REVIEW - QUO VADIS, AIDA?

1 komentar

"Kamu pergi ke mana, Aida?". Begitu terjemahan judulnya. Film ini bertanya, bukan memberi jawaban. Sebab dalam tragedi yang dipresentasikan peraih nominasi Best International Feature Film (perwakilan Bosnia) pada Academy Awards 2021 ini, jawaban itu memang tidak ada. Hanya luka para penyintas yang takkan pernah sembuh, serta sejarah yang cuma bisa diratapi, disesalkan, atau dikutuk, tanpa mungkin diubah. 

Tragedi yang diangkat adalah pembantaian lebih dari 8000 warga Srebrenica (mayoritas pria dewasa dan remaja) pada Juli 1995, kala pecahnya Perang Bosnia. Sutradara/penulis naskah Jasmila Žbanić, yang sebelumnya pernah menuturkan isu pemerkosaan di perang yang sama lewat Grbavica (2006, juga mewakili Bosnia di Oscar meski gagal meraih nominasi), bercerita melalui kacamata Aida (Jasna Đuričić), seorang penerjemah bagi UN.

Kondisi sedang genting. Pasukan Srpska mengambil alih kota Srebrenica, sementara para warganya berlindung di kamp milik UN. Meski sudah diberi ultimatum, pihak Srprska menolak mundur. Tapi Aida percaya, kamp adalah tempat teraman. Bukankah memang demikian? Pasukan Srprska dilarang menyerbu, dan apabila nekat, UN tinggal menyapu bersih mereka dengan serbuan udara bukan? Karena itulah, ketika sang suami dan salah satu puteranya (Aida mempunyai dua putera) dilarang memasuki kamp yang penuh sesak, Aida berjuang keras, berlarian ke sana kemari mencari cara untuk memasukkan mereka. 

Dari situ Žbanić telah membuktikan kualitas penyutradaran (yang membawanya menyabet nominasi Best Director di BAFTA 2021), melalui pembangunan intensitas tinggi, sewaktu menempatkan kamera mengikuti sang protagonis. Terciptalah urgency, yang kerap mengingatkan saya akan Son of Saul (2015). Keduanya sama-sama berlatar kamp tempat genosida dalam sebuah perang, pun sama-sama berhasil menempatkan penonton bak berada di tengah-tengah situasi mencekam itu. 

Tapi sekali lagi, di luar ketiadaan makanan, minuman, maupun toilet, bukankah kamp UN menjamin keselamatan nyawa mereka? Saat itulah tugas Aida selaku penerjemah mengambil peran. Dia mengetahui sedikit demi sedikit informasi, yang semuanya berujung pada kesimpulan, bahwa janji-janji serta harapan yang diberikan kepada warga kemungkinan takkan terpenuhi. 

Ketegangan meningkat, karena ketakutan yang dirasakan karakternya pun bertambah. Di kondisi semacam itu, tiada hal lebih menakutkan ketimbang ketidakpastian, ditambah "terbunuhnya" harapan. Secara bertahap, naskahnya memperlihatkan peristiwa-peristiwa yang membunuh harapan itu satu demi satu. UN yang tadinya merupakan tempat berlindung mulai tersudut, bahkan bertekuk lutut. Titik balik ada di adegan negosiasi antara Srprska dengan UN dan perwakilan warga. Sewaktu Kolonel Thom Karremans (Johan Heldenbergh) menyalakan rokok bagi Jenderal Ratko Mladić (dibawakan amat intimidatif oleh Boris Isaković) yang kejam, di situ kita makin dihantui ketidakberdayaan.

Perjalanan Aida juga mengingatkan saya pada satu lagi kompetitor di kategori Best International Feature Film, yakni Dear Comrades! asal Rusia (mencapai 15 besar namun gagal mendapat nominasi), yang juga mengisahkan perjuangan seorang ibu menyelamatkan keluarganya di tengah pembantaian, bermodalkan informasi selaku "orang dalam". Andai saat itu Aida diberi pertanyaan, "Quo Vadis?", mungkin ia hanya bakal terdiam sembari menggeleng perlahan. 

Akting Jasna Đuričić berhasil mengikat penonton dalam naik-turun emosi yang tak pernah putus, sebagaimana kemampuan sang sutradara menjaga konsistensi ketegangan selama 102 menit. Satu-satunya penurunan hanya terjadi ketika suatu flashback mengenai kompetisi kecantikan yang dahulu Aida ikuti disuguhkan, itu pun bukannya tanpa maksud (meskipun tak mempengaruhi dampak emosi bila dihilangkan) yakni menggambarkan kerinduannya terhadap masa-masa damai. 

Tidak sulit menebak tragedi yang menanti di belakang, tapi toh bukan berarti shock value-nya melemah. Apalagi tatkala filmnya menyuguhkan epilog yang mencabik-cabik perasaan. Epilog mengenai ketidakadilan, dalam hidup yang terus berjalan beriringan bersama luka yang menolak hilang.


Available on HULU

1 komentar :

Comment Page:
Ozil mengatakan...

Nice