REVIEW - AMAZON BULLSEYE

Tidak ada komentar

Di salah satu adegan, protagonis film ini, yang tersesat di pedalaman Amazon, menyeruput air kobokan yang ia kira minuman. Warkop DKI pernah menampilkan lelucon serupa di Godain Kita Dong yang rilis 35 tahun lalu. Amazon Bullseye memang tampil cukup menyenangkan, tapi tak dapat ditampik ia seperti produk dari masa lalu akibat beberapa humor yang terasa ketinggalan zaman.

Alkisah, Jin-bong (Ryu Seung-ryong) yang dahulu merupakan atlet panahan kebanggaan Korea Selatan, kini menjadi pegawai kantoran biasa yang terancam oleh restrukturisasi. Beruntung, kesempatan untuk menyelamatkan pekerjaan berhasil Jin-bong dapat, ketika ia diutus melatih tim panahan negara fiktif bernama Boledor yang terletak di dekat hutan Amazon dalam persiapan mereka menuju turnamen internasional, sebagai salah satu bagian perjanjian dari proyek bisnis perusahaannya. 

Nantinya pesawat yang Jin-bong tumpangi mengalami kecelakaan. Dia terdampar di tengah pemukiman suku pedalaman, lalu bertemu Sika (Igor Pedroso), Iva (Luan Brum), dan Walbu (J.B. Oliveira), tiga prajurit jago panah yang akhirnya Jin-bong sertakan sebagai anggota timnas Boledor. Absurd. Tapi sebelum keabsurdan itu tiba, Amazon Bullseye agak tertatih-tatih dalam melangkah.

Amazon Bullseye berambisi membawa kelucuan ke tingkat tertinggi, bahkan sebelum menu utamanya disajikan. Alhasil, kesan "terlalu memaksakan diri terlihat lucu" begitu kentara di segala lini, dari naskah buatan Bae Se-young, pengarahan Kim Chang-ju selaku sutradara, hingga tingkah laku jajaran pemainnya. Semuanya seperti mengemis tawa penonton. 

Film ini menemukan pijakannya seiring konflik utama yang makin menebal. Benar bahwa beberapa ide humornya memang ketinggalan zaman (ketika Jin-bong berkata "shibal" dan Sika mengira si orang Korea mengetahui namanya adalah satu lagi contoh), tapi bukan berarti daya hiburnya nihil. Apalagi Ryu Seung-ryong nampak semakin nyaman dan berhasil mengeluarkan pesona khasnya, tatkala filmnya sendiri mulai tampil lebih natural. 

Tidak ada penokohan kompleks di sini, terutama bagi trio pemanah Amazon yang hanya digambarkan sebagai "prajurit mulia yang ingin menyelamatkan tanah leluhur". Tapi di sisi lain, kesederhanaan tersebut juga membuat ketiganya gampang disukai. Sika, Iva, dan Walbu merupakan orang-orang baik dengan jiwa yang murni, dan itu sudah cukup untuk mendorong penonton mendukung perjuangan mereka.

Begitu turnamen panahan digelar, keberhasilan mencuri simpati penonton itu jadi salah satu alasan deretan pertandingannya berlangsung intens. Kita ingin perwakilan Boledor berjaya. Tapi di luar itu, pengarahan solid Kim Chang-ju, yang cukup jeli memanfaatkan gerak lambat, juga ikut berjasa. Sayang, departemen penyuntingan tidak tampil sekuat itu. Acap kali filmnya terkesan kacau, dengan transisi antar adegan yang tergesa-gesa.  

Jangan mengharapkan suguhan "komedi juara" dari sini. Tapi jika ditujukan sebagai hiburan sesaat, dengan bumbu drama hangat mengenai indahnya persaudaraan yang mampu terikat kuat meski terpisah jarak, maka Amazon Bullseye berhasil mendaratkan anak panahnya tepat di sasaran. 

Tidak ada komentar :

Comment Page: