TEMAN TAPI MENIKAH 2 (2020)

6 komentar
Ketika film romansa kita sedang jatuh hati pada adaptasi Wattpad dengan judul-judul absurd, gombalan puitis, serta tipikal bad boy yang semakin lama justru makin bergeser ke arah brengsek ketimbang keren, Teman tapi Menikah, yang merupakan film Indonesia favorit saya tahun 2018 lalu, menelurkan sekuelnya, lalu memperlihatkan definisi romantisme yang sebenarnya. Berbagi tawa dan rasa, bukan cuma kata-kata tanpa nyawa atau drama sarat hiperbola.

Walau peran Ayu berpindah ke tangan Mawar de Jongh yang menggantikan Vanesha Prescilla, kedua tokoh utamanya masih sama. Mereka masih Ditto (Adipati Dolken) dan Ayu yang akan merinding jijik saat mendengar gombalan, walau dorongan untuk saling bersikap manja selalu ada. Begitulah bentuk hubungan “teman rasa pacar, pacar rasa teman”. Tapi kini sepasang teman itu sudah menikah. Teman tapi Menikah 2 bukan lagi tentang susahnya mencintai teman, walau kesan tersebut tetap bisa dirasakan kala mendengar keduanya berinteraksi secara kasual, yang justru memberi romantisme tersendiri.

Ditto dan Ayu ingin menikmati masa bulan madu terlebih dulu, namun belum sempat itu terlaksana, Ayu terlanjur hamil. Pengaruh hormon ditambah ketakutan akan kehamilan membuat Ayu sering marah-marah, dan respon Ditto tidak mempermudah keadaan. “Gua nggak tahu salah gua apa”, ungkap Ditto kepada rekan-rekan bandnya. Mungkin laki-laki memang sebodoh itu, kesulitan memahami kondisi fisik dan mental (yang saling berkaitan) dari ibu hamil.

Naskah buatan Johanna Wattimena (Teman tapi Menikah, Sin, The Way I Love You) sayangnya tidak memperdalam urusan itu. Ketimbang membawa Ditto sepenuhnya melewati proses pemahaman, ia berulang kali terlalu gampang “lolos” dari permasalahan. Setidaknya ketiadaan elemen itu bukan diakibatkan kelalaian, melainkan kesengajaan demi memberi ruang pada tuturan lain, yakni tentang hubungan suportif pasangan suami-istri kala menghadapi kehamilan.

Meski pemaparannya ringan dan tidak semuanya dieksplorasi secara memadai, naskahnya mampu mencakup berbagai permasalahan dalam pernikahan secara umum, maupun fase kehamilan secara khusus. Kekhawatiran seorang ibu mendapati perubahan fisik, suami yang terpaksa merelakan waktu bersama teman-teman, campur tangan orang tua, pilihan metode persalinan, dan lain-lain.

Kalau mencari penelusuran kompleks, mungkin anda bakal kecewa, tapi jika romansa ringan kaya rasa yang diinginkan, sebagaimana pendahulunya, Teman tapi Menikah 2 adalah juaranya. Interaksi “suami-istri-rasa-teman” Ditto dan Ayu tidak pernah gagal menghadirkan senyum. Entah senyum karena tergelitik, senyum karena gemas, atau senyum karena membayangkan hubungan semanis itu (akan atau sedang) kita jalani. Naskahnya jago memproduksi kata, sedangkan kedua pemeran utama lihai melontarkannya.

Bagi Ditto, pernikahan ini adalah mimpi yang jadi nyata setelah menunggu 13 tahun (walau nantinya kita tahu bahwa Ayu pun sama saja), dan sepanjang film, Adipati berhasil memperlihatkan tatapan berbinar dan senyum lebar dari kebahagiaan seseorang yang impiannya terwujud. Sementara Mawar—yang secara fisik pun lebih punya kemiripan dengan Ayudia dibanding Vanesha—mampu memberi pendewasaan terhadap karakternya, walau tetap menampilkan kemanjaan-kemanjaan yang tak mungkin gagal meluluhkan, bukan cuma hati Ditto, juga penonton.

Adipati dan Mawar punya dinamika luar biasa, sehingga inkonsistensi terkait pacing, di mana beberapa momen bergulir terlalu lama, tidak menjadi persoalan fatal. Penceritaan Rako Prijanto selaku sutradara memang tidak semulus di film pertama, tapi sensitivitasnya tidak berkurang. Terbukti dari kesuksesannya merangkai klimaks emosional, yang menyertakan suasana sakral lewat alunan mantra Tvameva Mata. Teman tapi Menikah 2 mengajak penonton tertawa, berbahagia bersama mereka, dalam sebuah tuturan cinta yang membuat kita ikut jatuh cinta.

6 komentar :

Comment Page:
Pramiestha mengatakan...

Mas rasyid lebih milih Ayu diperanin sama Mawar atau Vanesha?
Saya jujur lebih suka Mawar, jauh dibanding Vanesha. Mawar manjanya dapet, dewasanya pun dapet padahal dia baru umur 18 tahun. Dan saya ngebayangin kalau di TTM2 ini tetep diperanin sama Vanesha kok nggak dapet feelnya dia sebagai ibu hamil. Dan chemistry mawar sama dolken menurutku lebih natural di TTM2 ini. Vanesha-Dolken di TTM1 agak kurang, padahal mereka pacaran beneran lho. Vanesha dalam berakting, terutama saat tertawa. Tertawanya menurutku terlihat seperti dibuat2, tidak natural.

evita mengatakan...

Mawar eva membuat sekuel ini tampak lebih emosional, walau sebenernya dari segi naskah gak kebayang seemosional itu sih. Entah kenapa acting eva jarang gagal. Awalnya ga mau nonton karena saya pikir saya telah melewati fase dito ayu dalam berumah tangga, sudah punya anak dua, tapi akhirnya nonton juga dan suka ama filmnya.

Rasyidharry mengatakan...

Vanesha bagus, tapi Mawar jelas lebih bagus 👍

Dewa mengatakan...

Parah ...mawar dapat banget semya ekspresinya...kl vanessa gw gk yakin..secara jd milea aja lempeng aja emosinya

Anonim mengatakan...

Dari segi penampilan, pemerannya mantap banget. Natural dan all out. Sayang, ada hal yg kurang aja gitu. Kayak resolusi dari konflik2nya itu cepet dan gampang selesai. Jujur pas nonton kadang ada momen bosen. Film yg bagus, tapi kurang greget

rahmadamazing mengatakan...

Lebih suka film pertama , bagus, yang kedua boring =(