seiring
keengganan film horor satu ini untuk memainkan rasa takut penonton.
Padahal premisnya menjanjikan. Naskah yang ditulis berdua
oleh Jose Purnomo dan Aviv Elham (Dubsmash,
Sang Sekretaris) seolah ingin memberi pelajaran kepada para remaja kekinian
yang bersedia melakukan apa saja demi ketenaran dunia maya. Apa saja, termasuk berkunjung
ke hutan angker bernama Alas Pati, di mana terdapat kuburan terkutuk di
dalamnya, sebagaimana dilakukan lima remaja pencari tantangan dan penonton
YouTube. Raya (Nikita Willy) merasa perjalanan itu akan seru, Randy (Roy
Sungkono) yakin video petualangan ke lokasi angker bakal mendongkrak jumlah
penonton, sementara Vega (Stefhanie Zamora) butuh uang untuk membayar indekos.
Ketiga alasan itu sepertinya sudah merangkum tujuan hidup banyak muda-mudi masa
kini.
Sesampainya di Alas Pati, para remaja ini mulai bertingkah
tidak sopan, bermain-main dengan mayat dan kuburan. Jangankan arwah-arwah
penasaran di sana, saya di kursi penonton pun ingin mereka semua tewas.
Memiliki deretan tokoh menyebalkan dalam film horor bukan masalah, sebab
melihat satu per satu dari mereka dibantai juga memberikan hiburan tersendiri.
Tapi alih-alih secara konstan memenuhi harapan tersebut, Alas Pati justru memaksa kita menunggu, menunggu, dan terus menunggu
dalam rangkaian keusilan hantu yang cuma sesekali memberi dampak. Salah satu
momen paling mencekam justru bukan dari gangguan dedemit, melainkan ketika Roy
yang tengah merekam video dari jendela mobil nyaris terserempet truk, karena pemilihan
waktunya tak terduga dan tanpa kesan mengulur waktu.
Mayoritas jump scare terlampau diulur, urung memamerkan penampakan ketika kecemasan memuncak, dan
baru memunculkan sang hantu saat saya sudah menguap, lelah menanti, bagai usaha
malas sutradara dan penulis naskah agar mencapai batas minimal durasi film panjang.
Sulit untuk tidak berharap Alas Pati tetap
bertahan di hutan. Setidaknya di sana aroma kengerian lebih semerbak. Sayang,
pasca sebuah adegan kematian mengejutkan yang dieksekusi solid dibalut gore memadahi, karakternya pulang ke
kota, ke rumah masing-masing, dengan darah teman mereka masih mengotori sekujur
tubuh. Jika ada di posisi serupa, saya akan mencuci muka di sungai yang harus
diseberangi sebelum mencapai hutan daripada menunggu berjam-jam kemudian. Bodoh
memang, bahkan untuk ukuran horor remaja.
Bicara soal remaja, jajaran cast-nya bahkan tidak kuasa menjadikan obrolan sehari-hari
terdengar realistis, apalagi asyik disimak. Ada usaha dari naskahnya guna
menjalin interaksi menarik melalui beragam kelakar, namun kelima bintang
mudanya adalah pelontar lelucon yang buruk. Begitu pula tatkala dipaksa
berakting ketakutan. Mereka tampak kurang meyakinkan, dibuat-buat, atau menampakkan
ekspresi seseorang yang mendapati bakso yang diinginkan sudah habis terjual
ketimbang melihat setan. Seperti Jessy (Naomi Paulinda), saya pun berkali-kali
ingin berteriak, “What??? Seriously?!
“.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
23 komentar :
Comment Page:Seperti yang telah di duga ya Mas, hehe. Jose itu gampang nipu, trailer-nya menjanjikan dan hasilnya ternyata wassalam. Sejauh ini horor paling di tunggu ya Sebelum Iblis Menjemput. Oh ya, opini sementara buat teaser Kafir gimana Mas? For me still look like Pengabdi Setan or Pengabdi Setan wanna be..
Setuju. Pengambilan gambarnya Semuanya mirip dengan pengabdi setan.
Hereditary masih belom ada kabar nih kapan di tanyang di Indo, padahal saya nungguin banget
Teaser Kafir keren kok. Bukan mirip sama Pengabdi Setan, tapi dari style dan treatment, keduanya sama-sama terinspirasi haunted house horror era 70-80an. Good, berarti yang bikin banyak nonton horror :)
Hereditary tayang juni 2018 saya juga nungguin nih.. penasaran soalnya
Trailer "Zeta" gimana nih opini-nya Mas? Dilihat kayaknya bukan horror remaja ya, cukup menjanjikan karena ada unsur drama-nya, apalagi ada Cut Mini sama Edo Borne, semoga bagus hasilnya nanti.
Dari Jailangkung, Bayi Gaib sama Sajen dan kemudian Alas Pati ini Udah tau bakalan jelek tapi entah kenapa gw tetep ngeyel pengen nonton haha
@Ungki Nggak ekspektasi tinggi lah sama "Zeta". Ya ada Cut Mini, tapi pemain utamanya tetep aja Jeff Smith yang, yah gitulah. Paling jadi film zombie generik.
@dimas Haha yeah, sammpah semua. Tapi tetep aja besok Jailangkung 2 bakal ditonton.
Selalu menikmati kala mendapati mas Rasyid menulis sambil menghamburkan untaian kata pedas karena dipancing sebuah film yg dieksekusi dg buruk. Have Fun Go Mad !
A nice review. Seperti biasa film Jose Poernomo kualitasnya......ya sudahlah. Tapi masih penasaran sama filmnya sekaligus seberapa hancur filmnya. Mas Rasyid, adegan mobil tenggelam di film ini gimana? Oke gak?
Untuk film horor lebaran, film Kuntilanak lebih menjanjikan ketimbang Jailangkung 2.
Another Failure
Lagi lagi saya bersyukur mas rasyid mereview film jelek. Awalnya pun saya ada niat nonton alas pati tp setelah lihat nama Jose.. pffftt.. Tidak seperti Nayato sih tapi yasudahlah.
Ada niat menulis Teaser Kafir n Sebelum iblis menjemput mas?
@Aaron Yah adegan itu oke kok eksekusinya, cuma sebelumnya ada adegan kejar-kejaran kepanjangan yang nggak seru, jadi keburu capek. Kuntilanak & Jailangkung 2 sama aja sih, lha satunya Rizal, yang satu Jose+Rizal. 😅
@Panca Jose ini kayak Rizal, kalo naskah bagus, film bagus, tapi keseringan naskah yang ambles. Soal bahas teaser tergantung yang punya film, selama ini artikel trailer kan sponsored post 😁
Bakal ngereview Thoroughbreds ga? Ga tayang di Indo itu film, tapi kalo ga sempet review menurut mas Rasyid itu bagus ga?
Entah mengapa, sama sekali gak tertarik nonton film horor buatan sebangsa setanah air...
@wins Terakhir nonton horor lokal apaan?
Mas Rasyid, filmnya Jose Poernomo ada yang bagus selain Jelangkung? atau Angkerbatu?
Skandal (2011). Itu film terbagus Jose selain Jelangkung.
Di boiskop? Blm pernah kayaknya
@wins Kalo gitu coba sesekali. Walau kebanyakan masih kurang, tapi horor lokal mulai menjanjikan apalagi sejak "Pengabdi Setan". Sebagai awal mungkin bisa coba "Sebelum Iblis Menjemput"-nya Timo. Gimana bisa tertarik kalo belum coba kan? :)
Mungkin saya golongan yg kurang suka dgn Horror lokal. Sempet khilaf nonton keluarga tak kasat mata, krn bingung mau ngapain di mall :) dan ampun sy gak ngerti apa yg mau sy apresiasi dr itu film. Dipertengahan film udh emosi saking gemeanya pengen nyobek belahan rok mbak2 penyobek karcis bioskop :). Kl Pengabdi Setan sih nonton krn reviewnya banyak yg posistif. Dan ternyata bnr, hati nurani sy sebgai penonton awam nerima. Untuk film horror lokal,sebelum nonton sy hrs nyari2 dulu reviewer film kayak mas Rasyid ini..
@Agha Ya, amannya begitu. Film lokal, termasuk horor, emang harus didukung, tapi bukan berarti semua kudu ditonton. Dukung dengan cara nonton yang bagus aja. Biar reviewer yang nonton yang busuk 😁
Yang paling konyolnya adegan di hutan pas mereka ganggu mayat, ada mic hitam yg nongol diatas kepala artisnya.
Terus rumah Nikita Willy yg Segede gaban, begitu keluar eh langsung masuk hutan (adegan Stevie Zamora lari ketakutan di kejar Nikita Willy) gedek banget. Belom lagi suara ketok pintu lebih keras dari suara orang ngomong, suara buka pintu lebih keras dari suara orang teriak. Back sound nya lebih keras dari suara teriakan Nikita Willy. Ini maunya apa sih
Posting Komentar