MIDSOMMAR (2019)
Rasyidharry
September 08, 2019
Ari Aster
,
Bagus
,
Bobby Krilic
,
Florence Pugh
,
horror
,
Jack Reynor
,
Pawel Pogorzelski
,
REVIEW
,
Vilhelm Blomgren
,
Will Poulter
,
William Jackson Harper
40 komentar
Setelah keluarga disfungsional
dalam Hereditary plus beberapa film
pendeknya seperti The Strange Thing About
the Johnsons dan Munchausen,
sutradara-penulis naskah Ari Aster giliran mengangkat romansa disfungsional berlatar
paganisme melalui Midsommar yang
memantapkan statusnnya sebagai salah satu sineas horor modern paling mumpuni. Film
putus cinta tidak pernah segila, setragis, dan semengerikan ini.
Pasangan yang bermasalah adalah
Dani (Florence Pugh) dan Christian (Jack Reynor). Keduanya sama-sama tengah
mempertimbangkan mengakhiri hubungan. Dani dengan gangguan kecemasannya khawatir
terlalu membebani sang kekasih, sementara Christian pun merasa terperangkap
oleh curhatan tanpa henti dari Dani. Tapi selepas tragedi yang merenggut nyawa
seluruh keluarga Dani, niatan tersebut diurungkan.
Bahkan Christian berujung mengajak
Dani turut serta bersama kedua kawannya, Mark (Will Poulter) dan Josh (William
Jackson Harper), menghadiri undangan Pelle (Vilhelm Blomgren) mengunjungi
perayaan tengah musim panas di Hälsingland, Swedia, yang diadakan Hårga, komune
tempatnya tumbuh. Aster membangun tempat di mana matahari selalu terbit, dan
dibantu sinematografi Pawel Pogorzelski (Hereditary,
Tragedy Girls) yang mengedepankan pewarnaan lembut, tercipta kehangatan
aneh, ketika harmoni berlebih justru mencuatkan rasa ngeri.
Benar saja, keramahan dan kedamaian
segera berubah jadi teror kala orang-orang Hårga mulai melangsungkan ritual demi
ritual, yang memperlihatkan kejelian Aster selaku penulis dalam melahirkan
mitologi berdasarkan tradisi-tradisi masyrakat Eropa masa lalu. Berbanding
durasi 147 menit (atau 138 menit versi sensor Indonesia) miliknya, secara
kuantitas, sadisme Midsommar sejatinya
tak seberapa, namun berdampak tinggi berkat penempatan presisi, ibarat gelegar
petir mengejutkan pemecah keheningan.
Mengangkat horor paganisme yang
sesekali menyelipkan kritik soal keengganan manusia (dalam konteks film ini,
remaja) modern dari kota menghormati adat, Midsommar
tetap konsisten membangun penelusuran tentang terkikisnya sebuah hubungan.
Apakah Dani bersikap berlebihan, ataukah Christian memang pria egois nihil
kepedulian? Nantinya film ini menawarkan jawaban setelah melalui observasi
bertahap yang dibungkus alur bertempo medium cenderung lambat.
Menangani perjalanan menyakitkan
karakternya yang kerap mengalami serangan kecemasan, Florence Pugh bukan
mengekspresikan kesedihan biasa dalam sebuah performa luar bisa. Dia bak
tercekik oleh kesedihan itu, yang bahkan dapat membuat penonton ikut dibuat
sesak napas. Teriakannya menusuk, tangisannya menggetarkan.
Berdurasi hampir dua setengah jam
ditambah pergerakan alur lambat, wajar bila Midsommar
terkesan mengalienasi penonton umum. Tapi penyutradaraan Aster memastikan
tidak ada momen filler, tatkala
adegan sekecil dan sesingkat apa pun ia beri perhatian total lewat konsistensi
permainan atmosfer creepy, yang
berasal dari perilaku maupun ritual orang-orang Hårga, musik menghantui garapan
Bobby Krilic (Triple 9), hingga
sentuhan visual sureal bernuansa psikedelik.
Guna menjaga atensi penonton, Aster
turut menerapkan misteri yang berhasil secara terus menerus memancing segudang
pertanyaan, meski jawaban yang ditawarkan sejatinya kurang sebanding dengan apa
yang disiratkan. Masih mengandung kegilaan khas sang sutraara, namun dari
perspektif horor, konklusi Midsommar bukan
suatu sentuhan baru, bahkan cenderung pengulangan Hereditary (ada lokasi terlarang tempat dilakukannya hal sinting) plus
inspirasi dari The Wicker Man. Tapi
terkait tuturan mengenai putus cinta, ending-nya
merupakan katarsis memuaskan, kala Ari Aster menyamakan mantan kekasih
berperangai buruk dengan setan jahat yang mesti dimusnahkan.
NOTE: Walau amat disayangkan, penyuntingan sensor Midsommar yang sebenarnya cukup panjang
(adegan kental unsur seks jelang akhir), ternyata dilakukan dengan rapi. Jika tidak
tahu soal fakta filmnya disensor, bisa jadi anda takkan menyadarinya. Walau
berpengaruh terhadap kegilaan babak ketiga serta studi karakternya, keseluruha
substansi film tetap dapat ditangkap. Jadi jangan ragu menyaksikannya di bioskop.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
40 komentar :
Comment Page:Bagi ane keliatan banget bang sensor nya, ada yg rada patah patah gitu. Padahal udah 21+ ttep aja banyak potongannya ya,
sensornya masih berasa.. cuman emang gak parah dan gak sampe mengganggu jalan cerita.. buat saya Midsommar film horor hollywood terbaik kedua tahun ini setelah IT Chapter 2
oh iya bang ditunggu review Kembalinya Anak Iblis.. kata bang Aria sama Razak film itu punya twist super edan ��
Pas adegan orangtua menjatuhkan diri dari atas jurang sih kentara banget sensornya, niatnya pengen ngerasain betapa disturbing-nya adegan itu malah jadi "udah-gitu-doang"
Kayak di Tonton di bioskop kyk hereditary gak sih? Yang atmospherenya beda Kalo nonton di laptop Sama di bioskop?
Apa mending nunggu blueray?
Florence pugh is the next big thing
Karakter dani jadi relatable banget :)
Buat saya pribadi sich sensornya jadi bikin greget nih film jadi berkurang. Yang harusnya bisa membikin psikologis penonton terganggu (seperti hereditary yang bikin otak berpikir keras) tapi di film ini kek yang yaudah gitu aja. Keluar bioskop dengan tanpa banyak bahan diskusi layaknya hereditary.
Lebih bagus hereditary kan?
Ya berasa sih berasa, tapi apa berasa kalau yang dipotong sampai >5 menit?
Kembalinya Anak Iblis lewat. Udah nggak sempet nonton gituan 😅
Blu-ray apa blu-ray rip? 😁
Selama tayang di bioskop, tontonlah di bioskop
She's gonna be big!
Soal mikir keras sih bukan karena sensor ya, memang cerita Midsommar ini lebih sederhana
A bit
Ciri khas produk ari aster sudah tampak di film ini,salut dengan warna terangnya.. tapi tetap creepy😁
Setelah nonton ini, aku ngerasa gak waras beberapa saat 😅 adegan jatuh sama kepala dipukul itu bikin aku gabisa makan seharian 🤣
Paling lemah udah sama sadis, tapi soal creepy dan gajelas, keren banget sih tetep lebih suka hereditary
Udah tau bakal disensor 9 menit dan well agak kecewa mas , kaya hampir seluruh adegan sadisnya kena. Tapi yg puas disini proses pergulatan batin si Dani sih yg dri awal struggle banget dan gaada yg peduli sampe di endingnya yg lega banget akhirnya.
Ari Aster nya keliatan banget (dipertegas di ending) . Still good, tp kalo dibanding dengan hereditary yg nontonnya ampe desperate ampe film selesai ya masih dibawahnya hereditary lah.
Kita tahu adegan sadisnya kena karena tahu ada sensor (dan beberapa udah nonton di lapak). Tapi kalau nggak, ya kelihatan macam film rated-R normal. Halus banget itu potongannya
Film 21+ tapi masih ada yang bawa anaknya....
Kok gak di tegur pertugas sihh haduu gemes sama orang orang gini
Ga review warkop reborn mas? Apa karna filmnya busuk jadi ga ngereview wkw
Udah ditulis sih, dijadwalin publish pas tayang
Lebih serem ini drpida Hereditary, Hereditary horor di malam hari sudah biasa, ini horornya di siang bolong , abis nonton perasaan sy jadi tidak enak haha
maap mau nanya ini filmnya horror hantu2an apa lebih ke thriller ya? mau nonton tp ga demen yg hantu2 tp kl masih sadis2an gpp aing
Bukan film hantu hantuan ,tp serem ,abis nonton ini malem g bisa tidur nyenyak
Lebih ke horor psikologis
Terlalu overated.
B aja filmnya.
Ibarat mau perang masuk nnton ini udah bawa senjata lengkap,, eh taunya lawannya yaahh kyk gitu
Ditambah hype plus berita blow up sensornya
Jadinya Gw pasang ekspektasi kyk hbis nton hereditary,, yg masi kepikiran berhari2 ikut sdikit depresif jg,, jatuhnya kecewa (plus bela2in bolos ngantor krn takut cepat turun tayang dibioskop)
Jauh lah dibawah hereditary,, atmosfer creepy nya masi berasa,, akting pugh Menjanjikan (seklias wajahnya mirip chole grace moretz)
Tapi gak tau yah yg pernah putus ato diputusin mngkin puas nontonnya wkwk
3/5 lah
Spoiler alert:
Malah kesel sm si dani,, christian gak sepntasnya dibiarin kyk gitu,, kesannya sepele aja motifnya
Ato emang dia udah “sakit/psycho” sejak keluarganya bunuh diri?
Ya tuhan. Gw saranin jangan nonton film ini, gw gw nulis ini jam 1/2 2 malem. Gw baru aja kebangun mimpiin adegan jump off cliff 2x . Dan gw yg lompat . Ini film disturbing parah.
Maaf curhat gw binggung mau tidur lagi gabisa, padahal besok kuliah pagi ��.
BTW saya nonton ga di sensor di web Ile sebelah. Nyesel sumpah :(
Nggak sepele itu. Apa yang Christian lakuin dari awal itu justru menyepelekan mental illness. Dia ignorance. Udah gitu dia selalu bersikap egois ke temen-temennya, terus tengok sana-sini. Ditambah lagi adegan orgy yang disensor di bioskop kita. Itu puncaknya. Keputusan Dani itu kemerdekaan penderita mental illness yang diremehkan kondisinya & pacar yang nggak dipedulikan
Baru sempet nonton tadi siang di bioskop. Secara jalan cerita sih emang ga mempengaruhi pemotongan sensornya. Tapi karena penasaran sensornya, saya coba tonton versi CAM-nya (hehe), dan ternyata kalo di bioskop ga ada sensornya akan beda lagi pengaruhnya ke penonton. Yang memang di babak akhir pemotongan di scene ritual sex-nya lumayan panjang.
Atau pemotongan scene waktu terjun itu juga kalo diperlihatkan mungkin akan membawa efek psikologis penontonnya juga. Sangat disayangkan si emang...
Menurut saya film midsommar ini film dengan visual paling cantik yang pernah saya tonton. mungkin bang Rasyid atau temen-temen yang baca komentar ini boleh rekomendasi film-film dengan visual cantik seperti ini untuk saya yang baru menyukai film. terimakasih.
Ada adegan gore yang lulus sensor?
Felem-felem Terrence Malick 😁
Ada, nggak semua dipotong
Yang orgy itu Christian didrug kan. Jadi ga adil sebetulnya kalau disalahkan. Tapi ya tentu dani tidak tahu jadi akhirnya dikorbankan.
Tapi kalau menurutku film yang tayang di bioskop dengan adegan gore itu sudah biasa bahkan sudah banyak yang lebih sadis lagi dari midsommar. Tapi yang membuat adegan disturbing/gore di midsommar di cut itu karena adeganya melibatkan bunuh diri yang dilakukan 2 orang di film ini, perilaku bunuh diri kayanya masih sensitif bagi masyarakat Indonesia makanya dicut.
Nonton yg versi sensor sama non sensor beda banget sih. Dan mnrt ku midsomar ini bener² ganggu kejiwaanku, setelah nonton aja masih terbayang² kengeriannya. Bebarapa adegan disturbingnya itu sangat mengganggu dan saking mengganggu nya adegan difilm ini bahkan bioskop dikabupaten sebelah nggak ditayangin meskipun udah disensor. Dan aku bisa ngerti bgt sih kenapa beberapa adegan harus disensor apalagi buat indonesia yg masih banyak hal tabu kususnya sex, karna adegan sex diakhir itu agak eksplisit sih.
Please buat siapapum yang mau nonton dan penasaran.. please jamgan nonton film midsommar ini.. masih banyak film horor lain yang bisa kalian tonton.. karna pas aku nonton ini full tanpa cutting dan sensor tuh rasanya ga etis aja gitu ada film yang seperti ini.. menceritakan suatu komunitas yg bisa aja sebenernya ini mengadaptasi dri carita nyata.. bener2 ga ada nilai positif dari film ini.. terlalu banyak efek negatif yang ditimbulkan... orang indonesia masih belum pantas nonton beginan di bioskop..
Posting Komentar