REVIEW - HERO

6 komentar

Judul film ini sangat sederhana. Singkat, cenderung formulaik. Tanpa pemahaman atas figur yang diangkat, bisa saja muncul anggapan bahwa pembuatnya malas memikirkan alternatif judul. An Jung-geun nama sang figur. Aktivis kemerdekaan yang pada 1909 membunuh Ito Hirobumi, perdana menteri pertama Jepang. 

Di mata Jepang, An Jung-geun adalah teroris. Alhasil kesederhanaan judul tadi ibarat sebuah pernyataan tegas. Pengakuan terhadap kepahlawanan. Bagi pihak Korea, An Jung-geun adalah pahlawan. Tanpa "tapi", tanpa perlu tambahan embel-embel apa pun. Hero. 

Hero bukan film biografi biasa. Konon ia merupakan film Korea Selatan pertama yang mengadaptasi pertunjukan musikal (materi aslinya punya judul sama). Agak mengherankan memang. Ketika musikal panggung amat populer di sana, musikal layar lebar justru sepi peminat. Sejak 2018 hanya sekitar 5-6 judul yang dirilis. 

Tapi toh apa pun mediumnya, musikal punya satu kewajiban: menggaet atensi penonton melalui opening number yang kuat. Yoon Je-kyoon selaku sutradara sekaligus penulis naskah (bersama Han Ah-reum) berhasil memenuhi kewajiban tersebut. Kita menyaksikan An Jung-geun (Jung Sung-hwa) dan rekan-rekan seperjuangannya bersimpuh di tengah tanah bersalju, memotong jari manis mereka sebagai bentuk sumpah bakal mendatangkan kemerdekaan, lalu melukis bendera Jepang agar berubah menjadi bendera Korea. Saya teringat peristiwa penyobekan bendera Belanda pada 19 September 1965 di Surabaya. Menggetarkan. 

Kemudian alurnya dibagi dua. Pertama h soal Jung-geun dan pejuang kemerdekaan lain yang berniat membunuh Ito (Kim Seung-rak). Kisah kedua tentang Seol-hee (Kim Go-eun). Tidak seperti An Jung-geun, ia adalah tokoh fiktif. Seorang geisha yang diam-diam memberi informasi tentang gerak-gerik Ito kepada pihak Korea. 

Dahulu Seol-hee merupakan dayang istana, sampai penjajah Jepang datang, lalu membunuh Permaisuri Myeongseong (Lee Il-hwa). Di depan mata Seol-hee, jantung sang permaisuri dicabut, tubuhnya pun dibakar. Wajar ia dipenuhi dendam, walau semestinya departemen naskah mampu menyediakan karakterisasi yang lebih dari sebatas "wanita penuh dendam dan penderitaan". 

Beruntung, Kim Go-eun menyediakan apa yang naskahnya tak miliki. Di tengah screentime terbatas, Go-eun menampilkan kapasitas mengolah emosi, termasuk di sekuen musikal. Salah satu sekuen musikal favorit saya di film ini menempatkannya sebagai sentral, yakni pada nomor My Dream for You, (mengingatkan ke I Dreamed a Dream di Les Miserables) yang turut menunjukkan kejelian Yoon Je-kyoon membawa format panggung ke layar lebar. 

Dibuka oleh transisi pencahayaan yang memindahkan spotlight ke wajah Go-eun, kita disuguhi permainan estetika berbasis teknologi yang tak memungkinkan dicapai di atas panggung. Ketimbang sajian yang sama sekali berbeda, Hero tampil bak upgrade, setidaknya dari sisi teknis.  

Selain sekuen tersebut, sekuen musikal Hero sejatinya cenderung sederhana. Yoon Je-kyoon memilih berfokus pada penghantaran rasa jajaran pemain. Bermodalkan pengalaman berteaternya, Jung Sung-hwa tampil powerful, memimpin nyanyian perjuangan dari orang-orang yang merindukan kebebasan, sebagaimana ditangkap oleh lagu Promising the Day yang luar biasa menggugah. 

Penceritaannya juga sederhana, terpusat pada misi membunuh sang perdana menteri. Di satu sisi, penonton yang awam soal peristiwa sejarah tidak perlu khawatir bakal tersesat di dalam keruwetan kisah, namun di sisi lain, kesederhanaan tersebut tidak cukup kuat menyokong durasi yang mencapai dua jam. Di sinilah beberapa sentuhan humornya menolong, sekaligus memberi ruang bersinar bagi Park Jin-joo, salah satu aktris paling underrated di Korea saat ini. Kemampuannya menyeimbangkan drama dengan komedi sejak dulu selalu mengagumkan, dan sudah saatnya publik menaruh perhatian lebih kepadanya. 

6 komentar :

Comment Page:
Anonim mengatakan...

film ini sebagai trademark hype jalinan cerita yang absurd brutal plot twist menyenangkan alunan suara dan musik adalah sajian ciri khas made in film korea bergenre apapun, kecuali film korea yang horror

coba nonton dan buktikan kemegahan broadway ala korea yang enaknya di tonton secara IMAX 4DX FULL Goyang Samba

Anonim mengatakan...

Jin-joo udh dapet perhatian lebih kok. Dia udh jadi scene-stealer di bbrp drama, sampe direkrut Hangout With Yoo sbg member sampe menang Rookie Award. Dia cm blm jadi pemeran utama doang.

Anonim mengatakan...

19 September 1965? Bukannya 1945?

Anonim mengatakan...

film korea sekarang kiblatnya perfilman di asia, setelah film hongkong pada masa jayanya tewas diambil alih tiongkok yang sekarang mulai beranjak kembali dengan sineas perpaduan senior yunior begitu pula fil jepang yang ketiganya adalah macan asia
*
film korea selalu menampilkan scene yang asyik selalu di lihat disimak apalagi film HERO ini sepanjang film nya kita bukan hanya di manja mata tapi juga di telinga sekali kali bibir mulut kita bernyanyi kecil ikuti musik dengan gerakan badan kita bersenandung

Anonim mengatakan...

Film Hero merupakan persembahan epik, megah, intens karya sutradara visioner JK Youn yang meneror penonton khususnya saya dalam ketidaknyamanan di dalam bioskop sambil berdecak kagum kadangkala menutup mata jika kengerian datang menyengat, sayang banget jadual tayang film ini dengan jam terbatas, tidak jam reguler seperti film film lainnya

Anonim mengatakan...

film musikal yang luar biasa konser orkestra bagai dirigen iringan kemenangan penebusan pengkhianatan dan pengampunan