Tampilkan postingan dengan label Ferdy K.. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ferdy K.. Tampilkan semua postingan
BODYGUARD UGAL-UGALAN (2018)
Rasyidharry
Membuat film komedi itu berat, di mana penulis dituntut
mengawikan humor dan jalan cerita supaya saling mengisi, saling melengkapi,
bukan berdiri sendiri-sendiri. Beberapa film mencoba dan gagal, beberapa
lainnya cukup apik walau kurang maksimal, namun hanya sedikit yang mencoba
kemudian sepenuhnya berhasil. Tapi Bodyguard
Ugal-Ugalan—yang tak berkaitan dengan Security
Ugal-Ugalan (2017) kecuali pada kemiripan judul juga tim produksi serupa—justru
memilih tak mencoba sama sekali. Oleh Ferdy K selaku penulis skneario, pondasi
bernama “narasi” hampir semuanya dibuang. Bahkan sulit menyebut ini “film”, khususnya
pada second act yang cuma diisi
sketsa-sketsa pendek yang dijahit paksa.
Terinspirasi gaya Warkop DKI, sekuen pembuka berupa deretan
peristiwa komikal dipakai guna memperkenalkan kita pada kelima bodyguard ugal-ugalan: Boris (Boris
Bokir), Acho (Muhadkly Acho), Lolox (Lolox), Anyun (Anyun Cadel), dan Jessica
(Melayu Nicole). Mereka bekerja di perusahaan penyedia jasa keamanan milik Erin
(Tamara Bleszynski). Berbekal kebodohan masing-masing, kenapa mereka justru
ditugasi menjaga Syahrini (Syahrini praktis tidak berakting) yang tengah sering
menerima terori? Sederhana. Sang “diva manjah” enggan dijaga bodyguard bertampang seram.
Beberapa gaya humornya boleh terinspirasi Warkop DKI, namun meski
kerap acak, lawakan trio legendaris tersebut selalu berada dalam satu lingkup.
Sebutlah kekonyolan (atau parodi) aktivitas detektif, polisi, pegawai hotel, mahasiswa,
bahkan memasuki era Soraya yang identik akan cewek seksi, humornya pun tetap
terpusat, yakni soal pantai. Dalam Bodyguard
Ugal-Ugalan, kelucuan bukan hanya di sekitaran kehidupan bodyguard. Simak adegan Boris-Acho-Lolox-Anyun
bercengkerama di kamar membicarakan masa lalu. Kita dilempar menuju satu demi
satu flashback, yang lagi-lagi
sekedar kumpulan sketsa, dengan tema banyolan luar biasa acak, membentang dari
olahraga hingga matematika. Judulnya bisa diganti menjadi Paspampres Ugal-Ugalan, dan itu takkan memberi pengaruh signifikan.
Kesimpulannya, Bodyguard
Ugal-Ugalan bahkan gagal memenuhi standar filmis. Tapi lalu saya bertanya
pada diri sendiri. “Apa tujuan komedi?”. Memancing tawa tentu saja. Apa film
ini membuat saya tertawa? Ya, dan bukan di satu-dua momen saja. Saya tertawa
ketika Boris melontarkan celetukan seenaknya (“tsunami cendol” jadi favorit
saya), pula sewaktu Lolox tertipu oleh pintu toilet palsu sebagaimana telah
nampak di trailer. Sebuah humor lama,
nihil terobosan, receh, tetapi efektif. Walau saya tidak sekalipun dibuat
tertawa melihat Melayu Nicole, yang keberadaannya bak sebatas eye candy, urung diberi kesempatan
meucu. Kasihan dia. Tampak terasing dan tersesat di antara keempat komedian
yang mulus menjalankan tugas.
Terpenting, saya tertawa tiap kali Syahrini memamerkan
personanya yang fenomenal itu. Menonton Princess Syahrini beraksi, penonton
diingatkan bahwa image konyol, norak,
dan serba berlebihan itu sejatinya strategi marketing cerdik jika enggan
disebut jenius. Penuh totalitas pula kreativitas, apalagi bila dipandang
memakai perspektif komedi. Tidak setuju? Coba jawab pertanyaan ini: Berapa
banyak selebritis sekaya Syahrini soal koleksi catchphrase ikonik? Tidak banyak kalau bukan tidak ada. Mungkin ia
bukan seniman hebat, namun jelas penghibur (entertainer)
kelas wahid, dan skenario beserta penyutradaraan Irham Acho Bahtiar (Epen Cupen the Movie, Security Ugal-Ugalan)
mengeksploitasi itu secara tepat guna. Saya tantang anda menahan tawa kala
menyaksikan adegan “masker”.
Belum lagi lagu-lagunya. Oh Tuhan, lagu-lagu itu. Hanya ada
dua lagu. Satu lagu lama (Seperti Itu?),
satu lagi baru (Gubrak Gubrak Gubrak Jeng
Jeng Jeng). Keduanya diputar berulang-ulang, dan bukan hiperbola jika saya
katakan salah satunya pasti terdengar 10 menit sekali. Otak saya menyadari
repetisinya berlebihan, namun hati ini berkata lain. Saya terus tersenyum, lip syncing, pun menggoyangkan sedikit
bagian tubuh setiap “mantra” ajaib berbunyi “Boom, shake shake shake, boom!” atau “Gubrak gubrak gubrak, jeng
jeng jeng” menerjang telinga.
Komposisi third act-nya
lebih terstruktur, dengan alur berfokus pada usaha para bodyguard menyelamatkan Syahrini dari penculik. Humornya pun setia
dalam lingkup usaha tersebut. Sampai filmnya bagai enggan berusaha menghadirkan
konklusi layak pasca sebuah twist (yang
secara tidak mengejutkan) bodoh. Bicara unsur sinematik, Bodyguard Ugal-Ugalan jelas layak menjadi salah satu yang terburuk
tahun ini. Tapi kembali, film ini mencapai hakikatnya selaku komedi. Saya (dan
sebaiknya anda juga) datang sebatas ingin tertawa serta dihibur. Apakah itu
yang saya dapat dan rasakan? Oh yeah!
Bodyguard Ugal-Ugalan bakal mengHEMPASKAN
kepenatan penonton melalui cara luar biasa MANJAAH. Seperti itu.
Juli 07, 2018
Anyun Cadel
,
Boris Bokir
,
Comedy
,
Cukup
,
Ferdy K.
,
Indonesian Film
,
Irham Acho Bahtiar
,
Lolox
,
Melayu Nicole
,
Muhadkly Acho
,
REVIEW
,
Syahrini
,
Tamara Bleszynski
Langganan:
Postingan
(
Atom
)