REVIEW - ON THE RECORD

1 komentar

“Kamu lebih mementingkan ini daripada urusan ras?”. Demikian tanggapan sebagian black community, saat seorang wanita kulit hitam mengungkap pelecehan seksual yang ia terima dari pria kulit hitam berpengaruh. Si korban dituduh “menggembosi pergerakan” akibat “mencoreng nama baik” si pelaku. Begitulah  saat pergerakan berevolusi jadi kepentingan-kepentingan, di mana keberhasilannya terasa bak kemenangan ego-ego pribadi para anggota semata, ketimbang memajukan kemanusiaan itu sendiri.

On the Record karya Kirby Dick dan Amy Ziering (The Invisible War, The Hunting Ground) menyoroti fenomena di atas melalui rekaman wawancara dengan Drew Dixon dan wanita-wanita lain yang dilecehkan oleh Russell Simmons, co-founder dari label hip hop ternama, Def Jam. Selama 20 tahun lebih, Dixon memendam luka. Bahkan sewaktu gerakan #MeToo mencuat, ia tetap meragu. “Kalau para selebritis kulit putih saja tidak dipercaya, apalagi kami yang berkulit hitam?”, ungkapnya.

Terlebih, Russell Simmons amat dihormati di black community. Dia dijuluki “The Godfather of Hip Hop”. Bukan julukan main-main, sebab musik hip hop sendiri dipandang sebagai media berekspresi orang kulit hitam, yang kebebasannya bersuara sangat dikekang. Dixon khawatir dituduh menggembosi pergerakan, pun tak ingin merusak citra hip hop, yang mana sangat dia cintai.

Sebagai dokumenter, On the Record terasa sangat personal. Sakit rasanya, mendengar Dixon, dengan penuh keberanian, menceritakan malam di mana Simmons memperkosanya, setelah sebelumnya sempat menggoda dan meraba-raba tubuhnya. Semakin menyakitkan, sebab Dixon sendiri bukan figur sembarangan. Dia bukan karyawan rendahan. Dia memegang jabatan eksekutif di divisi A&R, pula produser yang melahirkan sederet karya luar biasa, termasuk jajaran peraih piala Grammy. Wanita sehebat itu, dengan posisi setinggi itu, seolah tidak ada apa-apanya di hadapan pria penguasa.

Tapi penderitaan Dixon belum usai. Pasca pemerkosaan, dia memilih hengkang dari Def Jam, lalu berlabuh di Arista Records, tempat di mana kejayaan kembali ia temukan. Sayangnya, itu cuma seumur jagung. Saat tampuk kepemimpinan berpindah dari Clive Davis ke tangan L.A. Reid, semua terulang. Dixon yang terus menampik ajakan Reid, berujung disabotase karirnya oleh si bos. Deretan musisi muda rekomendasinya selalu ditolak. Siapa saja? Dari Kanye West sampai John Legend!

Muncul pertanyaan perihal kesetaraan. Apabila ada pria dan wanita memegang posisi sama secara de jure, apakah secara de facto mereka setara? Apakah keduanya diperlakukan sama rata? Apakah keduanya memegang kekuatan yang berimbang? Bukti kalau masalah kesetaraan tidak sesederhana itu.

Selain Dixon dan korban Simmons lainnya, On the Record menampilkan para ekspertis selaku narasumber. Walau menginjeksi perspektif baru bagi kisahnya, misal tentang misogyny dalam lingkup industri hip hop, pula konteks historis terkait korelasi isu seksisme dengan rasisme, kehadirannya sempat melemahkan fokus serta dinamika di beberapa titik, karena biar bagaimana pun, penonton takkan memiliki ikatan personal dengan mereka.

Bagi Drew Dixon, musik adalah passion, juga hidupnya. Setelah karirnya hancur di tangan Reid, ia memilih mengasingkan diri dari industri musik, yang juga berarti, mengasingkan diri dari dirinya sendiri. Tahun demi tahun berlalu, sampai ketika memutuskan bercerita kepada The New York Times, Dixon membuka “kotak” tersebut, melahirkan kisah mengenai individu yang menemukan kembali dirinya. Film pun berakhir dengan harapan, namun tak sepenuhnya bahagia. Tidak bagi Dixon, tidak bagi para penyintas lain, tidak bagi semua wanita di seluruh dunia.

Begitu ceritanya dimuat, Dixon mengaku sempat terjebak di “a new dark place”. Dia menceraikan sang suami, tinggal sendirian, dan berusaha “berkenalan lagi” dengan dirinya. Dixon mulai mengajar dan membuat musik lagi, kali ini bersama musisi-musisi muda. Tapi bagaimana dengan para pelaku? L.A. Reid masih berjaya di industri musik, sedangkan Russell Simmons pun lepas dari hukuman. Kabarnya, pada 2019 Simmons kabur ke Bali.

Salah satu narasumber berkata, betapa dulu ia merasa sedih, karena wanita di tahun 1992 masih dihantui kekhawatiran untuk berkata jujur, akibat takut dipandang buruk oleh publik. Ada yang lebih menyedihkan dari itu: Wanita di tahun 2020 masih dihantui kekhawatiran untuk berkata jujur, akibat takut dipandang buruk oleh publik. Memang mustahil menutup On the Record  dengan akhir yang (sepenuhnya) bahagia. Karena realitanya, “happy ending” memang belum terjadi.


Available on HBO MAX

1 komentar :

Comment Page:
corat coret mengatakan...

ini Russel Simmons mantan Suami kimora lee simmons. pernah lihat dia di variety showsnya kimora dan ditunjukkan kalau dia sosok figur ayah yang baik, kalem dan tenang. iya bener sekarang russel simmons tinggal di Bali, dan sering lihat di feed instagram putrinya kalau russel ini senang Yoga. gaya hidupnya juga sehat.

kembali lagi, apa yang kita lihat di media belum tentu itu kenyataannya