REVIEW - VIRGO AND THE SPARKLINGS
Virgo and the Sparklings berusaha melukiskan warna baru untuk Jagat Sinema Bumilangit. Dunia remaja beserta lika-likunya yang cenderung ringan, menggantikan intrik beraroma konspirasi politik kelam berlatar area industrial milik Gundala (2019) dan Sri Asih (2022). Suatu "selingan" (bukan berarti tidak esensial) yang diperlukan guna menambah variasi di paruh awal perjalanan franchise-nya. Tapi bagaimana dengan kualitasnya?
Riani (Adhisty Zara) adalah jagoan kita kali ini. Remaja yang kerap pindah sekolah akibat dipandang bermasalah. Masalah itu bersumber dari belum mampunya Riani mengontrol api yang dapat ia keluarkan dari tangannya. Di sekolah baru, ia membentuk band bersama tiga orang siswi lain: Monica (Ashira Zamita) si drumer, Ussy (Satine Zanita) si kibordis, dan Sasmi (Rebecca Klopper) selaku manajer mereka. Riani mengisi posisi vokal di band yang diberi nama "The Virgos" tersebut.
Sebagai saingan ada The Scorpion Sisters, band idola Riani dan kawan-kawan yang dipimpin oleh Carmine (Mawar de Jongh). Carmine terobsesi mendapatkan cinta Leo (Bryan Domani), tapi seperti kita tahu, hati si fotografer bakal bertambat ke Riani.
Riani berbakat di musik berkat satu lagi kekuatannya, yakni sinestesia. Dia bisa melihat warna suara. Di sebuah adegan, Riani tertarik pada warna yang muncul dari suara angklung di ruang musik. Menarik, walau cara Ody C. Harahap (Sweet 20, Orang Kaya Baru, Hit & Run) selaku sutradara dalam membungkus momen itu belum bisa disebut spesial.
Riani pun mampu melihat warna dari perasaan orang lain. Bahkan ia bisa memakai itu untuk membedakan apakah seseorang berkata jujur atau bohong. Sayangnya kekuatan satu ini tak diberi ruang eksplorasi lebih. Saya bisa membayangkan setumpuk cara supaya sinestesia milik Riani dapat menguatkan dampak emosi penceritaannya, atau minimal jadi pondasi berbagai momen indah, namun naskah buatan Rafki Hidayat (Kafir, Makmum 2) dan Johanna Wattimena (Teman Tapi Menikah, The Big 4) seolah melupakan eksistensinya.
Kurang lebih begitulah keseluruhan Virgo and the Sparklings. Di setiap keunggulan, hampir selalu ada kelemahan yang mengikuti. Ambil contoh perihal musiknya. Trio Zara-Ashira-Satine adalah performers yang hebat di balik instrumen masing-masing. Berkat ketiganya, lagu-lagu bertenaga seperti Sahabat Angin dan Salah mampu dibawakan secara meyakinkan. Wajar, mengingat mereka bertiga sudah berpengalaman di industri musik. Ketika banyak adegan bermusik di film lain nampak palsu, tidak dengan Virgo and the Sparklings.
Tapi untuk sebuah film yang menjadikan "suara" sebagai poin penting, Virgo and the Sparklings justru punya kualitas tata suara inkonsisten. Adegan musiknya enak didengar, tapi ada kesan fokus penggarapan teknis serupa tak diberikan bagi adegan lain yang lebih sederhana. Misalnya obrolan antar karakter. Ada kalanya sulit mendengar apa yang mereka ucapkan. Sebenarnya bukan total kesalahan tata suara. Artikulasi para pemain, pula pengarahan sutradara pun turut berpengaruh.
Walau demikian, kalau mau mengesampingkan soal artikulasi, penampilan jajaran cast-nya memuaskan. Di tengah jajaran pelakon yang lebih dulu "angkat nama" seperti Zara, Mawar, dan Bryan, penampilan paling menonjol malah berasal dari Ashira dengan comic timing sempurnanya, serta Satine yang secara subtil, tahu mesti menghadirkan ekspresi dan reaksi seperti apa supaya karakternya "hidup" dalam sebuah adegan. Bukan mustahil Satine mengikuti jejak ayahnya (Abimana) selama jeli memilih proyek untuk ke depannya.
Di luar musik, masalah terbesar yang harus dihadapi karakternya adalah fenomena misterius saat banyak anak kesurupan lalu menyerang orang tua mereka. Sewaktu menyadari api miliknya mampu menyembuhkan kesurupan itu, Riani, dibantu teman-temannya, mulai berlatih mengontrol kekuatan super tersebut. Seperti sebelumnya, plus dan minus eksis secara bersamaan di persoalan ini.
Bicara soal aksi, sekali lagi pengarahan Ody tidak spesial, namun caranya menggerakkan adegan dengan tempo cepat berhasil menjaga daya hibur filmnya. Klimaksnya yang meninggalkan kekecewaan, akibat pilihan untuk tidak menerapkan aktivitas bermusik yang lebih estetik (dan senada dengan tema filmnya) sebagai metode penyelesaian konflik. Kembali, peluang menghadirkan keindahan menyentuh luput dimanfaatkan.
Penceritaannya pun kerap diganggu oleh kasarnya gerakan alur. Pemicu kelemahan ini bisa beragam. Entah penyuntingan yang lemah dalam merangkai sekuen, naskah yang terburu-buru menggerakkan peristiwa, atau penyutradaraan yang luput memberikan "jembatan" antar adegan.
Sebaliknya, saya sangat menyukai bagaimana isu parenting jadi pondasi fenomena kesurupan tadi. Eksplorasi naskahnya memang tidak seberapa mendalam, namun sudah efektif dalam memberi pemahaman atas isunya. Salah satu pencapaian utamanya adalah terkait villain.
Bumilangit identik dengan villain hasil bentukan kegagalan sistem. Sistem bobrok melahirkan amarah, amarah memunculkan tendensi destruktif. Virgo and the Sparklings pun serupa, tapi daripada sistem berskala besar seperti pemerintahan, giliran sistem lebih mendasar yang disentil, yakni keluarga, atau secara spesifik, orang tua. Filmnya menunjukkan komparasi soal bagaimana baik/buruk sebuah parenting pun dapat menentukan baik/buruk individu. Alhasil, terciptalah villain yang relatable, sekaligus sesuai dengan dunia remaja yang dijadikan sorotan.
Seperti telah disebut di awal tulisan, Virgo and the Sparklings mampu memberi warna baru bagi Jagat Sinema Bumilangit, yang masih tampil menghibur. Para penggemar pun bakal terpuaskan oleh bagaimana film ini mengaitkan diri dengan gagasan besar semestanya (termasuk lewat beberapa cameo yang memancing tepuk tangan di studio). Sayangnya ia bukan lompatan kualitas.
21 komentar :
Comment Page:superhero ala indonesia yang keren banget wajib di tonton sebagai hiburan di tengah waktu penat, gue udah nonton, skor 8.5/10
film alay bocil baru gede
Ntar horor terus komplen juga
Semoga bisak sejuta penonton, AMIN!
Bintangnya kayanya kebanyakan, kalau dibaca reviewnya.
Villainnya siapa bang? Kok cuma dibahas kesurupan doang. Ini film superhero 'kan?
penjahatnya bocil di lemari yang super keren badass
Mawar de Jongh artis serba bisa yang paling banyak main film di tahun 2023 ini emang cantik dan power mainnya kuat
Sumpah! Seringai Carmine sangat memorable! Gw baru tau Mawar Eva bisa semenyeramkan itu dalam menampilkan ekspresi.
Mawar de Jongh sesungguhnya yang menguasai film virgo & the sparkling semakin berkelas dan ciamik setelah membintangi film film : Miracle in Cell No. 7, cinta yang membunuh, bumi manusia, promise, london love story 2, tumbal : the ritual, serendipity, sin, teman tapi menikah,,,,lanjut : The Invisible Guest, Lockdown: Pandemic Thriller, buya hamka...wow keren
8,5 Matamu picek
Sayang sekali Zara adhisty lemah di pelafalan dialognya seperti biasa keky lagi baca...tapi cast cast lain juara termasuk teman teman Riani si drumer ,manajer dan anaknya Abimana serta mawar Eva de Jong yg mengerikan badasss...dan Bryan domani yg ok lah...film milik mawar atau carmine dan temen temen Riani..mereka asikk abis
Pantes film indo, karena orang kya lilu
INI FILM INDONESIA KEREN BANGET SUPER FUN SUPER MUSIK, FILM MUSIKAL SUPERHERO....INI FILM INDONESIA, BUKAN FILM INDO...JAYALAH FILM INDONESIA DI NEGERI SENDIRI
we love you, Mawar de Jongh
film yang drop dalam menjaring penontonš¤apakah karena kasus pemain nya ya...semoga tidak, bukan itu
menyenangkan sekali nonton film ini, terimakasih joko anwar
Mawar de jongh di sini akting nya bagus sebagai villain cuma sayang karakter dia kurang di eksplorasi padahal di awal kan dia yg di tease bukan MC nya. Klo di eksplorasi lebih jauh mungkin isu parenting nya bakal lebih kuat dan seberapa toxic nya ortu dia
ini film hanya bertahan 7 hari di layar bioskop...OMG
film paling gagal dan flop di BCU...
yang nonton 20 kali lipat lebih sedikit daripada film horor waktu maghrib. sungguh kasian
Posting Komentar