KABIR SINGH (2019)
Rasyidharry
Juni 25, 2019
Cukup
,
Drama
,
Hindi Movie
,
Kiara Advani
,
Nikita Dutta
,
Ravi K. Chandran
,
REVIEW
,
Romance
,
Sandeep Vanga
,
Shahid Kapoor
Tidak ada komentar
Kabir Singh, selaku remake film
Telugu Arjun Reddy, bisa terbang
tinggi sebagai kisah romansa epik (durasinya 172 menit). Penggambarannya akan
penderitaan akibat patah hati amat menyakitkan dalam paparan dramatis yang tetap
berpijak pada logika seputar psikis manusia. Sayang, kandungan misogini,
khususnya pada satu jam pertama, luar biasa mengganggu.
Sandeep Vanga, penulis sekaligus
sutradara sumber adaptasinya yang kali ini kembali mengemban peran serupa,
bagai memfilmkan mimpi basah para pria. Tengok saja penokohan Kabir (Shahid
Kapoor). Dia adalah pria tampan, eksplosif, dan memegang kontrol di kampus, di
mana ia bebas berbuat apa pun sesuka hati. Tidak ada konsekuensi menanti Kabir.
Banyak pria mengidamkan karakteristik di atas, menganggapnya sebagai lambang
maskulinitas.
Ketika perhatiannya tertuju kepada
mahasiswi baru bernama Preeti (Kiara Advani), Kabir langsung mengumumkan (baca:
mengancam) mahasiswa lain agar menjauhi Preeti, sebab si gadis adalah miliknya,
layaknya sebuah barang. Karakterisasi Preeti pun demikian, bak barang ketimbang
orang. Dia pasif, submisif, mengikuti segala kemauan Kabir. Bahkan di paruh
awal, suaranya nyaris tak terdengar.
Pada dasarnya, babak pertama
sebatas sajian percintaan satu sisi, ketika Kabir berbuat semaunya dibarengi
kepatuhan Preeti. Membosankan, problematik, pula jauh dari romantis. Tapi kita
tahu “sesuatu” bakal menimpa keduanya, sebab cerita berlatar dunia perkuliahan
tadi merupakan flashback. Pertama
kali penonton bertemu sang protagonis, dia adalah ahli bedah alkoholik yang
menjalani kehidupan self-destructive.
Butuh waktu sampai film ini
menjelaskan “sesuatu” itu, namun beruntung, selepas kelulusan Kabir, filmnya
pelan-pelan membaik. Saat itu, Kabir melanjutkan sekolah di kota berbeda,
memaksanya dan Preeti menjalani hubungan jarak jauh. Mereka cuma bisa bertemu
beberapa minggu sekali selama tiga tahun.
Kabir masih bermasalah mengatur
amarah, namun setidaknya kini Preeti telah diberi kekuatan lebih. Dia tampar
Kabir saat sang kekasih lepas kontrol. Walau secara keseluruhan masih
memaparkan romansa head over heels, Sandeep
mampu melahirkan beberapa momen romantis, termasuk montase manis untuk
menggambarkan hubungan jarak jauh dua tokoh utama, sewaktu mereka silih
berganti saling mengunjungi.
Visualnya turut berkontribusi
positif berkat sinematografi solid garapan Ravi K. Chandran (Ghajini, My Name is Khan, Student of the
Year 2) yang menjadi departemen teknis terbaik di film ini, ketika
penyuntingannya acap kali terkesan jumpy,
demikian pula tata suara yang sering memperdengarkan kemunculan musik dan/atau
penambahan volume secara kasar dan tiba-tiba.
Kualitas Kabir Singh makin meningkat tatkala perpisahan Kabir dan Preeti
terjadi, menggerakkan kisahnya ke arah tuturan soal post power syndrome. Di dunia nyata, Kabir bukanlah penguasa layaknya
semasa mahasiswa. Ketidakmampuan mengontrol emosi berujung merenggut segalanya.
Sekarang Kabir mesti menghadapi konsekuseni (konsep yang asing baginya), namun
ia tetap bertingkah seperti dulu, yang berakhir memperburuk keadaan, menjatuhkannya
ke jurang yang semakin dalam dan gelap.
Memang jejak “mimpi basah pria”
miliknya masih tersisa, semisal saat Kabir berhasil merayu Jia (Nikita Dutta),
seorang selebritis, untuk menjadi teman tidurnya, setelah memperlakukan
wanita-wanita teman kencannya yang lain sebagai alat pelampiasan nafsu. Tapi di
sisi lain, Kabir Singh juga merupakan
potret tajam mengenai betapa destruktif dampak dari patah hati.
Sekilas terkesan trivial, tapi
realitanya, kehilangan seseorang yang sungguh kita cintai memang bisa sebegitu
menghancurkan. Dan dengan matanya, Shahid Kapoor berhasil menangkap kekacauan
hati seorang pria yang terjebak derita dalam hidup penuh amarah, kesedihan, dan
ketiadaan harapan. Kabir Singh ditutup
oleh konklusi menyentuh yang bukan cuma membahas perihal cinta, pula keluarga.
Di luar kepribadiannya yang bermasalah, Kabir tetap layak mendapatkan
kebahagiaan pasca segala penderitaannya, dan film ini mampu meyakinkan bahwa cinta
Kabir terhadap Preeti memang nyata.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Comment Page:Posting Komentar