REVIEW - DAUGHTERS

Tidak ada komentar

Daughters mengkritisi kebobrokan sistem tanpa harus menyenggolnya secara langsung. Tapi daripada memilih format dokumenter yang memenuhi presentasinya dengan data dan statistik, para pembuatnya justru menerapkan pendekatan intim yang lebih banyak menstimulus hati ketimbang otak. Alhasil, secara tulus dan tanpa rasa terpaksa, penonton turut melempar kritik serupa dengan sendirinya.

Disutradarai oleh Natalie Rae dan Angela Patton, kisahnya berpusat pada program yang Patton ciptakan. "Date with Dad" adalah nama program tersebut. Di situ, para anak perempuan berkesempatan untuk menghadiri pesta dansa bersama ayah mereka yang mendekam dalam penjara. Filmnya menempatkan empat anak sebagai sorotan utama: Aubrey Smith (5 tahun), Santana Stewart (10 tahun), Ja'Ana Crudup (11 tahun), dan Raziah Lewis (15 tahun).

Program ini menjadi spesial karena banyak penjara di Amerika Serikat, termasuk latar filmnya yang terletak di Washington D.C., telah menghapus hak para tahanan untuk menerima kunjungan. Sebagai gantinya, pihak keluarga mesti membeli kredit untuk melakukan panggilan video, dengan harga yang cukup memberatkan banyak kalangan. Ketika instansi hanya memikirkan monetisasi, masyarakat yang tak bersalah pun ikut merugi. 

Filmnya tidak pernah menjabarkan apa saja kejahatan yang dilakukan oleh jajaran subjeknya (walau kita bisa meraba-raba berdasarkan lama hukuman masing-masing), sehingga penonton takkan mengalami bias dalam memandang isunya. Bahwa kepada siapa pun ia ditujukan, sistem yang hanya bertujuan memperkaya pemegang kuasa tanpa peduli kesejahteraan rakyat jelata tidak semestinya dibiarkan eksis.

Nantinya kita diajak melihat proses 10 minggu menuju acara. Para ayah duduk bersama mengikuti kelas parenting, sementara buah hati mereka menjalani rutinitas harian sembari memendam kerinduan. Pola alurnya memang cenderung repetitif (menyoroti kegiatan di luar penjara, lalu berpindah ke dalam, sebelum melompat ke minggu berikutnya dengan urutan yang sama), tapi menarik mengobservasi bagaimana tahanan laki-laki membuka sisi rapuh mereka, sedangkan para anak perempuan justru sebaliknya, mendefinisikan "girl power". 

Ditemani gambar-gambar indah hasil tangkapan kamera Michael "Cambio" Fernandez yang menghadirkan komparasi antara cantiknya dunia luar dengan kesan monoton ruang-ruang sempit penjara, Daughters memotret kegundahan anak-anak perempuannya. Aubrey yang baru pertama kali ditinggalkan oleh sang ayah nampak polos dibandingkan Santana yang ayahnya sudah berulang kali keluar-masuk penjara. Padahal usia mereka cuma terpaut lima tahun. 

Tanpa sang ayah, anak-anak itu terpaksa tumbuh dewasa terlalu cepat. Tanpa sang ayah,  mereka harus menanggung kesedihan. Bahkan Raziah mengaku sempat ingin mengakhiri hidupnya. Daughters adalah tontonan yang hangat sekaligus menyakitkan. Epilognya agak terlalu panjang, tapi di situ pula kita berkesempatan menyaksikan dampak terpecahnya tiap keluarga. Ada momen penting yang terlewat, ada pula rasa cinta yang perlahan ditutupi oleh kelelahan dalam penantian. 

(Netflix)

Tidak ada komentar :

Comment Page: