REVIEW - AGEN +62
Agen +62 adalah komedi-aksi-spionase, di mana si agen rahasia bukan tipikal pria atletis dengan setelan rapi yang presensinya memancarkan maskulinitas konservatif, sedangkan si penjahat merupakan perempuan modis yang rasanya akan menjadikan The Devil Wears Prada sebagai film favoritnya. Unik.
Si agen bernama Dito (Keanu AGL). Anggota PUANAS (Pusat Agen Nasional) di bawah pimpinan Lukman (Totos Rasiti), yang kerap bertugas menggunakan samaran sebagai penjual bakso. Sayangnya dia kerap melakukan kesalahan, hingga akhirnya dilarang terjun ke lapangan. Singkatnya hidup Dito jauh dari keglamoran khas agen rahasia film Hollywood.
Jangankan baju mahal atau mobil mewah. Dito bahkan baru kehilangan motor, yang oleh sang ayah (Tenno Ali) dijual untuk membayar pinjol, yang melilitnya selepas ia kecanduan judol. Alhasil, ketika dikirim bersama sang senior, Martha (Rieke Diah Pitaloka), guna menyelidiki Iqbal Mahardika (Chandra Satria) si calon gubernur unggulan terkait keterlibatannya dengan bisnis judol, Dito mempunyai motivasi personal.
Keduanya menyusup ke pengajian yang digelar di rumah Iqbal, di mana Dito menyamar sebagai ustaz. Bagi saya itulah adegan terlucu di Agen +62. Naskah buatan Candra Aditya dan Diva Apresya mampu mengolah kebiasaan si protagonis berpantun untuk melahirkan situasi absurd nan konyol, sedangkan Keanu kembali membuktikan bahwa dia bisa menyulap celetukan sekecil apa pun menjadi kelucuan besar.
Dinna Jasanti (Dua Hati Biru, My Annoying Brother) duduk sebagai sutradara. Kinerjanya tidak buruk. Diberikannya tenaga guna membuat beberapa momen tampil dinamis. Sayang, terkait penanganan terhadap komedi, Dinna belum cukup piawai mengamplifikasi ide-ide humor milik naskahnya, dan seolah terlampau bergantung pada talenta jajaran pemainnya. Apalagi selepas alurnya mengungkap bahwa alih-alih Iqbal, akar dari segala praktik ilegal tersebut adalah Jessica (Cinta Laura Kiehl).
Cinta nampak bersenang-senang memerankan si penjahat sekaligus pemilik salon, yang di tiap kemunculannya selalu memanjakan mata dengan koleksi baju-baju glamornya (Jeanne Elizabeth Fam berjasa atas penataan kostum film ini). Tapi Jessica bukan cuma jago memoles diri. Di satu titik, ia turut memamerkan kemampuan berkelahinya, kala membela Dito dan sang ayah dari kejaran penagih utang.
Ya, Dito dan Jessica bersahabat. Sewaktu Martha menyamar sebagai perempuan desa polos, yang akan mengingatkan banyak penonton milenial pada karakter Oneng di Bajaj Bajuri, guna menyusup ke kantor Jessica, maka Dito berlagak bak "banci salon" dengan rambut pelangi serta tingkah polah heboh, yang justru memudahkannya menjalin pertemanan dengan si bos sekaligus target buruannya. Dinamika unik pun terjalin, meski sayang, naskahnya tak pernah memanfaatkannya untuk menambah bobot emosi di fase konklusi.
Nantinya Dito dan Martha bakal menemukan rahasia mencengangkan di salon milik Jessica, lalu terlibat di "adegan kolam renang" yang memproduksi kehangatan tak terduga. Siapa sangka pemandangan intim, magis, sekaligus heartbreaking, yang biasanya lebih banyak ditemui di barisan drama indi langganan festival, nyatanya dimiliki oleh tontonan ringan macam ini? Agen +62 memang bukan komedi konyol biasa.
Tidak ada komentar :
Comment Page:Posting Komentar