START-UP (2019)
Rasyidharry
Januari 23, 2020
Choi Jeong-yeol
,
Choi Sung-eun
,
Comedy
,
Cukup
,
Don Lee
,
Jung Hae-in
,
Kim Jong-soo
,
Korean Movie
,
Ma Dong-seok
,
Park Jung-min
,
REVIEW
,
Yum Jung-ah
Tidak ada komentar
Ma Dong-seok alias Don Lee—si pria
kekar maskulin pemilik tinju sapu jagat, tinju pemusnah massal, tinju pencabut
nyawa—memakai rambut palsu panjang serta kaos berwarna merah muda lalu bernyanyi
dan menarikan koreografi lagu Knock Knock
dan TT milik Twice. Apabila anda merupakan penggemar sang aktor, tidak
perlu alasan lain untuk menonton adaptasi webtoon Shidong karya Jo Geum-san ini. Jika bukan, jangan khawatir, sebab Stat-Up masih menyimpan bentuk hiburan
lain.
Taek-il (Park Jung-min) adalah
remaja pemberontak yang gemar menyulut kekacauan sehingga merepotkan ibunya (Yum
Jung-ah), mantan atlet bola voli yang terpaksa mengubur impiannya demi
menghidupi sang putera. tapi Taek-il malah menolak bersekolah, hanya mengisi
hari dengan ketidakjelasan bersama sahabatnya, Sang-pil (Jung Hae-in). Hingga
suatu ketika, Taek-il memutuskan ingin membuktikan dirinya bisa hidup tanpa
bergantung pada sang ibu, kabur dari rumah, dan berakhir mendapat pekerjaan
sebagai tukang antar di restoran Cina milik Kong (Kim Jong-soo).
Di sanalah Taek-il bertemu
orang-orang berkepribadian menarik, seperti Kyung-joo (Choi Sung-eun) si gadis jago
tinju berambut merah, juga Geo-seok (Ma Dong-seok) si koki galak yang kerap
memukuli Taek-il, tapi bisa mendadak jadi pengecut tiap dihadapkan dengan
keributan di luar restoran. Sesekali kita juga melihat perjuangan ibu Taek-il
yang menghabiskan simpanannya demi membangun sebuah kedai makanan sederhana,
serta Sang-pil yang akibat kebutuhan finansial, terpaksa bekerja sebagai tukang
pukul lintah darat.
Naskahnya, yang ditulis sendiri oleh
sang sutradara, Choi Jeong-yeol (One Way
Trip), berusaha memadatkan sebanyak mungkin kisah materi adaptasinya dalam
durasi 102 menit, ketimbang mengolahnya berdasarkan satu atau dua cerita utama.
Tapi dibanding film-film adaptasi lain yang menerapkan pendekatan serupa, Start-Up jauh lebih rapi. Memang kesan fast-forward yang mengurangi kedalaman
tiap story arc cukup terasa, namun
Jeong-yeol mampu merangkainya jadi satu kesatuan utuh yang tidak episodik.
Alhasil, ketimbang berantakan, filmnya jadi bergerak dinamis berkat setumpuk
konflik menarik dalam beragam wujud.
Efek negatifnya adalah, akibat
kurangnya pendalaman bagi tiap permasalahan, berbagai dramanya kehilangan dampak
emosi, biarpun terdapat banyak amunisi, dari hubungan Taek-il dan ibunya,
Sang-pil dan neneknya, hingga masa lalu kelam yang sama-sama disimpan Kong dan
Geo-seok. Bukan itu saja, secara keseluruhan Start-Up memang tersendat perihal presentasi dramatik. Soal
penghantaran pesan misalnya. Kalimat “Do
what suits you” beberapa kali terucap dari mulut karakternya. Tapi begitu
film berakhir, apa yang hendak diutarakan tak pernah pasti. Apakah pernyataan
bahwa seseorang sebaiknya melakukan sesuatu yang cocok dengannya? Atau sesuatu
yang dia mau? Atau malah sesuatu yang benar tergantung kondisi?
Tidak ada cukup waktu eksplorasi
akibat terlalu banyak cabang alur coba disatukan. Tapi paling tidak, Start-Up berhasil menjalankan perannya
sebagai hiburan. Beberapa humor masih meleset, namun pengarahan bertenaga Choi
Jeong-yeol yang bersedia menerapkan gaya komikal (meski belum secara total)
ditambah performa jajaran pemainnya menjaga agar banyolan-banyolannya minimal
sanggup memancing senyum.
Ma Dong-seok unjuk gigi memamerkan
sisi komedik tanpa takut merusak maskulinitas yang begitu lekat pada sosoknya
walau tinju sekali-pukul-mampus andalannya tetap diperlihatkan, Park Jung-min
adalah protagonis yang likeable walau
sering berulah, sementara Choi Sung-eun memancarkan kesan misterius yang
menarik perhatian. Biarpun harus berbagi screentime,
Choi Jeong-yeol berhasil memberi tiap-tiap karakter penuh warna dalam
filmnya kesempatan bersinar.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Comment Page:Posting Komentar