REVIEW - ADAGIUM
Lupakan trailer yang menjanjikan banyak keseruan seputar pertempuran sarat teknologi antara militer melawan teroris. Hanya untuk aksi tidak sampai 10 menit, Adagium mengharuskan penonton menunggu lebih dari 100 menit. Mestinya saya sadar ada yang tidak beres ketika prolognya diisi kalimat yang dibuka dengan kata "Benarkah", namun tidak ditutup oleh tanda tanya.
Alkisah ada tiga sahabat: Arga (Angga Asyafriena), Alenda (Jihane Almira), dan Bian (Pangeran Lantang). Arga seorang mahasiswa yang terlilit utang pinjol demi membiayai operasi sang ibu (Dayu Wijanto), Bian tengah meniti karir sebagai pelukis, sedangkan Alenda punya kemampuan hacking tingkat tinggi. Hubungan ketiganya amat erat, sampai Alenda dan Bian melanggar janji untuk tak menjalin asmara dalam persahabatan mereka.
Arga yang menyukai Alenda merasa terkhianati, lalu memutuskan ikut pelatihan Komcad (Komponen Cadangan), yakni pasukan militer yang terdiri atas warga sipil. Setelah lebih dari 30 menit akhirnya Adagium beralih dari cinta segitiga klise membosankan, dan memulai keseruannya. Bukankah begitu? Jawabnnya "tidak".
Durasi film ini mencapai hampir dua jam (118 menit) bukan karena kisahnya penuh, melainkan penuturan draggy dari Rizal Mantovani selaku sutradara. Dunia Adagium bak bergulir dalam gerak lambat. Apalagi naskah hasil tulisan Rizal bersama Titien Wattimena pun sangat bertele-tele, tampil layaknya individu yang terlalu ragu untuk melangkah.
Konflik memanas saat Alenda diculik oleh kelompok teroris bernama Organisasi X (tidak adakah nama fiktif yang lebih kreatif?) yang terpikat pada kemampuannya sebagai peretas. Sejago apa Alenda? Intinya ia berhasil meretas sistem pinjol tempat Arga meminjam uang. Kita tidak menyaksikan aksinya. Sewaktu peretasan diperlihatkan pun, Adagium masih terjebak keklisean. Adegan "hacking" sebatas diisi karakternya mengetik secepat kilat, kemudian tulisan "system hacked" muncul di layar komputer. Rizal tak meluangkan usaha lebih untuk membuat momen itu tampil intens.
Organisasi X dipimpin oleh Nosluc (Mike Lucock). Entah dari mana asal pria ini. Kepada Alenda ia mengaku belum lancar berbahasa Indonesia, tapi sejurus kemudian berbicara semulus warga lokal. Tanpa aksen, tidak pula terbata-bata. Sungguh konyol.
Di lain pihak, pelatihan Arga berjalan lancar. Rapor menembaknya luar biasa positif. Apakah berarti Adagium beralih menjadi film sniper seru? Sekali lagi jawabannya "tidak". Karena Adagium merupakan film "iklan", maka ia wajib mengikuti prosedur. Arga dan Bian melaporkan penculikan Alenda, yang selanjutnya diusut oleh tim siber TNI. Dari sanalah terungkap bahwa Organisasi X berniat melancarkan serangan EMP berbahaya yang dapat melumpuhkan Indonesia!
Sewaktu akhirnya dieksekusi, serangan super berbahaya itu rupanya cuma berlangsung beberapa menit. Saya paham adanya tujuan menggambarkan kehebatan tim siber TNI, tapi setelah pembangunan sedemikian lama, bukankah seharusnya ada payoff sepadan? Ketimbang membuat tim siber nampak jago, Adagium justru mengesankan betapa remehnya potensi serangan EMP.
Memasuki 15 menit terakhir, barulah pasukan khusus dikerahkan untuk menyerbu markas Organisasi X. Sekuen aksinya berlangsung 10 menit, minim intensitas, sebab lagi-lagi Rizal seolah tidak berusaha. Momen dramatis ketika Arga memamerkan kemampuan menembaknya pun berlalu begitu saja. Antiklimaks bak orgasme yang batal.
Satu-satunya poin positif di babak ketiga adalah keberhasilan Jihane Almira menuturkan emotional speech soal penolakan Alenda mengkhianati bangsa. Tidak spesial, tapi di antara keburukan-keburukan filmnya, penampilan Jihane memberi sedikit angin segar.
Sebenarnya film macam apa Adagium ini? Aksinya terlalu minim untuk bisa disebut "film action", sementara dramanya, baik mengenai pencarian jati diri maupun romansa berakhir setengah matang. Bahkan ia bukan iklan yang baik akibat gagal menjabarkan program Komcad secara jelas. Apakah Komcad hanya pelatihan sekali waktu? Ataukah pesertanya akan terus dipanggil guna menjalankan misi-misi berikutnya bak agen rahasia? Pastinya, Adagium dipenuhi banyak janji yang tak pernah dipenuhi.
10 komentar :
Comment Page:Film jelek ya jelek aja
Memang kapan sih, film "Iklan" itu bagus? Alih-alih sisi abu2 instansi terkait, lebih seringnya ngeliat yang putih2 saja, boro2 yang hitam..
film adagium film keren banget bikin saya terperangah dan ngantuk
Film Pengkhianatan G-30S PKI itu adalah contoh film "iklan" yg sangat bagus lho. (Terlepas dari seberapa jauh akurasi ceritanya ya)
Dari posternya aja udah ketahuan kualitas film ini
emang ada film Rizal Mantovani yang bagus??? In my opinion, dari sekian banyaaaaaakkkk film Rizal, sejauh ini cuma "5cm" yang lumayan menghibur.
film ADAGIUM film serem banget sampai tutup mata sambil bobo di layar bioskop
film dokumenter yang keren abis
bagus banget ini film
film aksi yang berkelas
Posting Komentar