THE MAN STANDING NEXT (2020)
Rasyidharry
Februari 27, 2020
Bagus
,
Korean Movie
,
Kwak Do-won
,
Lee Byeong-heon
,
Lee Ji-min
,
Lee Sung-min
,
REVIEW
,
Thriller
,
Woo Min-ho
Tidak ada komentar
Iago. Nama antagonis dalam drama Othello karya William Shakespeare
tersebut dipakai sebagai nama sandi seorang figur rahasia dalam adaptasi novel
nonfiksi Namsanui Bujangdeul buatan Kim
Choong-Sik ini. Apakah terdapat signifikansi? Secara tersirat, ya, sebab The Man Standing Next melibatkan
konspirasi perebutan kekuasaan, pertumpahan darah, dan tragedi, sehingga memberinya
rasa “Shakesperean”.
Pada 26 Oktober 1979, presiden
ketiga Korea Selatan, Park Chung-hee (hanya dipanggil “Presiden Park” di sini,
diperankan Lee Sung-min), dibunuh oleh ketua Korean Central Intelligence Agency
(KCIA), Kim Jae-gyu, yang namanya juga disamarkan menjadi Kim Kyu-pyeong (Lee
Byung-hun). Peristiwa itu bukan rahasia, dan filmnya tak berupaya
merahasiakan itu, dengan menjadikannya sekuen pembuka. Kita tahu sejak awal
bahwa Kim menembak mati Presiden Park. Tapi kenapa?
Kenapa ketua KCIA yang amat loyal,
bersama-sama melahirkan Republik Ketiga Korea melalui kudeta 16 Mei, dan
berkali-kali menyatakan “siap terus berdiri di samping presiden” melakukan itu?
Sepanjang 114 menit, naskah buatan Woo Min-ho (juga duduk di kursi sutradara)
dan Lee Ji-min pelan-pelan menjawab itu. Semuanya diawali pemberontakan Park
Yong-kak (Kwak Do-won), mantan ketua KCIA yang diasingkan, bersaksi memberatkan
pemerintah Korea Selatan di pengadilan Amerika Serikat.
Di mata dunia (baca: Amerika), nama
Presiden Park memang sudah tercoreng. Kediktatoran Presiden Park yang telah
memerintah selama 16 tahun atau lima periode, dianggap sudah waktunya berakhir.
Di memoarnya, Park Yong-kak menyebut Presiden Park merasa masih berada di medan
perang sebagaimana saat memulai kudeta dahulu. Sang presiden murka. Tapi di
lain kesempatan, saat makan malam bersama Kim, Presiden Park menyatakan bahwa
minuman terenak adalah yang ia teguk selama perang, secara tersirat
membenarkan tudingan di atas.
Ketersiratan semacam itu kerap
dipakai The Man Standing Next untuk
memperkuat narasi sekaligus memahami tiap karakternya. Kedua penulis naskah
tahu jika kisahnya sudah mengandung berbagai intrik rumit, sehingga eksplorasi
karakter lewat metode konvensional dapat menyita lebih banyak waktu. Dengan
begini, selama penonton meluangkan atensi, pemahaman menyeluruh bisa didapat.
Ketika Kim meminta Presiden Park
agar memandang politik secara lebih luas, kita paham kalau ketua KCIA ini,
walau mungkin bukan seorang humanis, lebih kooperatif kala berpolitik, yang
juga nampak pada kesediaannya berdialog dengan pihak Amerika. Sebaliknya,
Presiden Park berpikiran sempit, seorang diktator tulen yang lebih menyukai televisi
hitam-putih ketimbang televisi berwarna (perlambang persepsi sempit dan luas).
Serupa kebanyakan thriller bertema politik sarat
konspirasi, The Man Standing Next mengandung
setumpuk permasalahan, melibatkan tidak sedikit nama, pula mengambil latar di
cukup banyak tempat. Tapi tidak perlu repot-repot berusaha menghafalkan keterangan
lokasi serta waktu yang berganti tiap beberapa menit sekali. Cukup perhatikan
kalimat-kalimat dari mulut karakternya. Untungnya gaya penceritaan Woo Min-ho sangat
membantu. Temponya cenderung agak lambat demi memudahkan penonton memproses
informasi.
Alurnya bergerak penuh kesabaran,
namun tidak jalan di tempat. Kisahnya selalu berprogres, padat, melahirkan misteri menegangkan hasil ketidaktahuan penonton.....dan Kim. Ya, di antara
tokoh-tokohnya, malah si protagonis yang paling sedikit tahu soal apa pun.
Ketidaktahuan yang menyulut kecemasan, kecemasan yang mampu ditampilkan begitu
nyata oleh Lee Byung-hun di balik wajah keras dan postur kokohnya yang sekilas mustahil
diruntuhkan, namun sejatinya begitu rapuh. Bahkan mungkin dia sendiri
kebingungan menentukan tujuan dari tindakannya (diwakili simbol sebelah sepatu
yang hilang). Kebingungan itu bermuara pada peristiwa yang memantapkan status The Man Standing Next sebagai sebuah “Shakesperean”.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Comment Page:Posting Komentar