REVIEW - THE 8TH NIGHT
The 8th Night berpotensi jadi horor atmosferik yang mencekam. Selepas opening yang mengingatkan pada The Exorcist (1973), sutradara debutan Kim Tae-hyung langsung memamerkan bakatnya membangun suasana melalui audiovisual, tanpa memerlukan jump scare. Dia turut menulis naskahnya, dan setelah menit demi menit berlalu, penulisan Tae-hyung jelas tak sekuat kemampuannya mengarahkan. Mencapai pertengahan, The 8th Night sudah kehabisan bahan bakar akibat kurang menggigitnya penceritaan.
Opening di atas memperlihatkan penemuan artefak di sebuah gurun, oleh Profesor Kim Joon-cheol (Choi Jin-ho). Konon, artefak berbentuk kotak itu merupakan tempat Buddha mengurung sebelah mata (mata berwarna merah) milik entitas berkekuatan jahat yang mengancam kehiduman manusia 2500 tahun lalu. Kotak berisi satu mata lagi (mata hitam), berada di bawah penjagaan biksu Ha-jeong (Lee Eol). Sepeninggal sang biksu, kotak tersebut dititipkan pada muridnya, Cheong-seok (Nam Da-reum).
Tugas Cheong-sok adalah, mengirimkan kotak itu kepada Park Jin-soo (Lee Sung-min), mantan biksu yang dipercaya mampu memusnahkan sang entitas jahat, yang telah memulai aksinya, selepas Profesor Joon-cheol membuka kotak miliknya. Judul film ini merujuk pada bagaimana entitas itu, selama tujuh hari, merasuki tubuh tujuh manusia, untuk akhirnya bangkit di malam kedelapan.
Paruh awal, tepatnya sebelum Cheong-seok dan Jin-soo semakin jauh melangkah dalam misi mereka, merupakan bagian terbaik The 8th Night. Berkolaborasi dengan Choo Kyeong-yeob (The Battle of Jangsari) selaku penata kamera, Tae-hyung menciptakan presentasi visual estetis yang membangkitkan hawa angker. Tata suara ikut bermain.
Di salah satu adegan, Jin-soo duduk sendirian di ruang temaram, sementara terdengar suara teriakan tak berwujud meminta pertolongan. Awalnya teriakan tersebut seolah berasal dari halusinasi Jin-soo. Kemudian blakcout, menyisakan satu suara yang meminta agar dibantu melangkah ke akhirat. Ya, itu bukan halusinasi Jin-soo, melainkan roh yang mengikuti ke mana pun ia bergi, berharap si mantan biksu bersedia "mengantarkan" mereka. Shocking, but subtle. Creepy.
Sayang, kengerian tidak bertahan lama. Selain dua protagonis, sesekali kita beralih melihat penyelidikan polisi, yang dipimpin oleh detektif Kim Ho-tae (Park Hae-joon alias si brengsek dari The World of the Married). Perlukah investigasi polisi jadi subplot yang mendominasi durasi? Tidak. Polisi ada, hanya sebagai alat eksposisi. Sebatas menjabarkan detail-detail alur, yang bahkan tetap membingungkan, akibat kurang rapinya penyusunan cerita dalam naskah.
Tidak ada alasan memedulikan Ho-tae (maupun partnernya), apalagi sampai memberi sang detektif pengalaman traumatis di masa lalu, yang akhirnya cuma numpang lewat. Alhasil, waktu untuk mengeksplorasi hal signifikan, seperti mitologi dan hubungan Cheong-seok dan Jin-soo (yang mestinya memancing simpati) pun terbuang.
Kedua biksu menjadi karakter setengah matang. Padahal Lee Sung-min tampil meyakinkan sebagai pria tua "lelah", yang sudah menyerah mengejar materi juga spiritual. Demikian pula Cheong-seok, yang harusnya jadi pemantik kesadaran Jin-soo, membantunya kembali setelah bertahun-tahun kehilangan arah. Nam Da-reum berusaha maksimal menghadirkan figur likeable, namun naskah dangkal membuat karakternya bak bertransformasi secara ekstrim, dari biksu muda naif menjadi bocah tak tahu diri minim sopan santun.
The 8th Night adalah kisah soal berpacu melawan waktu, tapi subplot bertumpuk tadi melemahkan konsep tersebut. Tidak ada urgency. Tidak ada ketegangan kala mendapati waktu semakin menipis. Belum lagi, seiring berjalannya durasi, semakin berkurang pula kengerian. Praktis cuma kemunculan singkat sosok siswi dengan senyum creepy-nya saja sanggup menghantui.
Available on NETFLIX
3 komentar :
Comment Page:Mas,, gak ada niatan review series "Hitam"?
Cuma 4 eps tot durasi 2 stngah jam😁
Review "Till Death" mas. Kayaknya seru, tapi masih agak ragu.
Bang, review welcome home dong bang. Film India thriller yg cukup shocking
Posting Komentar