REVIEW - THE DISCIPLE
Merupakan film India pertama sejak Monsoon Wedding (2001) yang lolos seleksi kompetisi utama di Venice International Film Festival, The Disciple mengajak penonton memasuki dunia musik klasik India. Salah satu kultur, yang menurut film ini, diibaratkan sebagai "pencarian abadi" yang menuntut pengorbanan serta penderitaan, agar bisa menguasainya secara utuh. Bukan sekadar musik, melainkan proses spiritual.
Setidaknya itu yang disampaikan karya terbaru Chaitanya Tamhane (Court) ini, sebab saya takkan pura-pura menguasai seluk-beluk musik klasik India. Soal raga (kerangka melodi berbasis improvisasi) yang berperan penting terhadapnya pun saya masih meraba-raba. Masih menjadi misteri. Protagonisnya, Sharad Nerulkar (Aditya Modak), juga tengah berusaha memecahkan misteri. Bukan perihal teknis musiknya, namun terkait pertanyaan, "Apakah ia memang berbakat?".
Sejak kecil dibimbing oleh ayahnya (Kiran Yadnyopabit), bertahun-tahun ia belajar dari sang guru (Arun Dravid), pula mendengarkan rekaman kuliah musik milik Maai (Sumitra Bhave), musisi legendaris nan misterius yang enggan mempublikasikan karya maupun pertunjukkannya. Semua itu membuat Sharad berambisi berada di jajaran atas musisi klasik. Dia rutin berlatih, menjalankan seluruh disiplin ilmu, bahkan mengesampingkan banyak hal, seperti mencari uang dan pasangan (untuk yang kedua, Sharad menggantikannya dengan bermasturbasi di depan komputer).
Tapi apakah semua itu cukup? Karena sekeras apa pun Sharad berusaha, ia merasa masih jauh dari kesempurnaan. Kekalahan di suatu lomba, hingga kritik dari sang guru (termasuk di tengah pertunjukan), menyulut keraguannya. Bagi beberapa seniman, khususnya yang berusia muda, kesadaran bahwa ia bukan maestro memang acap kali mendatangkan pukulan telak. Saya pernah berada di posisi Sharad. Tatkala gejolak berkarya sedang membara, terbentur hal bernama "realita" memang mengerikan. Dari (merasa di) puncak dunia, seseorang dapat seketika jatuh ke palung terdalam.
Saya cukup beruntung hanya berada di fase tersebut dalam waktu singkat. Sharad tidak demikian. Di paruh kedua, filmnya bahkan melakukan lompatan waktu lebih dari satu dekade, memperlihatkan Sharad, yang telah berusia 36 tahun, masih berkutat di kekhawatiran serupa, kalau tidak lebih buruk. Tapi seperti diucapkan Maai, musik klasik adalah pencarian abadi. Secara teori, Sharad mengetahui itu, namun praktiknya, pencarian tanpa ujung tidak mudah dilakukan.
Sharad melakoni proses mencari kebenaran, baik terkait dirinya sendiri, maupun orang lain, khususnya figur-figur yang ia kagumi sekaligus berperan penting dalam kehidupan bermusiknya. Selain itu, Tamhane yang turut menulis naskahnya, tak ketinggalan mengupas "tradisi vs modernisasi". Sharad memegang teguh prinsip musik klasik yang sarat tradisi. Tapi di sisi lain, ia mencari uang dengan cara memindahkan rekaman kaset ke CD. Jadi sejauh mana modernisasi bisa diterima? Tamhane menawarkan jalan tengah memuaskan selaku konklusi.
Tamhane sempat menghabiskan setahun sebagai anak didik Alfonso Cuarón (turut menjabat produser eksekutif film ini), di mana ia mengobservasi proses pembuatan Roma (2018). Pengaruh sang mentor begitu terasa. Jika anda merasa elemen musik filmnya terasa menghipnotis, itu karena Tamhane menghabiskan banyak waktu di proses mixing suara Roma. Begitu pun di departemen visual. Sinematografinya, yang digarap oleh Michał Sobociński (berdasarkan rekomendasi Cuarón dan Emmanuel Lubezki), banyak memakai lanskap minim interupsi, yang mengundang penonton untuk mengobservasi.
Pun serupa Roma, The Disciple bertempo pelan, pula tidak jarang memakai gerak lambat, yang seolah menyesuaikan nuansa atmosferik musiknya. Karenanya, film ini bukanlah perjalanan yang bisa dilalui semua penonton. Saya sendiri mengagumi segala keunggulan di atas. Mengagumi bagaimana sang sutradara makin solid walau baru mencapai film kedua, mengagumi kisahnya yang mampu secara rapi menarik banyak cabang dari satu gagasan mengenai pencarian, mengagumi akting Aditya Modak, yang meski dari mulutnya keluar kata-kata penuh keyakinan, wajahnya menyiratkan ketakutan dan keraguan. Saya mengagumi The Disciple, namun tidak mencintainya. Mungkin seperti Sharad, saya melewati perjalanan yang bukan diperuntukkan bagi saya, biarpun mengakui bahwa perjalanan itu baik.
Available on NETFLIX
1 komentar :
Comment Page:Terima kasih mas masih me-review Hindi movie,kebetulan juga mulai menyukai Hindi movie,masih banyak film Hindi bagus yg belum saya tonton
Posting Komentar