REVIEW - GHOSTBUSTERS: AFTERLIFE

2 komentar

Ghostbusters: Afterlife bukan tontonan istimewa. Ringan, aman, klise. Tapi setidaknya, di bawah arahan Jason Reitman (Juno, Up in the Air, Young Adult) yang merupakan putera Ivan Reitman, sang sutradara dua film pertama, ini berhasil melakukan apa yang reboot-nya gagal lakukan lima tahun lalu. Sebuah modernisasi sekaligus penghormatan. 

Serupa versi Paul Feig, protagonisnya (meski tidak semua) adalah wanita. Phoebe (Mckenna Grace) namanya, seorang gadis berotak brilian yang tak memiliki teman. Akibat kesulitan finansial yang dialami ibunya, Callie (Carrie Coon), Phoebe dan sang kakak, Trevor (Finn Wolfhard), terpaksa ikut pindah ke peternakan tua milik mendiang kakek mereka yang baru meninggal. 

Di sanalah Callie bertemu Podcast (Logan Kim), si bocah penggila teori konspirasi, sedangkan Trevor jatuh hati pada Lucky (Celeste O'Connor). Sebagai POC, Kim dan O'Connor melengkapi misi Afterlife untuk tampil modern dalam hal diversity sebagaimana versi Feig, tanpa harus menjual itu secara berlebihan.

Modernisasi lain terletak di elemen "mengoper tongkat estafet" kepada generasi muda, sembari tetap menghormati warisan generasi tua. Jika telah menonton film klasiknya, tentu tidak sulit menebak identitas kakek Phoebe. Pun Gary (Paul Rudd), guru Phoebe sekaligus love interest Callie, melakoni peran serupa Louis Tully (Rick Moranis) dahulu. Koneksi-koneksi dua era ini dimunculkan dengan rapi oleh naskah buatan Jason Reitman dan Gil Kenan (Monster House, Poltergeist remake).

Mungkin yang cukup mengecewakan justru soal wujud penghormatan yang lebih gamblang, seperti lagu tema legendaris yang baru muncul di kredit, serta pilihan shot Reitman guna membungkus momen reuni akbar yang telah dinanti-nanti. Alih-alih heroisme epik, kesan canggung justru tercipta kurang tepatnya pilihan kemasan sang sutradara. Biar demikian, menyaksikan berkumpulnya lagi wajah-wajah familiar setelah sekian lama tetaplah menyenangkan.

Sebagai tontonan yang berdiri sendiri, seperti sudah disinggung, Afterlife solid namun tidak istimewa. Walau pemakaian efek praktikalnya patut diacungi jempol, pertempuran melawan para hantu termasuk Gozer the Gozerian takkan tersimpan lama di ingatan penonton layaknya peristiwa Manhattan 84. 

Untungnya humor khas Jason Reitman, dari running joke soal Phoebe yang buruk dalam melempar banyolan, sedikit sisipan komedi gelap, hingga barisan kalimat bernada sarkas, mampu jadi penyegar. Coon jadi penampil terbaik urusan melempar sarkasme, sebagai sosok ibu yang tak sekalipun berusaha menyaring kata-kata dari mulutnya. 

2 komentar :

Comment Page:
Alvi mengatakan...

Ghostbusters original berpengaruh banget kek nya dlm dunia entertainment smpe dibuat remake nya berkali²

Rasyidharry mengatakan...

Afterlife ini bukan remake, tapi sekuel. Dan iya, Ghostbusters ori itu influential banget. Highest grossing comedy of all time pada masanya, 10 minggu di puncak Box Office, salah satu film pertama yang mendefinisikan istilah "blockbuster", mematenkan pola merchandising Hollywood yang dimulai sama Star Wars, dll.