REVIEW - HIDAYAH
Seorang ustaz jago rukiah kembali ke pesantren tempatnya menuntut ilmu selepas mendekam dalam penjara akibat kematian salah satu pasien. Di sana, sang ustaz mesti menggunakan kemampuannya untuk menolong seorang wanita, walau kondisi imannya tengah ada di titik terendah.
Paragraf di atas bukan deskripsi untuk Qodrat, melainkan Hidayah, adaptasi dari sinetron berjudul sama, yang juga dibuat berdasarkan majalah religi bernama sama. Tambahkan fakta bahwa kiai pemimpin pesantren sekaligus guru si ustaz sedang sakit keras, pula bagaimana klimaksnya menampilkan aksi baku hantam melawan penyembah setan berlatar altar pemujaan, kemiripan kedua judul semakin kentara.
Saya takkan berasumsi soal siapa menjiplak siapa (atau apakah ada tindak penjiplakan). Tapi Qodrat jelas unggul. Sewaktu karya Charles Gozali tersebut merompak pakem horor religi Indonesia, Hidayah, walau punya intensi baik, pun bukan suguhan dengan kualitas tiarap, terasa digarap buru-buru, biarpun telah memundurkan jadwal tayang hampir tiga bulan.
Bahri (Ajil Ditto) nama protagonis kita. Dia seorang ustaz muda. Begitu muda sampai muncul keraguan akan kemampuannya. Filmnya pun gagal membangun rasa percaya penonton akibat tak pernah menonjolkan betapa mumpuni si Bahri. Benar bahwa tak semua praktisi rukiah di film harus sejago Qodrat yang bak pahlawan super, namun kemiripan alur membuat komparasi itu sukar dihindari.
Didorong permintaan sahabatnya, Hasan (Alif Joerg), Bahri bersedia pulang ke kampung halamannya guna menolong Ratna (Givina), gadis yang dahulu sempat dekat dengannya. Ratna menderita gangguan gaib misterius. Tubuhnya dipenuhi luka yang mengeluarkan belatung. Situasi makin rumit karena warga setempat memandang Ratna sebagai aib.
Jika familiar dengan materi asalnya, tidak sulit menebak penyebab kondisi Ratna. Hidayah bergulir serupa kisah-kisah di sinetron serta majalahnya. Bedanya, naskah buatan Baskoro Adi Wuryanto mencoba lebih ambisius. Tidak hanya perihal azab, ia turut menambahkan revenge horror, sampai perspektif religi tentang bagaimana kebaikan jiwa manusia takkan lenyap bahkan setelah raganya mati, yang diwakili oleh twist di pengujung durasi (tidak seberapa mengejutkan selama kalian jeli memperhatikan baju salah satu karakternya).
Sekali lagi, intensinya baik. Pun kalau dibandingkan, ini adalah naskah horor terbaik Baskoro yang sebelumnya menangani judul-judul semacam Sawadikap (2016), Gasing Tengkorak (2017), hingga Jailangkung (2017). Sayangnya ia keteteran menautkan beragam subplot tadi, sehingga Hidayah tampil bagaikan beberapa film yang dipaksa menyatu.
Setidaknya Hidayah tetap menyimpan beberapa teror yang cukup solid. Menyuradarai filmnya bersama Dedy Kopola, Monty Tiwa membuktikan bahwa ia salah satu sutradara yang paling piawai menangani pocong. Beberapa imageries-nya tampak creepy dan kreatif, termasuk sebuah momen di awal tatkala Monty coba melakukan "reka ulang" untuk salah satu penampakan pocong paling legendaris di Keramat.
Tapi performa departemen penyutradaraan pun tidak sempurna. Beberapa pengadeganan berlangsung jauh lebih lama dari kebutuhan, sebaliknya, klimaks film ini justru berakhir prematur dan kurang menggigit. Setengah matang seperti naskahnya. Sayang sekali. Hidayah hanya perlu dipoles sedikit lagi agar bisa tampil memuaskan.
10 komentar :
Comment Page:42.198 penonton sudah menonton film hidayah di bioskop termasuk saya dari unsur film drama religi ala khas monti tiwa salah satu sutradara yang selalu meramu film dengan sudut pandang yang berbeda agar tidak bosan kita menontonnya
awal tahun 2023 layar bioskop seluruh indonesia tanpa basa basi di bombadir hujan film horror khas kearifan lokal indonesia suka tidak suka film horror adalah salah satu poin penting marketing dan cuan untuk memdatangkan jutaan penonton agar mau nonton duduk manis di bioskop di tambah sekarang memasukkan unsur religi dan budaya lokal.
•
ketika nonton film hidayah cukup jangan membawa ekspetasi terlalu tinggi dengan plot twist puzzle, penonton cukup duduk manis dan nikmati saja hiburan lokal.
•
film hidayah lebih baik daripada film anak titipan setan yang juga menggoyang layar bioskop bersamaan yang hanya mengandalkan akting teriakan gisella anastasia (entah kenapa aktingnya seperti wajib mendapatkan piala citra ataupun bahkan sekelas oscar sambil bangun dari tidur terus tepok jidat)
•
saya sudah nonton film hidayah berkata untuk berani bilang cukup layak di tonton
Dari keramat 2 ke film ini berasa cukup jauh penurunannya
Sebetulnya secara timing produksi, menurut informasi terkait kapan Ajil di-calling untuk berperan di Keramat 2 di salah satu interview, Hidayah rupanya lebih dulu digarap sebelum Keramat 2. Entah kenapa Keramat 2 yang lebih dulu dirilis, apa karena tahun kemarin lagi ramai-ramainya rilisan sekuel horor lokal yang bagus², atau gimana, saya tidak tahu pasti. Jelasnya waktu perilisan yang tidak tepat ini bikin reputasi Monty Tiwa kembali menurun. Well, kita nantikan apakah hasil remake/adaptasinya lagi dari kisah Galih dan Ratna yang akan tayang Februari nanti apakah bisa mengembalikan kualitas gaya directing Monty Tiwa bisa mumpuni kembali.
Film Sinetron Hidayah di layar bioskop adalah debutan Dedi Kopola sebagai Sutradara Utama di bantu di arahkan oleh Monty Tiwa
•
Film cukup layak di tonton namun jangan terlalu tinggi ekspetasi untuk menontonnya, lumayanlah
Agak beda sama cerita2 Hidayah. Kalo cerita Hidayah biasanya kan pake sudut pandang warga sekitar dari orang yg kena azab atau dari orang yg dulunya sempet ditindas/dizolimi sama orang yg kena azab.
Showtimes film HIDAYAH 1.427 layar bioskop dengan pencapaian jumlah penonton sampai saat ini 172.000 plus lumayan buat film sinetron ini dengan racikan alur sederhana
254.312 orang sudah meramaikan bioskop dengan nonton film Hidayah termasuk saya
•
ramuan film hidayah beda dari sudut pandang bukan dari penduduk dan bukan yang di azab, berasa drama sinetron yang tayang di layar bioskop, cukup nikmati aja
Para anonim yg gemar mereview berpanjang2 di kolom komentar, kenapa ga bikin blog sendiri aja?
thanks mas rasyid atas review film hidayah, good job
Posting Komentar