Tampilkan postingan dengan label Peter Rida Michail. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Peter Rida Michail. Tampilkan semua postingan

TEEN TITANS GO! TO THE MOVIES

Walau tidak reguler seperti semasa kecil dulu tiap Minggu pagi, saya masih kerap menghabiskan waktu menonton serial animasi (lewat YouTube tentu saja), sekedar untuk sejenak bersantai. Setiap menemukan episode yang berhasil menghibur, saya selalu berharap kesenangan itu berlangsung lebih lama dari sekedar belasan samapi 30 menit. Jika anda pernah merasakan hal serupa, Teen Titans Go! To the Movies bakal mengabulkan harapan tersebut. Berasal dari serial Teen Titans Go!, film ini memiliki nuansa ringan yang sama, production value sama (bujetnya cuma $10 juta), tapi melipatgandakan humor meta-nya, dan sudah pasti, durasinya. Yes, this feels like an extended episode of the series, which also means, extended fun.

Ada salah satu episode musim kedua Teen Titans Go! Yang berjudul Let’s Get Serious!, di mana Teen Titans merasa bahwa pahlawan super tak semestinya gemar bercanda. Harus serius, harus tragis. Hasilnya adalah olok-olok yang menyasar mangsa empuk, dibalut dalam bentuk humor meta yang meski tidak bisa disebut cerdas, namun luar biasa menghibur. Teen Titans Go! To the Movies pun sama, kini giliran maraknya film pahlawan super yang jadi sasaran tembak. Superman punya film, Batman punya film, belakangan Wonder Woman pun dibuatkan film. Mengapa Robin (Scott Menville) tidak?

Pertanyaan itu mengganggunya, apalagi banyak pihak menganggap Teen Titans bukan tim pahlawan super sungguhan, karena senantiasa bergurau dan bergurau. Melihat sang teman bersedih, Cyborg (Khary Payton), Starfire (Hynden Walch), Raven (Tara Strong), dan Beast Boy (Greg Cipes) pun mencari alasan mengapa Hollywood ogah membuatkan mereka film layar lebar. Salah satu kesimpulan yang dicapai yaitu ketiadaan musuh besar. Sambut Slade alias Deathstroke (Will Arnett), yang kemunculannya memfasilitasi lelucon soal kemiripannya dengan Deadpool. Humor meta seperti ini—yang menyasar hal populer nan mudah dipahami penonton umum—akan banyak dijumpai sepanjang durasi.

Baik yang bersifat meta maupun bukan, mayoritas humornya tak masuk kategori pintar. Komedi pintar mana yang menggunakan lelucon kentut? Tapi kepintaran tidak berkorelasi dengan kelucuan. Lelucon mengenai “pelafalan dramatis nama supervillain” atau “Slade’s mind manipulation trick” tergolong apa yang disebut “receh”. Bodoh, tapi itu poinnya. Seperti para Teen Titans, film ini hanya ingin bersenang-senang, dan mengajak kita turut serta. Sedangkan terkait plot, saya tidak bisa membahas banyak, bukan demi menghindari spoiler, melainkan memang tidak banyak yang dapat dibicarakan.  

Mayoritas cuma menapilkan usaha Teen Titans memenuhi impian dibuatkan film melalui cara-cara acak. Keacakan menyenangkan tentunya, di mana pada satu titik mereka mengunjungi berbagai peristiwa ikonik dalam sejarah DC. Di sela-sela cerita pun turut diselipkan nomor musikal, yang kentara hanya bertujuan menambal slot durasi. Setidaknya deretan lagunya luar biasa catchy, khususnya Upbeat Inspirational Song About Life (ya, itu judulnya). Seusai film, seorang bocah di toilet terus menerus bernyanyi, “Upbeat! Upbeat!”, dan saya berani bertaruh kebanyakan penonton lain, termasuk dewasa seperti saya, kesulitan menghapus lagu itu dari ingatan.

Disutradarai duo Peter Rida Michail-Aaron Horvath yang memproduseri serialnya, gelaran aksi film ini, sebagaimana elemen lain, mengusung semangat “asal ramai, asal kacau”, yang kadang terlampau kacau,membuatnya tak seberapa memorable. Biar demikian, visual kaya warnannya tak kalah catchy dengan deretan lagunya, apalagi bagi penonton bocah. Masih seputar aksi, tersimpan satu poin pintar, yakni saat Teen Titans selalu mengandalkan kemampuan Raven menciptakan portal dimensi. Sebab kisah superhero punya tendensi enggan memaksimalkan kekuatan atau senjata pamungkas yang bisa dipakai menyelesaikan apa saja, semata demi kesan dramatis.

Jadi apakah film ini pintar atau bodoh? Dari sudut pandang finansial, tidak diragukan lagi sebuah kepintaran. Bermodalkan biaya amat kecil, Warner Bros dan DC niscaya akan bergelimang keuntungan. Dan meski belum layak disematkan status “film bagus”, tingkat rewatchability-nya tinggi. Saya takkan terkejut apabila home video-nya laku keras. Karena sekali lagi, layaknya animasi Minggu pagi, Teen Titans Go! To the Movies mampu memberikan kesenangan tanpa perlu banyak berpikir. Bedanya, kesenangan itu berlangsung lebih dari 30 menit.